JATIMTIMES - Runtuhnya Kerajaan Demak menjadi tonggak sejarah baru bagi Jawa Timur. Kerajaan Surabaya, sebuah Negara baru lahir di ujung timur pulau yang gemah ripah loh jinawi. Kerajaan Surabaya adalah kerajaan dagang dengan invasinya menyusuri seluruh wilayah Nusantara. Surabaya adalah kerajaan yang kaya raya.
Kerajaan Surabaya diperkirakan muncul setelah berakhirnya kekuasaan Kerajaan Demak. Raja-Raja Surabaya adalah keturunan Sunan Ampel. Itulah yang membuat raja Surabaya begitu dihormati dan merasa dirinya sebagai keturunan wali. Raja Surabaya paling terkenal adalah Jaya Lengkara, ia hidup satu zaman dengan Panembahan Hanyakrawati dan Sultan Agung dari Mataram.
Baca Juga : Programkan Ragam Kegiatan Kekinian, Cara Eksis Fatayat NU Surabaya di Kota Metropolis
Selain kuat secara milter, Kerajaan Surabaya juga mapan secara ekonomi. Warga Negara Kerajaan Surabaya adalah pedagang dengan invasi dagang yang menguasai seluruh Nusantara. Perahu-perahu warga Negara Surabaya di masa jayanya melintasi selat Malaka, Maluku, Ambon, Banda hingga Solor. Jan Piterzoon Coen dalam laporannya menyatakan perahu-perahu warga Surabaya mendominasi perairan laut Nusantara di awal abad ke-16.
“Yang satu kemari, yang lain ke sana dengan perahu-perahunya untuk mencari nafkah,” jelas Coen dikutip dari buku Puncak Kekuasaan Mataram karya HJ De Graaf.
Di awal abad ke-16 Kerajaan Surabaya adalah kerajaan besar di Jawa yang jadi pesaing bagi Kerajaan Mataram dan Sultan Agung. Anggapan ini benar adanya karena wilayah kekuasaan Kerajaan Surabaya ternyata cukup luas. Selain Kota Surabaya yang kita kenal saat ini, Kerajaan Surabaya juga memiliki wilayah kekuasaan di beberapa wilayah di Jawa Timur. Daerah yang tercatat sebagai kekuasaan kerajaan ini diantaranya Pasuruan, Gresik, Jortan, Sedayu dan Blambangan. Penguasa Gresik pada waktu itu adalah seorang bupati perempuan bernama Kanjeng Reksa Dana.
Kekuasaan Raja Surabaya juga mengangkat bupati di beberapa wilayah Jawa Timur lainnya seperti Japan, Wirasaba dan Kediri. Jadi bisa diperkirakan daerah-daerah itu dulu merupakan wilayah dari Kerajaan Surabaya.
Seain Jawa, Kerajaan Surabaya juga memiliki wilayah kekuasaan di luar pulau Jawa. Daerah kekuasaan luar Jawa itu salah satunya adalah Kalimantan. Kerajaan Sukadana adalah salah satu kerajaan di pulau Borneo yang sering disebut-sebut jadi bawahan Kerajaan Surabaya.
Ratu Sukadana pernah bersitegang dengan Belanda terkait polemik pulau Karimata. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, Ratu Sukadana mengadu kepada Raja Surabaya dengan mengirimkan utusan. Kepastian laporan Sukadana masuk wilayah Kerajaan Surabaya itu diperkuat dengan laporan Gubernur Kendal kepada Batavia. Dalam laporan tertanggal Maret 1622, Gubernur Kendal melaporkan seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Surabaya, salah satu wilayah itu adalah Sukadana.
Raja Surabaya dengan militer tempurnya yang kuat terus memperluas invasi kekuasaanya dengan menaklukkan Negara Ratu Landa di pulau Kalimantan. Tak heran bila ketika Belanda hendak mendirikan Loji di dua daerah itu mendapat pertentangan yang cukup keras dari kalangan rakyat setempat. Sama seperti Sukadana, rakyat Ratu Landa juga beringas dan keras kepala, sama seperti mentalitas yang sering kita saksikan dengan karakter arek-arek Suroboyo zaman ini.
Daerah berikutnya yang jadi wilayah kekuasaan Kerajaan Surabaya adalah Banjarmasin. Dalam bahasa dan adat istiadat daerah setempat, memang terlihat bekas-bekas pengaruh Jawa di daerah itu.Pada abad XVII bahasa Melayu Banjar yang penuh dengan kata-kata Jawa sangat menarik perhatian orang Belanda. Menariknya lagi, di daerah setempat pernah ditemukan balok-balok kayu dengan tulisan Jawa yang berasal dari Keraton Martapura dan sekarang temuan bersejarah itu disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Melihat semakin besarnya pengaruh Kerajaan Surabaya membuat raja Mataram Panembahan Hanyakrawati bersiap-siap melakukan rencana penyerangan ke ujung timur Jawa. Rencana itu tertunda dengan wafatnya Hanyakrawati pada 1613. Rencana penyerangan ini kemudian dilanjutkan oleh puteranya Sultan Agung yang naik tahta sebagai raja Mataram selanjutnya.
