free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Kisah Pangeran Sambernyawa Dinasehati Petapa Gunung Lawu karena Suka Berpesta dan Main Perempuan

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : A Yahya

30 - Jun - 2023, 17:09

Placeholder
Beksan Werkudara Bagadenta persembahan dari Kadipatan Mangkunegaran. Ditampilkan di event gelar budaya Jogja Catur Segatra di Keraton Yogyakarta tahun 2018.(Foto : Instagram @aonekoe)

JATIMTIMES - Perang Suksesi Jawa III yang berlangsung selama delapan tahun merupakan salah satu perang terdahsyat yang terjadi dalam sejarah Nusantara. Perang ini dipimpin Pangeran Mangkubumi bersama Pangeran Sambernyawa dan Kiai Wirosentiko dari Sukowati. 

Tiga serangkai keturunan Kesultanan Mataram ini berhasil membuat koalisi VOC dan Keraton Surakarta keteteran. VOC, perusahaan dagang milik Kerajaan Belanda, bahkan hampir bangkrut akibat perang yang melelahkan ini.

Baca Juga : Pukul Beduk Malam Takbir Iduladha, Bupati Salwa Ingin Warga Teladani Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

Berakhir dengan pecahnya Keraton Surakarta di akhir episodenya, Perang Suksesi Jawa III benar-benar dipenuhi dengan pertempuran-pertempuran dahsyat. Namun hampir tak pernah ada yang mengetahui, jika perang yang berlangsung di Jawa Tengah dan Jawa Timur ini tidak melulu berisi tentang cerita kesedihan.

Masih ada kisah-kisah yang penuh dengan kesenangan di tengah-tengah perang yang sedang berlangsung. Dari tiga tokoh ini, Pangeran Sambernyawa adalah sosok paling gila jika membicarakan keduniawian.

Pangeran Sambernyawa adalah salah satu tokoh utama Perang Suksesi Jawa III atau yang juga dikenal dengan Perang Giyanti. Dalam perang ini, Sambernyawa adalah orang nomor dua, dia adalah panglima tertinggi pasukan dari Pangeran Mangkubumi, susuhunan dari kalangan pemberontak. 

Dalam menjalankan tugasnya sebagai panglima tertinggi, Sambernyawa dibantu oleh seorang ahli seni perang, Kiai Wirosentiko putra Kiai Ageng Derpoyudo yang tak lain merupakan bekas panglima perang Keraton Kartasura.

Sambernyawa dikenal sebagai seorang ahli strategi perang dan memiliki kesaktian tinggi. Selain jago tempur, dia gemar bersemedi dan menguasai ilmu ghaib. Tubuhnya pendek namun memancarkan kharisma luar biasa. Namun sayangnya, dia memiliki beberapa kebiasaan buruk. Di antaranya  menyukai wanita-wanita cantik, suka menenggak minuman keras dan gemar berpesta.

Dilansir dari buku Samber Nyawa karya M.C Ricklefs, dikisahkan pada suatu hari, Pangeran Sambernyawa mengalami kekalahan besar dari VOC. Ia kehilangan banyak pasukan, seratus kudanya mati. Sambernyawa juga kehilangan harta benda berupa emas dan perak dalam jumlah besar. Dalam keadaan yang menyedihkan itu Sambernyawa lari ke hutan dan bertemu dengan dua pertapa si Samakaton, Gunung Lawu. Petapa itu adalah dua kakak beradik, Adirana dan Adisana. Kisah ini sebagaimana cerita yang tercatat dalam catatan Sambernyawa sendiri dan Babad Giyanti.

Dalam pertemuan itu, dua petapa Gunung Lawu itu mencela Sambernyawa karena kesombongan dan kecanduannya terhadap kesenangan-kesenangan duniawi. Petapa itu mengatakan, kesenangan-kesenangan duniawi merupakan penyebab apesnya hidup dan ketidakberuntungan Sambernyawa. 

Petapa Gunung Lawu juga mengkritik Sambernyawa yang menggunakan gelar berlebihan saat tampil sebagai panglima tertinggi pasukan pemberontak yakni Susuhunan Adiprakosa.

Sambernyawa kemudian tinggal selama beberapa waktu di Gunung Lawu guna bermeditasi tanpa makan, minum dan tidur. Dia baru berhenti bermeditasi setelah tujuh penunggang kuda utusan Mangkubumi datang menjemputnya. Tujuh penunggang kuda itu menyampaikan pesan jika Sambernyawa diutus menghadap paman sekaligus mertuanya, Pangeran Mangkubumi.

