JATIMTIMES - Kasus eksekusi rumah putra bungsu Soekarno, Guruh Soekarnoputra masih menjadi sorotan. Hingga Jumat (4/8/2023) siang, keyword "sengketa rumah Guruh Soekarnoputra" masih menjadi trending di mesin pencarian Google.
Diketahui jika pada Kamis (3/8/2023), PN Jaksel hendak melakukan eksekusi rumah Guruh Soekarnoputra. Namun pelaksanaan eksekusi gagal karena suasana tidak kondusif, pasalnya ada sejumlah massa yang berjaga di rumah Guruh. Oleh karenanya PN Jaksel menunda proses eksekusi rumah Guruh Soekarnoputra.
Baca Juga : Kronologi Eksekusi Rumah Guruh Soekarnoputra, Berawal dari UtangĀ
Sebelumnya juga diberitakan, jika eksekusi rumah Guruh adalah buntut dari kasus sengketa dengan Susy Angkawijaya. Berawal dari urusan pinjam meminjam uang hingga berujung perintah pengosongan.
Kronologi rumah Guruh bisa disengketa itu berawal dari utang kepada pria bernama Suwantara Gotama sebesar Rp 35 miliar untuk bisnis, pada 2011. Suwantara Gotama juga memberikan syarat pinjaman dengan PPJB (perjanjian perikatan jual beli) kepada Guruh.
Namun dalam waktu 3 bulan, Guruh tak bisa membayar utang dengan bunga sebesar 4,5 persen tersebut. Jelang batas waktu 3 bulan berakhir, Guruh pun menghubungi sang pemberi pinjaman namun tak direspon.
Lantas, Guruh dikenalkan oleh teman dengan wanita bernama Susy Angkawijaya yang hendak membantunya dalam urusan utang. "Perempuan ini dikenalkan oleh teman-teman Mas Guruh, bahwa dia mau bantu Mas Guruh (terkait pelunasan utang)," kata Simeon Petrus selaku kuasa hukum Guruh Soekarnoputra.
Setelah itu, Susy pun berniat memberikan pinjaman kepada Guruh dengan syarat harus dibuat Akta Jual Beli (AJB) serta Akta Pernyataan dan Pengosongan.
"Ditandatangani AJB Nomor 36/2011 tanggal 3 Agustus 2011 dengan harga jual beli sebesar Rp 16 miliar dan Akta Pengosongan," lanjut dia.
"Padahal, saudari Susy Angkawijaya tidak pernah melakukan pembayaran harga jual beli sebesar Rp 16 miliar sesuai yang tertera dalam AJB kepada Guruh," tambahnya.
Kemudian AJB itu digunakan Susy untuk menggugat Guruh dan mengklaim sebagai pemilik rumah. Sementara pinjaman Rp 35 miliar dengan bunganya juga tidak batal dan masih belum dikembalikan.
Dan ternyata disebutkan oleh Siemon bahwa Suwantara Gotama dan Susy adalah suami istri. Pihak Guruh mengklaim jika dirinya tak mengetahui soal hubungan itu.
Lantas kata Siemon, Guruh mengirim surat ke Susy, notaris Suwantara untuk membuat AJB balik nama, namun Susy tak menjawab. Desember juga berkirim surat kembali karena Guruh merasa dulunya kesepakatan sebagai pinjam meminjam namun malah jadi jual beli.
Kemudian baru ditanggapi oleh Susy Angkawijaya dengan pesan agar Guruh mengosongkan rumah. "Susy menjawab bahwa 'Pak Guruh silakan keluar dari rumah tersebut karena rumah tersebut sudah saya beli dengan AJB'," ucap Simeon.
Guruh Soekarnoputra pun merasa terzalimi karena merasa dibohongi soal harga pasar tanah dan rumah seluas 1.474 meter persegi itu. Sebab Guruh menilai tanah dan rumah miliknya itu ditaksir memiliki harga jual Rp150 miliar.
"Sehingga Guruh merasa tertipu, dizalimi, karena harus kehilangan rumah tanpa ada pembayaran, juga pinjaman kepada Suwantara sebesar Rp 35 miliar berikut bunga 4,5 persen dari Mei hingga Desember 2011 belum dibayar dan PPJB belum dibatalkan," jelas dia.
Baca Juga : Naudzubillah, Inilah 2 Tanda Orang yang Mendapat Kiriman Sihir dari Orang Terdekat, Simak!
Guruh Soekarnoputra pun tidak mau mengosongkan rumah tersebut lantaran tidak pernah menerima uang pembayaran dari Susy Ankawijaya. Lantas Susy melayangkan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Guruh Soekarnoputra pun sempat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum untuk membatalkan AJB yang dinilai cacat formil dan materiil, namun ditolak. Akhirnya, rumah Guruh Soekarnoputra pun harus dikosongkan dan berujung dengan eksekusi penyitaan.
Lantas apa AJB bisa dipakai bukti sah kepemilikan tanah? Diketahui AJB adalah bukti transaksi sebuah aset properti. Yang menerbitkan AJB adalah PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan bukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Jadi sudah semestinya AJB didapat setelah terjadi transaksi jual-beli. Adapun hal yang cukup janggal dalam kasus ini adalah pernyataan guruh yang mengatakan bahwa dirinya belum menerima sepeserpun uang dari Susy.
Hingga detik ini, juga belum ada konfirmasi dari pihak Susy soal pembayaran uang Rp 16 miliar ke Guruh.
Merangkum beberapa sumber, AJB bukan menjadi bukti sah atas kepemilikan tanah. Sebab sifatnya hanya sebatas dokumen yang membuktikan adanya peralihan hak atas tanah dan bangunan.
Berdasarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok Agraria, sertifikat bukti kepemilikan tanah/properti tak ada yang wujudnya AJB. Namun sertifikat bukti kepemilikan adalah SHM (Sertipikat Hak Milik), SHGB (Sertipikat Hak Guna Bangunan), SHGU (Sertipikat Hak Guna Usaha), atau SHSRS (Sertipikat Hak Satuan Rumah Susun).
SHM adalah kepemilikan tertinggi dan memiliki hak yang paling kuat. SHGB dan SHGU memiliki batas waktu, karena statusnya seperti 'menyewa'.
Belajar dari kasus Guruh, sebaiknya utang piutang jangan dilakukan kepada perorangan namun lebih baik ke lembaga pembiayaan saja. Pasalnya berutang ke perorangan bisa menjadi semakin rumit seperti yang dialami Guruh. Pergelutan di ranah hukum tidak saja akan membuang waktu, melainkan menyedot biaya yang tidak sedikit.
Oleh karena itu, lebih aman baik dari segi hukum dan lain sebagainya, sebaiknya untuk meminjam dana ke lembaga pembiayaan, daripada perorangan. Jika memang tujuannya adalah untuk ekspansi bisnis.
Yang paling penting, hati-hati dalam berutang. Jangan pernah meminjam tanpa tahu alasan yang jelas dan memahami kemampuanmu dalam membayar utang.