JATIMTIMES - Baru-baru ini hasil bahtsul masail yang dilakukan oleh Ponpes Benda Kerep Cirebon tengah menjadi sorotan publik. Itu karena hasil yang disampaikan menyimpulkan bahwa Sunan Gunung Jati atau Raden Syarif Hidayatullah Bukan Ba'alawy.
Penulis sekaligus pegiat media sosial, Rumail Abbas mengkritik hasil dari bahtsul masail yang dilakukan oleh Ponpes Benda Kerep Cirebon. Menurut dia, ada banyak yang ganjil dalam bahtsul masail yang digelar oleh Ponpes Benda Kerep Cirebon tersebut. Karena biasanya, dalam bahtsul masa`il dituliskan siapa muharrir-nya, siapa mubahits-nya dan siapa mushahhih-nya.
Baca Juga : Aspidum Kejati Jatim Ingatkan Asas Persamaan di Hadapan Hukum terhadap Disabilitas
Biasanya hasil bahtsul masail di bagian atas ada judul, kemudian latar belakang, disusul rumusan masalah, untuk kemudian di-tashawwur supaya dicarikan jawaban.
"Dalam jawaban, kerap kali tidak tunggal. Kerap tafshil (rincian hukum sesuai kondisi)," jelas Mail, dikutip dari akun Twitternya pada Selasa (1/8/2023).
Kemudian kata Mail, di bawah rumusan masalah, ada syawahid dan mashadir dari syawahid itu. Semua ditulis lengkap, baik halaman, juz, percetakan, dan tahun penerbitan.
"Hasil dari bahtsul masa`il itu kemudian dicetak jadi sebuah kompilasi, diberi pengantar dan ada kop. Tak lupa ada nomor penerbitan, siapa yang bertanggungjawab, dan di mana tempat bahtsu digelar," ungkap Mail.
"Jadi bahstul masa`il adalah produk ilmiah yang dilahirkan langsung dari rahim pondok pesantren tradisional yang berangkat dari sebuah kejujuran ilmiah," imbuh dia.
Namun menurut Mail di situs resmi banom NU di Banten tersebut beredar rilis dan rekaman YouTube yang tidak utuh.
"Dalam situs itu, disebutkan ada permasalahan. Lantas perwakilan yang hadir dari 'trah-trah agung Nusantara' yang membahasnya sampai tuntas. Sumbernya disebutkan ada empat, manuskrip, isbat dari niqobah internasional, kitab nasab, dan uji genetik DNA. Namun kesemuanya tidak dijelaskan secara rinci," jelas dia.
"Jika ada manuskrip, tahun berapa manuskrip itu? Bagaimama bunyi manuskrip itu? Bagaimana cara "menguliti" biar sampai pada isbat? Jika kitab nasab, apa saja judulnya? Manuskrip semua atau cetakan modern? Siapa pen-tahqiq-nya? Dicetak Darul Minhaj atau Darul Fikr? Tsiqoh atu tidak muhaqqiq-nya?," imbuh dia.
Termasuk tidak dijelaskan dari 15 perwakilan yang hadir, siapa yang menjadi muharrir dan mushahhih-nya? Kemudian bagaimana ikhtilaf di antara mereka? Lantas siapa yang memutuskan? Apakah memakai AHWA, atau diputuskan secara voting?
Baca Juga : Wawali Kota Malang Ceritakan Pertempuran TRIP di Puncak Peringatan Hari Anak Nasional 2023
"Jika ada isbat genetik DNA, bagaimana deklarasinya? Apa provider-nya? Apa haplotype-nya? Siapa yang membaca pola-pola haplotype itu secara statistik dan hitungan matematis? Adakah yang punya kredensi di majelis itu yang layak membicarakan isbat genetik DNA?," jelas Mail.
"Jika ada isbat dari niqobah internasional, niqobah manakah itu? Dari negara mana? Punya situs resmi, gak? Adakah rilis resmi darinya? Mu'tabar atau tidak? Apakah bisa dikonfrontasi dengan niqobah lain? Bagaimana jika antar niqobah punya ikhtilafat?," imbuh keterangannya.
Dari ketidakrincian hasil bahtsul masail itu, Mail menilai bahwa yang dilakukan Ponpes tersebut hanyalah ngerumpi.
"Nah... Kalau ada bahtsul masail menyebutkan pesertanya cuma 15 tokoh perwakilan trah-trah agung Nusantara, pesertanya acak, dan menyebutkan empat mashadir yang tidak diperinci, lantas mereka semua melahirnya sebuah kesimpulan, itu lebih tepat disebut... ...ngerumpi!!!," tandas Mail.
Sebagai informasi tambahan, Ba'alawy adalah orang-orang Sayyid yang memiliki darah keturunan Nabi Muhammad melalui Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir.
Sementara Raden Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) adalah putra dari Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alam yang menikah dengan Nyi Mas Rara Santang. Melansir Wikipedia, ayah Syarif Hidayatullah adalah seorang penguasa Mesir, putra dari Ali Nurul Alim bin Jamaluddin Akbar al-Husaini, seorang keturunan dari Rasulullah dari sayyid fam Al-Husaini.