JATIMTIMES - Sebuah video viral beredar di media sosial yang menampilkan Dosen dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Myra P Gunawan, yang mengkritisi industri pariwisata di Indonesia. Salah satu hal yang ia soroti adalah destinasi wisata yang dianggap sangat penting namun tidak memiliki naskah akademik.
Diketahui, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah menetapkan lima destinasi wisata yang dianggap sangat penting. Destinasi-destinasi tersebut meliputi Candi Borobudur, Labuan Bajo, Danau Toba, Likupang, dan Mandalika.
Baca Juga : Lucinta Luna Diundang sebagai Bintang Tamu Televisi Bersama Pacarnya, Warganet: KPI Kemana?
Penentuan destinasi tersebut dikritik oleh Dosen Planologi dan Pakar Pariwisata ITB tersebut. Menurut Myra, hingga saat ini, tidak ada naskah akademis yang menjadi dasar penentuannya. Pernyataannya diungkap lewat video viral yang diunggah akun Twitter @sociotalker pada Jumat, 16 Juni 2023 lalu.
Lebih lanjut kata Myra, naskah akademis menjadi dasar Kemenparekraf untuk menentukan destinasi wisata super prioritas. Namun dalam penilaian dia, pariwisata kini justru menjadi agenda politisi.
“Sekarang, pariwisata itu menjadi agenda politisi. Saya tidak tahu bagaimana 10 destinasi prioritas atau lima masuk prioritas itu dipilih, gak pernah ada naskah akademisnya,” jelas Myra.
Menurut Myra, seharusnya Indonesia tidak mengarahkan wisatawan mancanegara sebesar-besarnya untuk datang ke taman nasional dan situs warisan dunia UNESCO yang ada di RI.
“Kenapa yang dipilih, (dari) sekian banyak itu, kok taman nasional? Dan, by definitions, mereka kan harus dibatasi. Ini sudah tidak cocok, (destinasi) yang dipilih dan (tujuan) yang diinginkan,” tegas dia.
Myra bahkan menyebut ahli ekonomi akan tertawa melihat perencanaan maupun target pariwisata di Indonesia yang disebut dia menargetkan pertumbuhan ekonomi sampai delapan persen.
“Dikiranya dari empat, jadi lima, lima, enam, enam, tujuh, tujuh, delapan, begitu. Saya kira (itu terjadi) kalau sektor lain tidur. Berarti orang itu nggak ngerti angka,” tuturnya.
Kritik lainnya juga diungkapkan pemerintah. Menurut Myra, pemerintah jarang memberikan informasi soal pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk mendatangkan wisatawan mancanegara. Sebab selama ini, yang diumumkan ke publik adalah ‘uang’ yang masuk.
“Karena yang dihitungnya itu yang diterima, yang dikeluarkan untuk mendatangkan mereka (wisatawan mancanegara) berapa, nggak pernah dihitung, nggak pernah diinfokan,” kata Myra.
Menurutnya, dalam menghitung dampak Mandalika, yang diberitahukan kepada publik hanyalah jumlah penonton atau pendapatan dari karcis.
“Membangunnya (menghabiskan) berapa (uang), utangnya berapa, tidak pernah diomongin, tidak pernah disandingkan (datanya). Udah balik modal, gitu? Saya yakin, belum,” tuturnya lagi.
Selain itu, Myra juga menyoroti adanya target pemerintah pada 2019 ingin menghadirkan 20 juta wisatawan ke Indonesia. Padahal lima tahun sebelumnya semua pakar pariwisata sudah menyebutkan jika angka tersebut nonsense atau omong kosong.
"Tapi pak Menteri dengan dalih ditugasi pak Jokowi itu sangat antusias. Ternyata dari target 20 juta tercapai 16 juta," jelas Myra.
Baca Juga : Ketua TP PKK Kota Malang Targetkan 154 PAUD Binaan Dapat Terakreditasi
Lantas pada saat hendak mengejar angka 20 juta yang tidak pernah tercapai itu, kata Myra bukan hanya melakukan promosi namun memanggil orang BPS. Jadi BPS menurut Myra diminta agar membuat statistik wisata bisa naik.
"Mulailah itu dihitung lintas batas, termasuk orang Timor Leste masuk Indonesia, kan lumayan banyak. Lumayan naik dikit, tapi toh ga kekejar juga (20 juta)," tandas dia.
Pada 2019 itu, kata Myra ada metode baru perhitungan wisatawan di Indonesia. Kalau metode lama, sebenarnya 2019 itu agak turun.
Tak hanya itu, Myra juga mengambil contoh destinasi wisata Wakatobi yang pembangunan infrastrukturnya melesat. Kepala daerah setempat disebut sangat antusias dengan ide mendatangkan 500.000 wisatawan ke kawasan di Sulawesi Tenggara tersebut.
“Pemerintah mengatakan kita ingin 500.000 wisatawan mancanegara ke Wakatobi. Perkembangannya dalam 10 tahun terakhir, hanya 23.000, bagaimana bisa nyulap dari 23.000 menjadi 500 (ribu)?” tuturnya.
Sementara itu, ide destinasi wisata prioritas didukung Peraturan Presiden (Perpres) yang beberapa waktu lalu dirilis. Tapi, dalam pandangan Myra, pembangunan besar-besaran itu hanya menyisakan lingkungan yang rusak di saat wisatawan yang datang tidak memenuhi target atau keinginan pemerintah.
“Ide tentang 500.000 (wisatawan asing) mudah sekali ditangkap oleh kepala daerah dan juga oleh para pendukung, itu artinya, keluarkan Perpres bahwa semua kementerian harus mendukung destinasi pariwisata prioritas,” tuturnya.
“Yang dibangun adalah infrastruktur besar-besaran, berceceran di taman nasional, di perairan yang tidak terpakai atau tidak bisa dipakai. Uang hilang, lingkungan rusak, wisatawan tidak datang. Tak pernah ada yang menghitung,” imbuhnya.
Adapun terkait rekaman viral itu, video lengkapnya diunggah kanal YouTube Neraca Ruang. Myra P Gunawan kala itu menyampaikan kritik tersebut dalam dokumentasi Arisan 6301 pada Selasa, 23 Mei 2023 lalu bekerja sama dengan Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan ITB.
Sebagai informasi tambahan, Myra P Gunawan adalah akademisi dan Dosen ITB bidang planologi (perencanaan wilayah dan tata kota), serta pakar pariwisata. Ia sudah 30 tahun meneliti industri pariwisata di Indonesia.