Surabaya merdeka dari Demak setelah wafatnya Sultan Trenggana. Surabaya kemudian menjadi negara otonom dengan raja terakhirnya bernama Jaya Lengkara. Raja Jaya Lengkara memiliki dua istri. Istri tua bernama Ratu Mas dari Kediri. Sedangkan istri muda yang tidak pernah disebut namanya berasal dari Mojoagung (Wirasaba).
Raja Jaya Lengkara memiliki beberapa putra. Putranya yang paling terkenal adalah Pangeran Adipati Pekik. Putra lainnya bernama Pangeran Indrajid, Pangeran Trunojoyo, dan Pangeran Wiradarma. Jejak dan peninggalan Kerajaan Surabaya saat ini hilang tak berbekas.
Baca Juga : Kasus Korupsi Pengadaan HGU Lahan Tebu, KPK Geledah Kantor PTPN XI Surabaya
Sultan Agung cukup optimistis mampu menaklukkan Kerajaan Surabaya. Optimisme ini muncul setelah Mataram berhasil mengalahkan sekutu-sekutu jajahan Kerajaan Surabaya.
Serangan ke Surabaya betul-betul dirancang secara sempurna pada 1614. Dalam serangan ini, Sultan Agung memberikan tugas khusus kepada Tumenggung Suratani sebagai pimpinan ekspedisi untuk bergerak menuju Jawa Timur. Kepada Suratani, Sultan Agung juga menitipkan pesan: siapa pun yang mundur harus dibunuh.
Tumenggung Suratani tewas dalam pertempuran melawan pasukan Surabaya di Sungai Brantas. Pangeran Mangkubumi kemudian mengambil alih pusat komando setelah tewasnya Suratani. Keesokan paginya pasukan Mataram melancarkan serangan balasan dengan hasil yang cukup menggembirakan. Seluruh bupati di pihak koalisi Surabaya melarikan diri. Yang bertahan hanya Raden Panji Pulang Jiwa dengan akhir yang mengenaskan: tewas ditangan pasukan Mataram. Pasukan Mataram pulang ke ibukota di Kotagede dengan hasil rampasan perang yang melimpah ruah.
Jan Pieterzoon Coen dalam tulisannya menyebut, pertempuran antara Mataram dengan koalisi Kerajaan Surabaya berlangsung pada 10 November 1614. Dalam pertempuran ini, 40.000 tentara Mataram tewas. Sedangkan dari pihak Surabaya yang tewas 10.000 orang.
Bagi Mataram, jumlah korban tewas ini tidak begitu berarti karena padatnya penduduk di daerah mereka. Sedangkan bagi raja Surabaya, jumlah korban tewas ini baginya cukup besar dan jadi pukulan telak karena kecilnya jumlah penduduk.
Serangan Mataram menaklukkan Jawa Timur setelah peristiwa ini kemudian terus berlanjut. Serangan demi serangan dilancarkan oleh pasukan Mataram dalam pertempuran yang panjang dan melelahkan. Kerajaan Surabaya benar-benar kuat secara militer dan baru bisa ditaklukkan Mataram pada tahun 1625.
Istana Kerajaan Surabaya masih ditemui wujudnya pada akhir abad ke-16. Pada 1708, istana kerajaan disebut sebagai istana Raja Mataram Sunan Amangkurat II. Sebutan ini kiranya cukup wajar karena Surabaya waktu itu sudah turun kelas dari kerajaan menjadi kadipaten wilayah Kerajaan Mataram Islam. Dan waktu itu, dalam kunjungannya ke wilatah Jawa Timur pada 1679-1680, Amangkurat II menggunakan Istana Surabaya sebagai pasanggrahan.
Pelan tapi pasti, istana Kerajaan Surabaya perlahan-lahan hancur dimakan zaman. Pada tahun 1708, wujud dari keraton hanya tinggal temboknya saja. Sedangkan di dalamnya dihuni oleh rerimbunan semak belukar. Kondisi ini membuat ketika Sunan Amangkurat III akan ditahan disana, terpaksa Belanda harus mendirikan bangunan baru, karena bangunan lama kondisinya sangat tidak layak untuk dihuni manusia.
Istana Kerajaan Surabaya benar-benar hancur tak tersisa akibat perang besar yang terjadi pada 1719. Inilah gambaran singkat mengenai Kerajaan Surabaya, kerajaan yang tidak menyisakan peninggalan monument bersejarah.