free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Meneropong Keraton Plered, “Istana Air” yang Dibangun Raja Amangkurat I

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Yunan Helmy

17 - Jul - 2023, 21:06

Placeholder
Ilustrasi.(Foto : Instagram @sultanagung.themovie)

JATIMTIMES- Wafatnya Sultan Agung menjadi episode baru bagi perjalanan Kerajaan Mataram Islam. Putra Sultan Agung, Pangeran Arya Mataram  naih tahta dengan gelar Susuhunan Amangkurat I. 

Raja keempat Mataram ini langsung membuat gebrakan besar dengan membangun ibu kota baru kerajaan di Plered.

Baca Juga : 6 Aplikasi Edit Video Terbaik di Android yang Membuat Video Semakin Menarik

 

Sebelum masuk ke pembahasan, kita akan sekilas saja membahas  profil Amangkurat I. Raja keempat Mataram ini memiliki nama kecil Raden Mas Sayidin yang lahir pada 1619 di Kotagede. Ia bukan anak pertama, tapi anak kesepuluh Sultan Agung dari permaisuri kedua Raden Ayu Wetan, seorang putri keturunan Kerajaan Batang. 

Saat dewasa, Raden Mas Sayidin dipilih Sultan Agung menjadi putra mahkota dengan gelar Pangeran Arya Mataram. Sang putra mahkota naih tahta pada 1648 dengan gelar Susuhunan Amangkurat Senopati ing Alaga Ngabdur Rahman Sayidin Panatagama atau yang lebih dikenal dengan nama Amangkurat I.

Selanjutnya tak perlu berlama-lama kita langsung masuk ke pembahasan tulisan ini mengenai Keraton Plered sebagai keraton ketiga yang dibangun oleh Kerajaan Mataram Islam. Di awal kekuasaannya, Sultan Agung sejatinya baru saja memindahkan ibu kota Mataram dari Kotagede ke kawasan Pantai Selatan dengan membangun keraton baru di  Kerto. 

Bangunan Keraton  Kerto yang megah itu ditempati Sultan Agung mulai tahun 1625. Tidak sampai 30 tahun, pusat kerajaan berpindah lagi. Pada tahun 1648  saat baru saja naik tahta, Amangkurat I memindahkan keraton dari Kerto ke Plered. Keraton Kerto dengan Keraton Plered ini tidak jauh, lokasinya cukup berdekatan.

Berbeda dengan Keraton Kerto yang dibangun dari kayu, Amangkurat I membangun Keraton Plered dengan batu bata merah yang disisipi batu alam. Permukaan tembok keraton diberi penutup persegi tiga. Seluruhnya terbuat dari batu alam putih yang diberi bentuk seperti batu bata yang lebar. Sama seperti Keraton Plered dan bentengnya, bangunan masjid di kawasan ibu kota baru Mataram itu juga dibangun dengan bahan yang sama.

Amangkurat I memilih keratonnya dibangun dengan batu bata karena ingin Plered menjadi bangunan mercusuar sepanjang masa Kerajaan Mataram Islam. Ia mungkin belajar banyak dari ayahnya  Sultan Agung yang membangun Keraton Kerto dari bahan kayu. Disadari oleh Amangkurat I, bahan kayu akan membuat keraton cepat hancur, seperti Keraton Kerto yang sering dilanda kebakaran yang perlahan-lahan membumihanguskan kemegahannya.

Pemindahan keraton dari Kerto ke Plered itu dikisahkan dalam banyak babad. Babad B.P (X : 42) mengisahkan, pada hari Senin, Amangkurat I mengumumkan akan membangun kota baru dari batu bata  yang diberi nama Plered. Berita tersebut juga diberitakan sama oleh Serat Kandha (931) : Sunan memerintahkan “supaya membakar banyak sekali batu bata…untuk membangun Istana batu di…Plered”. Juga Babad Meinsma (Meinsma, Babad : 146) menyatakan “Kamu sekalian…harus membuat batu bata, karena saya mau…angkat kaki dari Karta…saya ingin membangun kota di Plered”.

Sama seperti Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta, Keraton Kerto juga dikeliling tembok-tembok besar. Di dalam tembok itu terdapat Kamandungan dan Srimenganti yang harus dilalui sebelum tiba di Prabayeksa atau Istana Raja. 

 Pembangunan Keraton Kerto oleh Amangkurat I itu bisa ditemukan dalam sumber-sumber laporan utusan Belanda. Pada bulan Juni 1648, Van Goens melihat pembangunan Keraton Plered menunjukkan banyak kemajuan.  Ia melihat tembok keliling dengan pintu gerbang di kawasan keraton baru itu.  Pintu gerbang itu ada di alun-alun utara, kawasan tempat diadakannya pertandingan tombak. 

Van Goens juga menceritakan ada pintu gerbang di sisi selatan keraton yang dialiri Sungai Opak. Dalam laporannya Van Goens tidak menceritakan tentang alun-alun selatan.

Di luar tembok keliling  yang mengelilingi keraton, terdapat bangunan-bangunan air. Sebagian dari bangunan air itu bahkan sudah dibuat pada masa kekuasaan Sultan Agung. Di masa pemerintahannya, Sultan Agung membangun sebuah bendungan atau Plered di lokasi keraton baru itu. Inilah yang membuat Amangkurat I membangun keraton barunya dengan nama Plered.

