JATIMTIMES - Pemerintah Taliban melaporkan lebih dari 2.400 orang tewas dalam gempa bumi di Afghanistan. Gempa yang terjadi pada Sabtu (9/10/2023), disebut-sebut sebagai gempa paling mematikan yang mengguncang negara itu selama bertahun-tahun.
Melansir laporan Reuters, menurut Survei Geologi AS (USGS), gempa pada Sabtu (9/10/2023) terjadi di bagian barat negara Afghanistan. Yakni 35 km (20 mil) barat laut kota Herat, dengan salah satu gempa berkekuatan 6,3 skala Richter
Baca Juga : Fakta-Fakta Terkait Gempa Bumi di Afghanistan yang Tewaskan 2.445 Orang
Gempa tersebut merupakan salah satu gempa paling mematikan di dunia 2023 ini, setelah gempa di Turki dan Suriah yang menewaskan sekitar 50.000 orang pada Februari 2023.
Janan Sayeeq, juru bicara Kementerian Bencana mengatakan jumlah korban tewas meningkat menjadi 2.445 orang, namun ia merevisi jumlah korban luka menjadi "lebih dari 2.000". Sebelumnya, dia menyebutkan 9.240 orang terluka.
Sayeeq juga mengatakan 1.320 rumah rusak atau hancur. Dalam laporan Bulan Sabit Merah, korban tewas melonjak dari 500 jiwa pada Sabtu menjadi 2.400 jiwa pada Minggu. Saat ini, kata Sayeeq, sepuluh tim penyelamat berada di daerah yang berbatasan dengan Iran.
Menurut Dr Danish, salah seorang pejabat departemen kesehatan Herat, lebih dari 200 orang tewas telah dibawa ke berbagai rumah sakit. Ia juga menambahkan sebagian besar dari korban adalah wanita dan anak-anak.
"Jenazah telah dibawa ke beberapa tempat, termasuk pangkalan militer, rumah sakit," kata Danish.
Dalam foto yang beredar di media sosial, terdapat beberapa tempat tidur yang disiapkan di luar rumah sakit utama di Herat untuk menerima banyak korban. Suhail Shaheen, kepala kantor politik Taliban di Qatar mengatakan yang palimg dibutuhkan adalah makanan, air minum, obat-obatan, pakaian dan tenda untuk penyelamatan dan bantuan.
Dalam media sosial juga beredar foto-foto, menara abad pertengahan di Herat mengalami beberapa kerusakan. Terlihat juga ubin-ubin di menara berjatuhan. Dikelilingi oleh pegunungan, Afghanistan memiliki sejarah gempa bumi yang kuat, khususnya sebagian besar terjadi di wilayah terjal Hindu Kush yang berbatasan dengan Pakistan.
Jumlah korban tewas sering kali meningkat ketika informasi datang dari daerah-daerah terpencil. Apalagi Afghanistan dikenal sebagai sebuah negara yang dilanda perang selama beberapa dekade, sehingga menyebabkan infrastruktur berantakan, dan operasi pertolongan dan penyelamatan sulit dilakukan.
Baca Juga : 1.100 Warga Palestina Tewas Akibat Serangan Balasan Israel
Sistem layanan kesehatan Afghanistan, yang hampir seluruhnya bergantung pada bantuan asing, mengalami pemotongan yang sangat besar dalam dua tahun. Apalagi sejak Taliban mengambil alih kekuasaan, sehingga banyak bantuan internasional, yang menjadi tulang punggung perekonomian dihentikan.
Para diplomat dan pejabat bantuan mengatakan kekhawatiran atas pembatasan Taliban terhadap perempuan dan krisis kemanusiaan global yang terjadi, menyebabkan para donor menarik kembali bantuan keuangannya. Pemerintah Islam telah memerintahkan sebagian besar staf bantuan perempuan Afghanistan untuk tidak bekerja, kecuali di bidang kesehatan dan pendidikan.
Pada Agustus, juru bicara Komite Palang Merah Internasional mengatakan kemungkinan besar mereka akan mengakhiri dukungan keuangan untuk 25 rumah sakit Afghanistan karena keterbatasan pendanaan. Belum jelas apakah rumah sakit Herat ada dalam daftar tersebut. Gempa tersebut memicu kepanikan di Herat, kata warga Naseema. "Orang-orang meninggalkan rumah mereka, kami semua berada di jalanan,” tulisnya
Terdapat total 202 fasilitas kesehatan umum di provinsi Herat, salah satunya adalah rumah sakit regional besar yang menampung 500 korban jiwa, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam sebuah laporan pada Minggu (8/10/2023).
“Sementara operasi pencarian dan penyelamatan masih berlangsung, korban di daerah tersebut belum sepenuhnya teridentifikasi,” kata WHO.