free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Panembahan Hanyakrawati, Raja Mataram Terakhir yang Dimakamkan di Kotagede

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Nurlayla Ratri

06 - Jul - 2023, 16:07

Placeholder
Pintu masuk menuju Makam Raja-Raja Mataram di Kotagede. (Foto : Instagram @bukantejo)

JATIMTIMES- Namanya kalah tenar dengan raja-raja lain yang pernah memimpin Negara Kesultanan Mataram. Dialah Panembahan Hanyakrawati, raja kedua kerajaan yang beribukota di Kotagede. Wajar jika ia tidak terlalu tenar, karena usia pemerintahannya yang tidak cukup panjang.

Yogyakarta selalu dipenuhi wisatawan setiap akhir pekan. Kawasan Malioboro yang biasannya lenggang selalu macet setiap hari Sabtu dan Minggu. Namun tidak dengan Kotagede, kecamatan ujung selatan timur Kota Jogja yang berbatasan dengan Kabupaten Bantul itu cukup lenggang. 

Baca Juga : Anak Skate Punk Merapat, Toxictoast Telurkan Album Baru Nih

Keindahan Kotagede yang tetap memancarkan aura masa lalu itu selalu memberikan kedamaian bagi siapapun yang menghampirinya.

Ya, Kotagede adalah salah satu kota tertua di Nusantara. Kotagede resmi berdiri di akhir abad ke-15 di awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam. Kotagede memiliki beberapa peninggalan bersejarah. Salah satunya Makam Raja-Raja Mataram. Di tempat itulah, Panembahan Hanyakrawati dimakamkan berdampingan dengan ayahnya Panembahan Senopati, raja pertama Kesultanan Mataram.

Panembahan Hanyakrawati adalah raja Mataram terakhir yang bergelar Panembahan. Setelahnya raja penerusnya bergelar sultan (Sultan) dan susuhunan (Amangkurat dan Pakubuwono), gelar penguasa yang lebih tinggi dari panembahan.

Selain panembahan terakhir yang menjadi penguasa, Hanyakrawati juga adalah raja Mataram terakhir yang dimakamkan di Kotagede. Namun perlu kita pertegas yang disebut terakhir disini kita batasi sebagai raja Mataram sebelum Perjanjian Giyanti 1755. 

Karena setelah Hanyakrawati, ada raja lain Sultan Hamengkubuwono II yang juga dimakamkan di Makam Raja-Raja Mataram Kotagede. Namun Hamengkubuwono II adalah raja yang berkuasa setelah Perjanjian Giyanti dengan Mataram terpecah menjadi dua kerajaan, Surakarta dan Yogyakarta.

Hamengkubuwono II wafat pada tahun 1828. Ia sejatinya akan dimakamkan di Imogiri namun tidak dilakukan karena pada waktu itu sedang berkecamuk Perang  Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro. 

Jadi, bisa disimpulkan, Hamengkubuwono II adalah Raja Yogyakarta yang merupakan bagian dari Dinasti Mataram, karena Mataram sudah terpecah menjadi dua. Oleh sebab itu, yang sah menyandang predikat Raja Mataram terakhir yang dimakamkan di Kotagede adalah Panembahan Hanyakrawati.

Mengenai wafatnya Panembahan Hanyakrawati, catatan Gubernur Pertama VOC di Tanah Jawa Jan Pieterzoon Coen mengabarkan raja kedua Mataram ini wafat sekitar 1 Oktober 1613. Mengenai penyebab kematian raja, tidak banyak diketahui penyebab pasti. 

Sumber terkuat menyatakan raja kemungkinan wafat di lapangan perburuan (krapyak) saat sedang berburu.Inilah mengapa setelah meninggal ia lebih sering disebut dengan nama Panembahan Sedo Ing Krapyak atau Panembahan Krapyak. Jasadnya dimakamkan di Kotagede, dengan pusara berada di sisi bawah atau kaki makam ayahnya Panembahan Senopati.

Panembahan Hanyakrawati memiliki nama kecil Raden Mas Jolang. Ia merupakan putera Panembahan Senopati dengan permaisuri yang berasal dari Pati, daerah paling istimewa di masa awal berdirinya Kesultanan Mataram. Secara urutan putra-putri Senopati, Jolang berada di urutan kesepuluh, namun saudara-saudara lain Jolang memiliki ibu yang berderajat lebih rendah.

Susuhunan atau Sunan adalah gelar yang merujuk pada penguasa monarki. Meskipun digunakan kaum bangsawan, penggunaan gelar juga ditujukan kepada orang yang dihormati. Gelar ini berasal dari bahasa Jawa Kuno susuhunan yang berakar dari kata suhun. Istilah "susuhunan" dapat diartikan sebagai "junjungan".  Sedangkan Panembahan, adalah orang yang dijunjung atau levelnya berada di bawah gelar sultan atau raja besar.

Hanyakrawati memiliki beberapa saudara. Di antaranya saudara-saudaranya itu antara lain Raden Mas Tembaga dan Raden Mas Kedawung, diangkat oleh Panembahan Senopati masing-masing sebagai Adipati Puger dan Pangeran Demang Tanpa Nangkil. Dua saudaranya yang lain, Raden Mas Damar dan Raden Bagus, baru diangkat menjadi Pangeran Adipati Purbaya dan Pangeran Adipati Juminah oleh putera yang jadi penerusnya yakni Sultan Agung.

