free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Pangeran Sambernyawa, Pendiri Mangkunegaran yang Dianggap Leluhur Masyarakat Blitar

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Nurlayla Ratri

05 - Aug - 2023, 17:27

Placeholder
Pintu gerbang makam Pangeran Sambernyawa di Astana Mangadeg, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.(Foto : Aunur Rofiq/JatimTIMES)

JATIMTIMES- Tahun ini tepatnya 5 Agustus 2023, Blitar Raya genap berusia 699 tahun. Beragam rangkaian kegiatan dilaksanakan Pemkab Blitar menyambut datangnya Hari Jadi Blitar. Salah satu tradisi yang tidak pernah ditinggalkan adalah ziarah leluhur.

Sebelum pisowanan agung, menyambut peringatan Hari Jadi Blitar, Pemkab Blitar melaksanakan serangkaian kegiatan yang sudah menjadi tradisi. Prosesi diawali dengan ziarah ke beberapa makam leluhur mulai dari makam Adipati Aryo Blitar, Makam Bung Karno dan Pasarean Pangeranan yang seluruhnya berada di Blitar. Belakangan ziarah leluhur juga dilaksanakan dengan berziarah ke Makam Pangeran Sambernyawa di Astana Mangadeg yang berada di Desa Karang Bangun, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Baca Juga : Ronggo Hadi Negoro: Bupati Pertama Blitar Pilihan Hindia Belanda  

Ziarah ke Makam Pangeran Sambernyawa ini cukup menarik dan sempat menjadi pertanyaan oleh sebagian kalangan. Lalu apa hubungan antara tokoh pendiri Kadipaten Mangkunegaran dengan Blitar? Terkait hal tersebut Pewarta JatimTIMES berupaya mencari jawabannya dengan menemui Herry Nugroho, Bupati Blitar periode 2005-2016, salah satu tokoh penting dalam pemerintahan Kabupaten Blitar.

Sebagai informasi, Pangeran Sambernyawa/Raden Mas Said adalah pendiri Kadipaten Mangkunegaran. Raden Mas Said naik tahta dengan gelar Mangkunegara I. Mangkunegaran merupakan Kadipaten yang merupakan pecahan dari Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pasca Perjanjian Giyanti. Pada tahun 1757-1946, Kadipaten Mangkunegaran resmi menjadi kerajaan otonom dengan wilayah yang sangat luas dan berhak memiliki tentara sendiri yang independen dari Kasunanan. Mangkunegaran memiliki Legiun Mangkunegaran, tentara profesional terkuat di Asia Tenggara.

Raden Mas Said nama asli tokoh ini, juga seorang tokoh pemberontak dan pejuang legendaris tanah Jawa dari Dinasti Mataram Islam. Selama 16 tahun, Pangeran Sambernyawa terlibat dalam 250 pertempuran melawan pasukan gabungan Keraton Surakarta dan Belanda. Ia sangat mahir strategi perang dan sulit dikalahkan meskipun tubuhnya pendek. Pangeran Sambrnyawa adalah julukan yang diberikan Belanda karena ia dianggap sebagai penebar maut (Penyambar Nyawa) bagi siapa saja musuhnya pada setiap pertempuran.

Kepada Pewarta JatimTIMES, Herry  Nugroho mengatakan ziarah leluhur ke makam Pangeran Sambernyawa dimulai di era pemerintahannya. Saat itu Herry yang baru dilantik sebagai Bupati Blitar merasa memiliki tanggung jawab untuk melakukan riset lebih dalam terkait dengan sejarah Blitar. Dari riset yang dilakukan, ditemukan korelasi dan frekuensi keterkaitan antara Blitar dengan Kadipaten Mangkunegaran yang merupakan salah satu kerajaan penerus Dinasti Mataram Islam.

