JATIMTIMES - Bacapres dari PDIP dan PPP Ganjar Pranowo tak seberuntung Joko Widodo (Jokowi) saat maju sebagai capres. Sebab, Ganjar saat ini hanya mendapatkan dua dukungan partai yang mendapatkan kursi di legislatif DPR.
Ganjar saat ini ditinggalkan oleh partai politik pendukung Jokowi, seperti Gerindra, PKB, Golkar dan PAN yang para kadernya duduk sebagai menteri dalam kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Baca Juga : Tebar Manfaat, BPJamsostek Madura Serahkan Santunan JKM ke Keluarga Anggota DMI Kabupaten Sampang
Seperti diketahui empat partai tersebut kini mengumumkan akan mendukung Prabowo Subianto sebagai capres. Sehingga belakangan ini muncul narasi tentang Ganjar dikeroyok.
Menanggapi ini, politikus muda Surabaya Arif Fathoni menyampaikan jika dalam sepekan terakhir pasca-Partai Golkar dan PAN membangun kerja sama politik dengan Partai Gerindra dan PKB mendukung Letjend (purn) Prabowo Subianto sebagai capres, seketika narasi dibangun seolah kerja sama partai politik ini ditujukan untuk mengeroyok capres Ganjar Pranowo. "Upaya-upaya cipta kondisi ( cipkon) tersebut sah-sah saja di era demokrasi terbuka seperti saat ini, namun sudah tidak relevan," ujarnya, Jumat (18/8).
Menurut dia, presidensial treshold ( PT) telah disepakati oleh seluruh partai politik pemilik kursi di Senayan yang tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu merupakan konsensus bersama bahwa calon presiden dan wakil presiden harus diusung oleh gabungan partai politik sekurang-kurangnya 20 persen suara nasional.
"Bahwa kemudian ada satu partai yang bisa mengusung sendiri alias memiliki golden ticket, itu hak yang didapat atas hasil pemilu sebelumnya. Hak yang diperoleh berkat perjuangan dan kerja keras," ucapnya.
Sehingga, menurut pria yang akrab disapa Toni itu, janganlah ini dipakai sebagai sarana untuk membangkitkan nostalgia masa lalu. "Seolah diri menjadi calon yang didholimi. Politik melodramatik seperti itu sudah tidak relevan di era demokrasi serbadigital seperti saat ini," beber anggota Komisi A DPRD Surabaya ini.
Baca Juga : Viral Momen Jokowi Tertawa Melihat Peserta yang Pakai Ageman Songkok Madura yang Tinggi
Toni melanjutkan, rakyat saat ini semakin cerdas dengan akses informasi tiada batas. Sehingga jika masih pakai cara lama untuk mendapatkan empati publik dengan metode playing victim itu sudah ketinggalan zaman dan tidak adaptif dengan pergerakan zaman. "Bukankah ada pepatah kuno tiada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri," lanjut Toni.
"Sudahi politik melodramatik yang tidak mencerahkan rakyat Indonesia. Pemilu hanyalah sarana estafet kepemimpinan nasional, tapi tujuan nasional tetap tidak akan berubah. Mari kita sambut pemilu dengan riang gembira. Siapa pun yang terpilih adalah anak bangsa yang terbaik dari yang baik," imbuh pria yang juga ketua Golkar Surabaya ini.