 Sultan Agung membuat bangunan bendungan itu pada 1644 dan Amangkurat I melanjutkan pembangunan bendungan itu menjadi bendungan yang lebih besar pada 1651. Bendungan besar itu kemudian dinamakan Segarayasa.

Sepertinya Amangkurat I memang raja yang terobsesi dengan bangunan air. Sejak wafatnya Sultan Agung hingga 1666, Kerajaan Mataram berkali-kali melakukan pekerjaan membuat danau-danau dari bendungan-bendungan yang ada di sekitaran keraton. Danau-danau ini fungsinya macam-macam. Ada yang untuk hiburan dan sebagian ada yang difungsikan untuk pertahanan.

Baca Juga : Solusi Hunian Anda, Graha Bangunan Hadirkan Lengkap Pilihan Cat Anti-Bocor Terbaik

 

Bahkan pada tahun 1661, Amangkurat I ingin menjadikan kediamannya di Plered seperti sebuah pulau. Ia kemudian mengerahkan 300.000 orang untuk mengerjakan proyek pembuatan pulau itu. Dua tahun kemudian, raja kembali memerintahkan pembangunan sebuah kolam besar di sekeliling istananya. Selang beberapa bulan kemudian, Amangkurat I lagi-lagi rewel dan sekali lagi ingin membuat  sebuah batang air di belakang istananya. Kondisi ini membuat Sungai Winanga dibendung untuk mewujudkan keinganan sang raja.

Setelah bangunan-bangunan itu jadi, Amangkurat I benar-benar seperti tinggal di sebuah kerajaan yang berada di tengah-tengah pulau. Seorang utusan Belanda, Abraham  Verspreet melaporkan, dalam kunjungannya pada 16 Oktober 1668 ke istana Plered, ia harus melalui jembatan di atas parit yang mengelilingi istana. Setelah melewati jembatan itu, barulah ia tiba di Alun-alun.

Benar-benar seperti istana air, Keraton Plered juga memiliki sebuah bendungan yang fungsinya tidak hanya mengendalikan air danau, namun juga berfungsi untuk melindungi keraton di sebelah selatan dan timur dari bencana banjir. 

Namun sebagus-bagusnya bangunan buatan manusia, tidak ada kesempurnaan. Bendungan itu tetap saja terdapat kelemahan. Pada 27 Agustus 1661, terjadi banjir dahsyat pada tengah malam. Banjir ini ikut menyapu lumbung pangan besar di ibukota Mataram yang berakibat banyak orang kekurangan pangan dan kelaparan. Bangunan air itu kemudian dibangun kembali pada 1663 dengan kualitas bangunan yang lebih baik.

Ambisi besar Amangkurat I untuk memiliki keraton yang megah dengan banyak pulau buatan itu nyatanya membuat pembangunan Keraton Plered berjalan lama sekali. Lamanya pembangunan juga membuat Amangkurat I terlalu sibuk memikirkan urusan pembangunan keraton baru.  Kesibukan raja membangun keraton ini bahkan membuat para pejabat tinggi kerajaan tidak bisa menemuinya. Babad Momana melaporkan istana kediaman raja baru selesai pembangunannya pada 4 Januari 1650.

Cita-cita Amangkurat I memiliki keraton yang ditempati penerusnya secara turun temurun pada akhirnya tidak terwujud. Sama seperti Keraton Kotagede dan Keraton Kerto, Keraton Plered pada akhirnya juga hilang ditelan bumi. Pada tahun 1826, bangunan Keraton Kerto masih dipergunakan sebagai benteng pertahanan oleh laskar Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro. Sisa-sisa bangunan Keraton Kerto masih terlihat hingga 1889 dan perlahan-lahan hilang dan menjadi satu kesatuan kembali dengan alam semesta.

Hancurnya Keraton Plered berawal dari peristiwa direbutnya keraton oleh kelompok pemberontak yang dipimpin Trunojoyo  pada akhir Juni 1677. Serangan terhadap Plered terjadi setelah serangkaian kemenangan pemberontak, terutama dalam pertempuran Gegodog  dan jatuhnya sebagian besar pantai utara Mataram.

Raja Amangkurat  I yang berusia lanjut dan sakit-sakitan dan para putranya gagal mempertahankan Plered dengan efektif. Pemberontak menyerbu ibu kota pada atau sekitar 28 Juni. Ibu kota Mataram ini dijarah dan kekayaannya dibawa ke ibu kota pemberontak di Kediri. Direbutnya keraton menyebabkan runtuhnya pemerintahan Mataram dan larinya keluarga kerajaan.

Raja melarikan diri dengan putra mahkota dan rombongan kecil menuju Tegal  dan wafat disana. Tahta kerajaan kemudian diteruskan putra mahkota dengan bergelar Susuhunan Amangkurat II. Amangkurat II dengan dibantu VOC kemudian melakukan serangan balik kepada Trunojoyo dan berhasil mengalahkannya.

Setelah Trunojoyo tewas, Amangkurat II kemudian memindahkan ibukota Mataram dan membangun keraton baru di Kartasura.

 


Topik

Serba Serbi Sejarah Mataram Islam Mataram Islam ibu kota kerajaan



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Yunan Helmy