JATIMTIMES - Foto pertemuan Ketua KPK Firli Bahuri dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di tengah isu pemerasan pimpinan KPK kepada SYL menjadi sorotan. Foto itu menambah panjang jejak dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli di KPK.
Mantan pegawai fungsional di Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyrakat KPK, Benydictus Siumlala mengatakan, pertemuan Firli dan SYL merupakan bentuk pelanggaran etik. Hal itu mengacu pada aturan yang melarang tiap insan KPK bertemu dengan pihak yang berperkara di KPK.
Baca Juga : Inilah Nama Jin Kesayangan Rasulullah di MakkahÂ
"Seluruh insan komisi dilarang mengadakan hubungan langsung dengan pihak yang sedang berperkara. Pegawai saja dilarang, apalagi pimpinan yang bisa menentukan arah kasus yang sedang ditangani. Dalam foto itu jelas mereka berdua sedang ngobrol dan siapa yang tahu apa isi obrolannya. Wajar kalau masyarakat jadi mengira-ngira pertemuan itu ada kaitannya dengan dugaan pemerasan atau kasus korupsi Mentan SYL," kata Benydictus saat dihubungi, Sabtu (7/10/2023).
Ia pun lalu menyoroti riwayat pelanggaran etik yang dilakukan Firli selama bertugas di KPK. Dia menilai foto pertemuan dengan SYL itu menjadi lumrah saat dilakukan Firli.
"Tapi begini Firli kan memang punya track record yang bagus dalam melanggar kode etik, bahkan sejak menjadi Deputi Penindakan. Mulai dari main tenis dengan pihak berperkara, menjemput langsung pihak berperkara di lobi, naik helikopter dan gaya hidup mewah, macam-macam. Jadi nggak heran juga sebenarnya kalau dia melakukan itu," katanya.
Menurut Benydictus, pelanggaran etik berulang yang dilakukan pimpinan KPK justru harus direspons oleh pegawai KPK saat ini. Dia mengatakan adanya foto pertemuan Firli dan SYL tidak selaras dengan sikap integritas yang selama ini dijalankan oleh pegawai KPK.
"Sudah saatnya sebenarnya pegawai yang masih aktif di dalam untuk melawan dan tidak membiarkan lagi. Pasti mereka capek juga, pegawai-pegawai pencegahan terutama, koar-koar soal antikorupsi, soal anti conflict of interest, sementara pimpinannya seperti itu. Jadi untuk para pegawai yang masih di dalam sepertinya sudah saatnya melawan deh," katanya.
"Mengharapkan Dewas akan memperlakukan Firli dengan adil sepertinya susah juga kalau kita berkaca dari yang sudah-sudah," sambung Benydictus.
Sebelumnya, foto pertemuan Firli dan SYL di lapangan badminton itu juga telah dilaporkan ke Dewas. KPK meminta masyarakat untuk tidak membuat opini liar dan menunggu proses pengusutan yang akan berjalan di Dewas.
"Kami juga menghormati proses pemeriksaan nantinya oleh Dewas yang tentunya dilakukan secara profesional dan independen," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (6/10).
Baca Juga : Kemeriahan Bazaar Gebyar Akuntansi 2023 Hadirkan UMKM Mahasiswa
"Sehingga mari kita tunggu hasil proses tersebut dengan tidak menyampaikan opini tanpa didasari fakta-fakta yang justru akan membuat situasi menjadi kontraproduktif. Dan tentunya agar pemberantasan korupsi dapat berjalan secara efektif dan efisien," sambungnya.
Firli sebelumnya juga telah buka suara soal kabar pemerasan pimpinan KPK kepada SYL. Dia mengatakan isu pemerasan itu tidak benar. Firli pun mengaku tidak pernah bertemu dengan SYL selain di ruang rapat kabinet.
"Saya di Kementerian Pertanian tuh kenalnya hanya menteri. Di saat rapat terbatas maupun sidang kabinet paripurna. Bahkan waktu itu saya selalu bicara dengan para menteri sebelum sidang kabinet paripurna. Itu diambil fotonya. Jadi saya kira apalagi pejabat-pejabat di bawah menteri, saya tidak ada yang kenal," kata Firli di KPK, Kamis (5/10).
"Jadi saya pastikan bahwa kami tidak pernah melakukan hubungan dengan para pihak apalagi meminta sesuatu atau disebut dengan pemerasan. Saya clear-kan itu tidak pernah dilakukan sesuai yang dituduhkan," sambungnya.
Kabar pimpinan KPK dilaporkan terkait dugaan pemerasan ini mengacu pada beredarnya surat panggilan dari Polda Metro Jaya untuk ajudan dan sopir Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Dua surat yang ditujukan kepada Panji Harianto dan Heri tertanggal 25 Agustus 2023. Disebutkan bahwa Panji adalah ajudan Mentan, sedangkan Heri adalah sopir Mentan.
Di dalam surat itu, disebutkan bahwa keterangan ajudan dan sopir Mentan diperlukan untuk kepentingan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK yang diatur dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Namun, dalam surat itu, tidak disebutkan sosok pimpinan KPK yang dimaksud.