Alasan diangkatnya Raden Mas Jolang sebagai penerus tahta Mataram tidak perlu diragukan, karena ia merupakan putra Senopati dari permaisuri. Meskipun pada waktu itu Senopati memiliki permaisuri lain, Retno Dumilah yang berasal dari Madiun, namun Mataram yang memiliki hubungan istimewa dengan Pati, jelas membuat Jolang terdepan sebagai pewaris tahta. 

Pati adalah daerah kekuasaan keturunan Ki Panjawi, tokoh penting yang ikut menewaskan Arya Penangsang bersama tiga orang pendiri Kesultanan Mataram yakni Ki Ageng Pamanahan, Ki Ageng Giring dan Panembahan Senopati.

Menurut cerita tutur, pengangkatan Raden Mas Jolang sebagai putera mahkota dilaksanakan saat Senopati masih hidup. Dengan status putera mahkota ini, Jolang sempat dikirim untuk menghadapi Adipati Pragola dari Pati yang memberontak. Dalam peristiwa ini,  Jolang nyaris terbunuh.

Baca Juga : Mandi di Sungai, Bocah 8 Tahun di Jombang Tewas Tenggelam

Panembahan Hanyakrawati raja kedua Mataram ini diperkirakan bertahta pada tahun 1601 berdasarkan Babad Tanah Jawi, Serat Kandha dan Babad dalam Meinsma. Dikisahkan pada hari Senin Adipati Mandaraka dan Pangeran Mangkubumi mengantarkan putera mahkota dengan memanggilnya ke sitinggil. Di tempat ini, putera mahkota didudukkan di kursi takhta berbahan dari emas.

Dalam peristiwa ini, Mandaraka dan Mangkubumi menempatkan diri di samping kiri dan kanan putera mahkota. Dengan suara lantang, Mangkubumi kemudian berbicara dengan suara lantang keras kepada rakyat yang berkumpul. 

Mangkubumi berkata “Wahai, orang-orang Mataram, saksikanlah bahwa Pangeran Adipati  sekarang diangkat menjadi sultan menggantikan ayahnya.” Kemudian Mangkubumi menantang siapa saja yang berani melawannya.

Serat Kandha menyebut raja yang baru ini bergelar Senapati Ing Alaga Kerajaan  Mataram. Tidak ada satupun yang berani menentang penobatan raja baru yang masih berusia muda ini. 

Seluruh Mataram mulai dari anggota keluarga dekat, para bupati, dan mantra memberikan hormat kepada Panembahan Hanyakrawati. Setelah peristiwa ini, raja baru kemudian kembali ke istana kerajaan di Kotagede. Kerajaan kemudian mengumumkan akan diadakan jamuan besar.

Panembahan Hanyakrawati juga adalah raja Mataram pertama yang menjalin kontak dengan Belanda. Di tahun-tahun terakhir ia berkuasa, Hanyakrawati mulai mengembangkan politik luar negeri dengan menjalin hubungan dengan orang Belanda. Yang cukup mengejutkan, ia memiliki seorang utusan bernama Juan Pedro Italiano, yang diduga adalah seorang petualang bangsa eropa yang telah masuk Islam.

Hanyakrawati melalui utusannya yang lain, bupati Jepara dan bupati Kudus, membujuk orang Belanda agar mau berkunjung ke daerah mereka. Kedua utusan ini juga membujuk agar Belanda mau mendirikan loji di Jepara dan Kudus. 

Gubernur pertama VOC Jan Pieterzoon Coen tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Loji sementara Belanda kemudian didirikan di Jepara. Di Jepara, Kepala Perdagangan VOC yang bernama Lambert Dirckxz melakukan penyelidikan terkait barang-barang di Jawa yang bisa diperdagangkan. Jepara menjadi kantor kedua Belanda di tanah Jawa setelah yang pertama didirikan di Gresik.

Wafatnya Panembahan Hanyakrawati justru menjadi awal puncak kebesaran Kerajaan Mataram Islam. Raja penerusnya yang merupakan putera Hanyakrawati, Sultan Agung menjadi raja terbesar dalam sejarah Mataram. 

Dengan ambisi besarnya, Sultan Agung berhasil menyatukan seluruh Jawa, kecuali Banten dan Batavia. Sultan Agung juga adalah raja yang tidak suka terhadap Belanda dan tercatat pernah mengerahkan pasukannya untuk dua kali melakukan penyerangan ke markas VOC di Batavia. 

Meskipun gagal, penyerangan ke Batavia itu menjadi sejarah penting bagi bangsa ini, Sultan Agung adalah orang pertama di Nusantara yang melakukan perlawanan terhadap Belanda. Serangan itu gagal, tapi Gubernur pertama VOC Jan Pieterzoon Coen tewas dalam peristiwa ini.

Meskipun sudah ada makam Kotagede, Sultan Agung yang dikenal religius itu membangun makam baru raja-raja Mataram di Imogiri. Makam Raja Mataram Imogiri atau Pajimatan Imogiri adalah kompleks makam bagi raja-raja Mataram Islam beserta keturunannya.

Makam ini dibangun oleh Raja ketiga Kesultanan Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1632. Di kompleks makam yang luasnya mencapai 10 hektar ini dimakamkan raja-raja yang pernah bertahta di Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta beserta keluarganya. 


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Hanyakrawati sejarah makam



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Nurlayla Ratri