“Sebelum era saya, tradisi hari Jadi Blitar 5 Agustus itu ada ziarah leluhur. Biasanya ziarah leluhur kita itu ke Makam Pangeranan, bupati-bupati terdahulu, tokoh-tokoh Blitar, kemudian ke Adipati Aryo Blitar. Nah, kemudian ketika era saya, sejarah Blitar itu lebih kita perinci lagi. Jadi hari jadi 5 Agustus itu adalah Hari Jadi Blitar, jadi kalau kita perinci lagi sebenarnya juga hari jadinya Kota Blitar, karena dulu itu Kabupaten dan Kota Blitar sebelumnya adalah satu kesatuan,” kata Herry Nugroho.

Berdasarkan catatan sejarah, Kabupaten Blitar terbentuk pada tahun 1830 pasca berakhirnya Perang Diponegoro. Pada waktu itu Hindia Belanda sedang melakukan penataan dengan adanya residen baru. Belanda kemudian menggabungkan dua kabupaten di Jawa Timur yakni Kabupaten Sarengat dan Kabupaten Hantang menjadi satu kabupaten yakni Kabupaten Blitar.

Herry Nugroho adalah tokoh yang memiliki semangat tinggi nguri-uri sejarah dan budaya. Pada tahun 2005 saat ia mulai menjadi Bupati Blitar, Herry berinisiatif untuk memperdalam khazanah sejarah Blitar, sejarah sebelum era Kabupaten Blitar terbentuk.

“Nah, kita mencari tahu, sebelum era 1830 itu Blitar masuk daerah mana, ternyata setelah kita baca-baca di buku dan mencari referensi, ternyata Blitar itu sebelumnya masuk dalam wilayah Kadipaten Mangkunegaran. Lalu setelah perang Diponegoro selesai tahun 1830 itu, sebagian wilayah kekuasaan Mangkunegaran akhirnya dikuasai oleh Belanda, yang dikuasai Belanda termasuk Blitar ini. Akhirnya pada tanggal 31 Desember 1830 itu dikukuhkanlah Kabupaten Blitar,” jelasnya.

Menyambung uraian tentang Pangeran Sambernyawa yang kita bahas di tengah-tengah tulisan ini, Pangeran Sambernyawa adalah pangeran yang lahir dari lingkungan pemberontak. Ia adalah putra dari Pangeran Arya Mangkunegara dengan istri tingkat dua (garwa pangrembe). Sambernyawa lahir dengan nama Raden Mas Said pada sekitaran 7 April 1726. Sambernyawa adalah cucu dari Raja Mataram Amangkurat IV yang bertahta di Kartasura.

Ibu Pangeran Sambernyawa adalah Raden Ayu Wulan, putri Pangeran Blitar. Pangeran Blitar adalah putra Sunan Pakubuwono I yang memimpin pemberontakan bersama Pangeran Purbaya terhadap pemerintahan Amangkurat IV. Pemberontakan Pangeran Blitar dan Purbaya ini dikenal dengan Perang Suksesi Jawa II. Pangeran  Arya Mangkunegara adalah pangeran paling berpengaruh di Kartasura pada waktu itu, ia pun ikut bergabung dengan pasukan pemberontak yang dipimpin saudara-saudaranya.

Baca Juga : Hari Jadi ke-54 Desa Gadungsari, Bupati Sanusi: Semoga Diberikan Hasil Panen Melimpah

Terkait Pangeran Blitar, beberapa kalangan memiliki keyakinan ia pernah menjadi adipati di Blitar. Namun demikian, keyakinan tersebut belum bisa dibuktikan karena belum ditemukan catatan dan bukti-bukti yang mendukung. Pangeran Blitar si pemberontak ini adalah putra Pakubuwono I dengan Ratu Pakubuwono (Ratu Mas Blitar). Ratu Mas Blitar adalah keturunan Panembahan Juminah, bekas bupati Madiun yang menurunkan jalur keturunan dengan  gelar Blitar. Gelar ini menurun kepada putranya Pangeran Blitar sang pemimpin Perang Suksesi Jawa II.

