JATIMTIMES - Hubungan kerjasama antara Indonesia dan Malaysia telah terjadi sejak lama bahkan sebelum kedua negara tersebut merdeka. Kerjasama yang dibangun oleh Indonesia dan malaysia dilatar belakangi oleh letak geografis yang berdekatan, memiliki kemiripan dalam sejarah, budaya, dan kondisi sosial sehingga kedua negara sering kali disebut sebagai negara serumpun.
Meski begitu hubungan antara Indonesia dan Malaysia tidak selalu berada pada kondisi yang baik, dinamika tersebut terjadi salah satunya saat meningkatnya angka pengaduan pelanggaran terhadap hak pekerja migran Indonesia.
Baca Juga : Ketua Pansus PT PBS DPRD Banyuwangi Bermimpi Pelabuhan Ketapang Penuh Kapal Milik Rakyat
Tingginya tingkat pengaduan tersebut menunjukkan kondisi pekerja migran di malaysia yang tidak aman dimana seharusnya perlindungan terhadap pekerja migran telah diatur dan dijamin pada peraturan pekerja migran negara Malaysia hal ini juga meningkatkan potensi tindakan pelanggaran yaitu human trafficking lintas negara.
Kondisi ini kemudian dapat berpengaruh pada hubungan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia jika permasalahannya terus menerus berlanjut dan tidak kunjung menemukan solusinya.
Hingga saat ini jumlah pekerja migran Indonesia di Malaysia semakin meningkat setiap tahunnya, hingga tahun 2021 jumlah pekerja migran Indonesia telah mencapai 459.703 pekerja dan menjadikan malaysia sebagai negara penempatan pekerja migran Indonesia terbanyak.
Dampak positif dari adanya pekerja imigran dirasakan oleh kedua negara baik Indonesia maupun Malaysia, adanya pekerja migran menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia dan meningkatkan devisa negara.
Sedangkan bagi negara Malaysia, pekerja migran Indonesia telah memberikan kontribusi yang besar dalam pembangunan ekonomi di malaysia, namun kontribusi tersebut tidak berbanding lurus dengan hak dan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Malaysia kepada para pekerja Indonesia.
Pekerja migran Indonesia seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak layak, upah minimum yang rendah, diskriminasi, kekerasan, deportasi, dan eksploitasi pada saat bekerja di berbagai sektor di malaysia. Mengingat pentingnya peran pekerja migran bagi peningkatan devisa negara, maka untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja perlu adanya kesepakatan, undang-undang, dan dukungan langsung dari pemerintah Indonesia untuk melindungi para pekerja migran Indonesia terkhususnya yang bekerja di Malaysia.
Dalam hal ini Pemerintah Indonesia dan Malaysia mengoptimalkan komitmen kedua negara terkait perlindungan pekerja migran di Malaysia melalui penerapan One Channel System (OCS). OCS merupakan sebuah sistem yang mengatur penempatan dan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia yang berfokus pada mengatasi 7 permasalahan utama yaitu perekrutan tenaga kerja, sistem jaminan sosial, peningkatan upah minimum, sistem satu pekerja satu tugas, regulasi pekerja migran tidak berdokumen, pemeriksaan kesehatan bagi pekerja, dan penguatan layanan konsuler bagi tenaga kerja migran Indonesia yang bekerja di Malaysia.
Dengan menggunakan sistem ini dinilai dapat memberi jaminan perlindungan yang maksimal bagi pekerja migran Indonesia. OCS terintegrasi dengan aplikasi SIAPKERJA milik Indonesia dan aplikasi Foreign Workers Centralized Management Syste, milik malaysia yang kemudian sistem OCS ini dikelola oleh perwakilan Indonesia di Malaysia dan departemen Imigrasi Malaysia, seluruh data pekerja migran Indonesia akan masuk ke KBRI Kuala Lumpur, sehingga pihak kedutaan Republik Indonesia dapat dengan mudah memonitor dan melacak pekerja dan majikannya.
Baca Juga : Tutup Sidang Pleno, Begini Harapan Rektor UIN Malang
Pengimplementasian OCS kemudian akan memberikan banyak manfaat bagi pekerja migran Indonesia seperti menyatukan seluruh proses mulai dari rekrutment hingga kepulangan melalui satu sistem sehingga mempermudah proses komunikasi dan koordinasi antara pihak-pihak terkait, seperti pemerintah, lembaga perlindungan pekerja migran, dan agen perekrutan untuk menghindari calon pekerja dari penyalur imigran gelap yang nantinya bisa berpotensi mengarah pada permasalahan human trafficking.
Pada kesepakatan ini, buruh migran Indonesia dibebaskan untuk memperoleh akses berkomunikasi, dan pengiriman pekerja migran ke Malaysia harus melalui beberapa proses persiapan mulai dari pelatihan, peningkatan kapasitas kerja, proses rekruitmen, proses administrasi, hingga pengawaan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), dari upaya yang dilakukan diharapkan dapat meminimalisir pelanggaran HAM yang dilakukan oleh masyarakat Malaysia terhadap pekerja migran Indonesia.
Secara keseluruhan adanya dibentuknya One Channel System (OCS) sebagai bentuk kerjasama Indonesia dan Malaysia dalam perlindungan pekerja migran Indonesia dapat memberi manfaat yang signifikan bagi pelindungan pekerja.
Namun adanya sistem OCS juga harus dioptimalkan dengan penegakan perlindungan hukum dan pengawasan bagi pekerja migran Indonesia untuk menindaklanjuti jika terjadi pelanggaran terhadap pekerja Indonesia agar pekerja Indonesia bisa mendapatkan perlindungan hukum yang setara dan mendapat perlindungan yang maksimal.
Penulis: Nabila Ima Mitha, Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang