ATIMTIMES - Pengelolaan pemerintahan di Kabupaten Blitar terindikasi semakin amburadul. Terkini, PT. Kemakmuran Swarubuluroto menyomasi Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Penataran Kabupaten Blitar. Somasi ini dilayangkan setelah PDAM Tirta Penataran diduga telah melakukan penguasaan, pemanfaatan dan pengelolaan air secara ilegal di lahan milik PT. Kemakmuran Swarubuluroto.
PT. Kemakmuran Swarubuluroto mengklaim, penguasaan, pemanfaatan dan pengelolaan air oleh PDAM tersebut dilakukan sejak 1996 sampai sekarang atau kurang lebih 27 tahun. Pengelolaan air oleh PDAM itu juga dilakukan tanpa adanya izin atau perjanjian kerjasama dengan PT. Kemakmuran Swarubuluroto.
Baca Juga : Libatkan Investor, Kios UMKM di Pantai Ngliyep Bakal Direlokasi
PT. Kemakmuran Swarubuluroto sendiri merupakan pemegang sebidang tanah dalam bentuk SHGU seluas 5.043.645 meter persegi di Desa Karangrejo, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar. Sedangkan PDAM Tirta Penataran adalah BUMD miliki Pemerintah Kabupaten Blitar.
Melalui kuasa hukumnya, Bobby Junior, PT. Kemakmuran Swarubuluroto didalam somasinya menegaskan, bahwa dari aktivitas produksi air minum secara ilegal yang dilakukan PDAM Tirta Penataran Kabupaten Blitar tersebut, kliennya telah dirugikan secara materiil maupun imateriil.
"Perumda Air Minum Tirta Penataran Kabupaten Blitar secara ilegal atau tanpa izin yang jelas dan tanpa persetujuan dari prinsipal atau klien kami, secara permanen sejak tahun 1996 menggunakan bangunan dan mengusahakan sebidang tanah untuk kegiatan produksi air minum," ungkap Bobby Junior, Senin (21/8/2023).
Bobby menambahkan, beberapa fasilitas yang digunakan secara illegal oleh PDAM Tirta Penataran diantaranya, penggunaan kolam penampung (intake), pemasangan jaringan pipa berdiameter 8 inch melintang sepanjang kurang lebih 2,4 kilometer. Juga pembangunan rumah pompa dan bangunan pelengkap lainnya.
"Kegiatan penguasaan sumber daya air dengan materi di mata air sumber Swarubuluroto itu, untuk usaha air minum itu, wajib dilengkapi Izin Pengusahaan Sumber Daya Air sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 24 ayat (1) huruf k Permen PUPR Nomor 01/PRT/M/2016 tentang Tata Cara Perizinan Pengusahaan Sumber Daya Air dan Penggunaan Sumber Daya Air," terang Bobby.
Bobby menyebut, salah satu syarat untuk mengajukan rekomendasi teknis pengusahaan sumber daya air, wajib dilengkapi dengan bukti kepemilikan atau kepengusahaan lahan.
"Untuk hal ini, prinsipal kami selama ini tidak pernah memberikan persetujuan, memberikan izin atau memberikan kuasa atas pemanfaatan lahan kepada siapapun dan dalam bentuk apapun termasuk kepada Perumda Air Minum Tirta Penataran Kabupaten Blitar untuk aktivitas produksi air minum," ujarnya.
Ditambahkannya, sedangkan dengan tidak dipasangnya alat ukur atau meter induk pada instalasi unit air baku di mata air Swarubuluroto, patut diindikasikan bahwa aktivitas produksi air minum PDAM Tirta Penataran Kabupaten Blitar merupakan kegiatan ilegal.
"PDAM Tirta Penataran Kabupaten Blitar patut diduga melakukan kegiatan ilegal. Karena prinsipal kami PT. Kemakmuran Swarubuluroto adalah pihak yang menguasai sebidang tanah dalam bentuk SHGU seluas 5.043.645 meter persegi yang terletak di Desa Karangrejo, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar dan telah ditetapkan dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 44/HGU/BPNRI/2010," lanjutnya.
Baca Juga : Dispendukcapil Goes To School, Rekam e-KTP Siswa MAN 1 Blitar
Yang cukup mengejutkan lagi, diungkapkan Bobby, selama 1996 hingga saat ini, pihak PDAM Tirta Penataran Kabupaten Blitar tidak pernah memberi kontribusi ke PT Kemakmuran Swarubuluroto.
"Kami minta pertanggungjawaban PDAM Tirta Penataran. Namun, sampai hari ini belum ada respon dan tindakan kooperatif dengan PT Kemakmuran Swarubuluroto," ujarnya.
Karena jengkel, sampai hari ini suplai air ke PDAM Tirta Penataran ditutup oleh pihak PT Kemakmuran Swarubuluroto. "PT Kemakmuran Swarubuluroto melakukan pembatasan demi kepentingan irigasi perkebunan," tegasnya.
Ancaman pidana atas kegiatan penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha tanpa izin sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 70 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2019, pasal 49 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit 1 miliar rupiah dan paling banyak 5 miliar rupiah.
"Menurut regulasi dendanya maksimal 5 miliar. Sedangkan untuk kerugian materiil dan imateriil belum selesai disusun. Dan kami berharap ada ganti rugi atas pemanfaatan dan pengelolaan lahan dan air selama 27 tahun kebelakang. Serta kedepannya kami berharap PDAM bisa menyelesaikan perijinan sesuai regulasi," tutupnya.
Terpisah, Pj Direktur PDAM Tirta Penataran Kabupaten Blitar Elin saat dikonfirmasi mengatakan, jika pihaknya sedang mempelajari dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
"Berkaitan dengan hal dimaksud, kami saat ini sedang mempelajari dan berkoordinasi dengan pihak terkait," pungkas Elin.