Perang Suksesi Jawa II akhirnya berakhir. Pangeran Blitar meninggal dunia di Malang karena sakit pada 1721. Sebagian besar pemberontak ditahan dan diasingkan ke Srilanka. Sedangkan Pangeran Purbaya nasibnya berakhir tragis, ia ditahan di Batavia hingga ajal menjemputnya di penghujung tahun 1726.

Pangeran Arya Mangkunegara bernasib lebih baik. Ia diampuni oleh ayahnya Amangkurat IV  dan diizinkan kembali ke Kartasura pada pertengahan tahun 1723. Kembalinya Arya Mangkunegara disambut cukup besar di  Kartasura. Namun sayang, Amangkurat IV lebih putranya yang lain menjadi penerus tahta sebagai Pakubuwono II.

Kembali ke istana tidak menjadikan kehidupan Arya Mangkunegara lebih baik. Saat Raden Mas Said berusia 2 tahun, istrinya Raden Ayu Wulan meninggal dunia. Kehidupan Arya Mangkunegara semakin miris setelah ia dicurigai akan kembali melakukan pemberontakan. Ia kemudian dibuang ke Srilanka dan meninggal dunia di daerah pengasingan itu.

Nasib Raden Mas Said semakin miris setelah ayahnya dibuang ke Srilanka. Pada umur remaja, Raden Mas Said resah karena karena sikap Pakubuwono II yang menempatkannya sebagai Gandhek Anom (Bangsawan Rendahan) di Mataram. Padahal seharusnya ia mendapat kedudukan sebagai Pangeran Sentana. Raden Mas Said kemudian memutuskan keluar dari istana dan melakukan pemberontakan di berbagai daerah Mataram bersama para bangsawan yang merasa kecewa dengan pemerintahan Pakubuwono II seperti Sutawijaya dan Suradiwangsa.

Nama Raden Mas Said benar-benar dikenang dalam sejarah setelah ia bergabung dengan Pangeran Mangkubumi. Koalisi dua bangsawan Mataram ini benar-benar membuat pasukan gabungan Keraton Surakarta dan Belanda keteteran. Perang panjang antara Mangkubumi-Raden Mas Said dengan Surakarta-Belanda ini berakhir dengan Perjanjian Giyanti 1755 yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua yakni Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Mangkubumi mendapat wilayah Yogyakarta dan menjadi penguasa pertama dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I. Setelah perjanjian ini, Blitar di mancanegara timur masuk dalam wilayah kekuasaan Keraton Surakarta.

Perjanjian Giyanti tidak menyelesaikan masalah karena Sambernyawa tidak puas dengan pembagian wilayah.  Ia pun memilih untuk tetap berperang dengan lawannya kini ada tiga yakni Keraton Surakarta, Keraton Yogyakarta dan Belanda. Sambernyawa resmi mengakhiri pertempurannya dalam Perjanjian Salatiga pada 1757. Perjanjian terebut berisi VOC dan Pakubuwono III memberikan Sambernyawa wilayah Kadipaten Mangkuengaran dan memberinya status pangeran merdeka dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati Mangkunegara I.

Itulah garis besar mengenai sejarah dari Pangeran Sambernyawa atau KGPAA Mangkunegara I.Terkait kapan Blitar pernah masuk dalam wilayah Kadipaten Mangkunegaran seperti yang disampaikan Mantan Bupati Blitar Herry Nugroho, kami belum bisa menjabarkannya di tulisan ini. Karena tentunya untuk menyajikan data tersebut kami terlebih dulu harus melakukan telusur serta membuka arsip dan data-data sejarah. Arsip dan data yang dimaksud itu kami belum mendapatkannya. Yang jelas, sebelum era terbentuknya Kabupaten Blitar pasca Perang Diponegoro, ekspansi keturunan Mangkunegaran ke Blitar sudah terjadi. Salah satu keluarga Mangkunegaran di Blitar yang paling terkenal adalah Ndoro Tedjo Kusumo yang menjabat Bupati Sarengat terakhir.


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Pangeran Sambernyawa Raden Mas Said Blitar sejara blitar Herry Nugroho



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Nurlayla Ratri