Pertemuan antara Sambernyawa dengan petapa Gunung  Lawu itu merupakan episode yang menarik. Dari catatan ini kita bisa menyaksikan jika sosok-sosok petapa di tanah Jawa ada di sepanjang zaman, mulai dari era Jawa lama bahkan hingga saat ini.

Baca Juga : 6 Tips Menyimpan Daging Kurban agar Tidak Cepat Busuk

Bertapa selama beberapa waktu di Gunung Lawu itu membuat Sambernyawa bangkit secara spiritual. Dia kemudian menggila dengan melibas pasukan gabungan VOC dan Surakarta di banyak pertempuran. Namun tetap saja, perlahan kebiasaan buruknya yang menyukai wanita cantik dan gemar berpesta kumat lagi.

Selanjutnya, perayaan kemenangan dalam pertempuran diisi dengan minum-minuman keras dan menari hingga kekalahan dalam perang terjadi lagi. Di penghujung hari, pasukan pemberontak mengalami kerugian yang lebih besar dari kerugian yang dialami VOC. Dalam keadaan yang kembali sulit ini, Sambernyawa mengirim sepucuk surat guna melaporkan hasil yang mematahkan semangatnya dalam berperang. Dalam surat itu, Sambernyawa mengatakan pasukannya menghadapi “hujan tembakan”.

Tak berselang lama, Mangkubumi membalas surat yang dikirimkan Sambernyawa. Mangkubumi dalam surat itu menyampaikan pesan kepada Sambernyawa agar tidak lagi berpesta dengan gadis-gadis penari. Menurut Mangkubumi, berpesta dengan gadis-gadis penari akan menjauhkan Sambernyawa dari hukum Nabi dan dari bantuan ilahi dalam pertempuran.

 Peperangan Suksesi Jawa III dimulai pada 11 Desember 1749 hingga 13 Februari 1755. Dalam perang tersebut, rakyat Mataram memberikan dukungan penuh kepada Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) yang berjuang melawan kolonialisme Belanda dan sekutunya Keraton Kasunanan Surakarta. Koalisi dua tokoh ini semakin tangguh dengan bergabungnya Kiai Wirosentiko, ahli seni perang yang berasal dari Sukowati. 

Puncak dari perang yang melelahkan ini adalah Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Perjanjian ini sepakat memecah Mataram menjadi dua kerajaan, Kasunanan Surakarta yang dipimpin Pakubuwono III dan kerajaan baru Kesultanan Yogyakarta yang dipimpin Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono I. Setelah berdirinya Keraton Yogyakarta, Kiai Wirosentiko kemudian diangkat menjadi Bupati Madiun ke-14 dan namanya berganti menjadi Raden Ronggo Prawirodirdjo I. 

Semangat perjuangan Pangeran Sambernyawa tidak kendor. Dia kemudian seorang diri memimpin perang  melawan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi (Hamengkuwono I) adalah mertua sekaligus paman dari Pangeran Sambernyawa. Dalam perang ini Pangeran Sambernyawa memandang Pangeran Mangkubumi berkhianat dan dirajakan oleh VOC. Selama kurun waktu 16 tahun, Laskar Pangeran Sambernyawa melakukan pertempuran sebanyak 250 kali.

Perdamaian yang diharapkan oleh VOC akhirnya terwujud.Perdamaian tersebut diformalkan Sunan Pakubuwono III dengan Pangeran Sambernyawa dalam perjanjian Salatiga Pada 17 Maret 1757. Pertemuan berlangsung di Desa Jemblung, Kabupaten Wonogiri.Perjanjian tersebut hanya melibatkan Sunan Paku Buwono III dan saksi utusan Sultan Hamengku Buwono I dan VOC.

Perjanjian Salatiga menyepakati Pangeran Sambernyawa atau Raden Mas Said diangkat sebagai Adipati Miji alias mandiri dengan gelar KGPAA Mangkunegara I. Wilayah kekuasaan Mangkunegara I meliputi wilayah Kedaung, Matesih, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Pajang sebelah utara dan Kedu. Wilayah kekuasaan Mangkunegara I ini kemudian dikenal dengan nama Kadipaten Mangkunegaran.


Topik

Serba Serbi Pangeran sambernyawa perang Jawa tanah Jawa perang giyanti



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

A Yahya