JATIMTIMES - Influencer kebugaran Jo Lindner meninggal dunia pada usia 30 tahun. Pria asal Jerman yang kerap membagikan konten soal gym dan latihan tersebut meninggal karena aneurisma. Ia sempat mengeluhkan rasa sakit di leher selang beberapa hari sebelum berpulang.
Lantas apa itu Aneurisma? Melansir laman resmi Kemenkes, Aneurisma otak adalah kondisi di mana terjadi penggelembungan pembuluh darah di otak akibat melemahnya dinding pembuluh darah di suatu titik tertentu. Aneurisma otak juga sering disebut aneurisma serebral.
Baca Juga : Tertawakan Kisah Nabi Ibrahim yang Disebut Prank, Coki Pardede Trending di Twitter
Aneurisma otak merupakan aneurisma yang paling sering terjadi selain aneurisma pada pembuluh darah aorta pars abdominal. Jika aneurisma pada otak pecah, maka bisa menyebabkan hal yang lebih buruk. Seperti kerusakan otak, stroke hemoragik, koma, dan kematian.
Ada 3 (tiga) jenis aneurisma otak yaitu berry (sakular), fusiform dan mikotik berry. Aneurisma jenis mikotik berry adalah tipe yang paling umum dijumpai, lebih sering terjadi pada orang dewasa. Ukurannya dapat berkisar dari beberapa milimeter hingga lebih dari 2 (dua) sentimeter.
Menurut penjelasan laman Kemenkes, riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya aneurisma. Kondisi yang mencederai atau melemahkan dinding pembuluh darah, termasuk arteriosklerosis, trauma atau infeksi, juga dapat menyebabkan aneurisma otak.
Faktor risiko lainnya termasuk penyakit ginjal polikistik, penyempitan aorta dan endokarditis. Jika terjadi ruptur aneurisma akan menyebabkan terjadi SAH (subarachnoid hemorrhage). SAH adalah perdarahan dirongga subarachnoid.
Seperti jenis aneurisma lainnya, aneurisma otak mungkin tidak memiliki gejala apa pun, atau mungkin timbul gejala yang timbul bisa berupa sakit kepala yang parah hingga penurunan kesadaran.
Apa saja penyebab Aneurisma Otak?
Penyebab melemahnya dinding pembuluh darah di otak ini belum bisa dipastikan. Namun, ada beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya aneurisma otak, yaitu sebagai berikut ini.
1. Menderita tekanan darah tinggi (hipertensi).
2. Berusia lebih dari 40 tahun.
3. Berjenis kelamin perempuan, terutama yang sudah menopause.
4. Memiliki riwayat cedera kepala.
5. Mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan.
6. Menggunakan narkoba, terutama kokain.
7. Memiliki kebiasaan merokok.
8. Memiliki keluarga dengan aneurisma otak.
Selain faktor-faktor tersebut, ada juga beberapa penyakit yang dapat meningkatkan risiko terjadinya aneurisma otak, yaitu sebagai berikut ini:
1. Penyakit ginjal polikistik
2. Koartasio aorta
3. Malformasi arteri-vena
4. Sindrom Ehlers-Danlos
5. Sindrom Marfan
Sementara itu, untuk gejala aneurisma otak yang masih berukuran kecil dan belum pecah sering kali tidak menimbulkan gejala. Namun, seiring ukuran aneurisma membesar, penderita bisa mengalami berbagai keluhan, seperti berikut ini:
1. Nyeri di sekitar mata
2. Mati rasa di salah satu sisi wajah
3. Pusing dan sakit kepala
4. Kesulitan berbicara
5. Gangguan keseimbangan
6. Sulit berkonsenstrasi
7. Penurunan daya ingat
8. Gangguan penglihatan
Aneurisma otak yang makin membesar bisa pecah dan menimbulkan perdarahan di otak. Gejala pecahnya aneurisma otak dapat berupa beberapa gejala berikut ini:
1. Sakit kepala parah
2. Pandangan kabur atau penglihatan ganda
3. Mual dan muntah
4. Lemah atau lumpuh di salah satu sisi tubuh atau tungkai
5. Sulit berbicara
6. Sulit berjalan
7. Kelopak mata turun (ptosis)
8. Kejang
9. Penurunan kesadaran
Bagi pasien yang hendak mengetahui diagnosis Aneurisma, pastikan untuk melakukan pemeriksaan diri. Langkahnya sebagai berikut ini:
1. Pemindaian
Baca Juga : Serangan Jantung, Satu Jamaah Haji Asal Blitar Meninggal Dunia Usai Dirawat di RS
Beberapa jenis pemindaian yang bisa dilakukan pada penderita aneurisma otak adalah sebagai berikut:
a. MRI, untuk melihat dan mendeteksi aneurisma otak yang belum pecah.
b. CT scan, untuk melihat kondisi perdarahan di otak akibat pecah atau bocornya aneurisma otak.
c. Angiografi otak dengan CT scan (CTA) atau MRI (MRA), untuk melihat kelainan di pembuluh darah otak, termasuk mendeteksi aneurisma otak.
2. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Jika dicurigai terjadi perdarahan subarachnoid, dokter akan meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan cairan serebrospinal, yaitu cairan yang menyelubungi otak dan saraf tulang belakang. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi ada atau tidaknya perdarahan di otak.
Pemeriksaan cairan serebrospinal biasanya dilakukan jika pasien mengalami gejala pecahnya aneurisma otak, tetapi hasil pemindaian CT scan tidak menunjukkan adanya perdarahan di otak.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit aneurisma otak, yakni dengan menjalani kontrol secara rutin. Apalagi jika menderita penyakit yang meningkatkan risiko terjadinya aneurisma otak, seperti hipertensi. Selain itu, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah aneurisma otak, seperti berikut ini:
1. Berhenti merokok
2. Tidak menggunakan narkoba
3. Mengurangi konsumsi minuman beralkohol
4. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang
5. Berolahraga secara rutin
6. Menjaga berat badan ideal