JATIMTIMES - Wasekjen Partai Demokrat Jansen Sitindaon menyoroti insiden di Pulau Rempang yang melibatkan warga dan aparat. Jansen menilai jika penggusuran dengan melibatkan aparat sudah tidak lagi relevan.
Adapun hal itu disampaikan Jansen dalam laman akun X-nya (dulu dikenal sebagai Twitter). Menurutnya, gaya pembangunan dengan pendekatan melibatkan aparat tak cocok digunakan di Indonesia.
Baca Juga : Jokowi Kembali Bicara Soal Data Intelejen Arah Politik: Semua Presiden Rutin Dapat Laporan
"Semakin meningkatnya perlindungan terhadap HAM, bebas, dan terbukanya pers atau media kita termasuk media sosial yang bisa menyampaikan kabar ke seluruh dunia secara real time dan lain-lain. 'Gaya pembangunan' dengan pendekatan penggusuran yang melibatkan aparat represif memang sudah tidak cocok lagi dengan kita," tutur Jansen, dilihat pada Selasa (19/9/2023).
Lebih jauh Jansen mengatakan, kalaupun warga yang menetap di sana tak punya legalitas terkait lahan yang ditempati, pasti akan tetap timbul perlawanan. Untuk itu, ia mengingatkan bahwa pembangunan dengan gaya sesuka hati tak cocok diterapkan di Indonesia.
"Inilah yang harus jadi tugas kita bersama untuk memikirkan dan menegakkannya (khususnya bagi kita para politisi), utamanya lagi yang sekarang sedang memegang pemerintahan. Termasuk pemimpin kita ke depan yang terpilih entah dari partai manapun dia," ucap Jansen.
Ia lalu meminta pemerintah memberikan penjelasan kepada para investor soal pemindahan lahan di Indonesia yang tidak mudah, terlebih ketika lahan sudah diduduki warga.
"Jangan mereka berpikir di negaranya soal tanah ini hal mudah dibereskan, termasuk memindahkan penduduk di atasnya, maka di Indonesia juga sama," katanya.
Jansen ingin pemerintah mengedepankan persuasif dalam menangani polemik Pulau Rempang. Dia pun meminta Perusahaan BP Batam ikut serta dalam penyelesaian lantaran tak mengelola lahan dengan baik sehingga ditempati warga.
"Karena ini rakyat kita, mari kita pilih jalan yang paling persuasif. Walau pasti biayanya mahal bahkan mungkin mahal sekali. Karena ribuan manusia yang dipindah ini harus difasilitasi ke tempat baru. Tentu oleh yang memindahkan termasuk mengganti rugi asset mereka yang sudah ada," kata Jansen.
"Pihak BP Batam atau perusahaan yang diberi Hak Pakai/Pengelolaan terhadap tanah ini, menurut saya juga ikut salah. Karena membiarkan tanah itu sekian lama tidak dikelola sesuai peruntukannya sehingga ribuan masyarakat akhirnya (bisa) masuk dan tinggal di sana," sambungnya.
Baca Juga : Viral Soal Hutan Bowosie di Labuan Bajo, Disebut Proyek Strategis Nasional Abal-Abal Jokowi
Diketahui, demonstrasi di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam diwarnai aksi anarkistis massa yang menolak relokasi warga Pulau Rempang. Massa melempari polisi dengan batu berukuran besar dan melakukan penganiayaan.
Video pelemparan batu kepada polisi tersebut viral di media sosial (medsos). Oknum massa bahkan melempar batu besar dari jarak dekat ke arah personel polisi yang hanya diam dalam barikade.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah buka suara soal demonstrasi warga yang menolak proyek pengembangan Pulau Rempang, Batam. Jokowi mengatakan komunikasi yang dilakukan kepada warga kurang baik sehingga memicu kericuhan.
"Ya itu bentuk komunikasi yang kurang baik. Saya kira, kalau warga diajak bicara, diberikan solusi," kata Jokowi kepada wartawan di Pasar Kranggot, Cilegon, Selasa (12/9).
Jokowi mengatakan sebenarnya sudah ada kesepakatan mengenai relokasi relokasi warga. Namun, menurut Jokowi, kesepakatan itu tidak disampaikan dengan baik.
"Karena di situ sebetulnya sudah ada kesepakatan bahwa warga akan diberi lahan 500 meter plus bangunannya tipe 45, tetapi ini kurang dikomunikasikan dengan baik sehingga terjadi masalah," ujar Jokowi.