free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Pendidikan

Viral Lagi, Direktur Vox Populi Bandingkan Kurikulum 2013 dengan Kurikulum Merdeka

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Yunan Helmy

20 - Jun - 2023, 22:36

Placeholder
Direktur Vox Populi Institute Indonesia Indra Charismiadji. (Foto: TikTok @taufikhidayat90962)

JATIMTIMES - Video soal perbandingan Kurikulum 2013 (K13) dengan Kurikulum Merdeka (Kurma) kembali viral di TikTok. Video yang menampilkan Direktur Vox Populi Institute Indonesia Indra Charismiadji membandingkan kualitas  kedua kurikulum itu diunggah oleh akun TikTok @taufikhidayat90962. 

Sebagai informasi, video yang diunggah ulang oleh akun tersebut merupakan video potongan dari akun DPR RI Komisi X saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan para pengamat pendidikan April 2022 lalu. 

Baca Juga : Dewas KPK Hentikan Penyelidikan Dugaan Dokumen ESDM yang Bocor, Karyoto: Kemarin Saya Sempat Bertemu Dewas, Bahas Itu

Kala itu, RDPU menghadirkan Ki Darmaningtyas (pengamat pendidikan), Indra Charismiadji (direktur Vox Populi Institute Indonesia), Satriwan Salim (koordinator nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru), Haifa Segeir (Perkumpulan Sekolah Kerjasama), dan Gunawan Effendi (Badan Koordinasi Pendidikan Budhist Indonesia). 

Dalam RDPU itu, ada dua hal yang menjadi pembahasan. Pertama, sinkronisasi regulasi kebijakan Kurikulum Darurat, Kurikulum Prototipe, dan Kurikulum Merdeka dengan peraturan perundangan pendidikan. Kedua, pandangan terhadap kebijakan kurikulum dalam rangka pemulihan pembelajaran dan rencana penerapan Kurikulum Merdeka. 

Akun tersebut menuliskan bahwa anak Indonesia menjadi monyet percobaan Kurikulum Merdeka ala Nadiem Makarim yang bobrok. "Kita kehilangan satu generasi gara-gara negara salah urus," tulis keterangan dalam video itu. 

Sementara isi dalam video, Indra Charismiadji menjelaskan soal perbedaan K13 dengan Kurma. Dia menilai K13 memiliki standar proses pendidikan yang baik. Hal itu teecantum pada Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016.  "Kalau ini (K13) sudah dilaksanakan, pandemi kemarin nggak akan terjadi learning lost," ungkapnya. 

"Ini kan malah kelihatan semua, terbongkar semua sebetulnya kelemahan kita di mana. Saya bisa bacakan sedikitlah (K13). Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu. Sekarang itu guru-guru kita isinya masih memberi tahu jawaban dari buku teks. Padahal eranya sudah era digital, kita cari informasi apa saja ada," sambungnya. 

Menurut Indra, jika bicara soal project based learning, sejatinya sudah ada di K13. "Dari guru satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu," ungkapnya. 

"Jadi, bicara project based learning nggak cuma miliknya Kurma. dari 2013 sudah bicara tentang integrated learning ini, pembelajaran terpadu, pembelajaran berbasis poin," imbuhnya. 

Menurut Indra, problem yang dihadapi pendidikan bukan salah kurikulumnya (K13),  namun pada SDM-nya. "Jadi  sekali lagi problemnya bukan di kurikulum, tetapi SDM-nya kenapa kita ngobatin yang salah kan begitu. Itu hal yang menurut saya perlu dibenahi bersama. Itu PR kita bersama," tandas Indra. 

Selain itu, dia mengaku bingung dengan Kurma yang masih kurikulum prototipe namun sudah diterapkan di sekolah penggerak. Bahkan dia menyebut sekolah di luar sekolah penggerak sudah menerapkan Kurma. 

"Kita sepakat ya Kurma ini adalah sebuah prototipe. Pertanyaan saya kalau ada vaksin covid prototipe, boleh nggak kita suntikkan ke masyarakat? Dapat nggak sertifikat dari BPOM kalau itu vaksin prototipe," kata Indra membandingkan dengan vaksin covid prototipe. 

Lebih lanjut, Indra mengatakan jika vaksin prototipe covid lalu disuntikkannya ke kera dulu baru dicoba ke manusia. Itu pun tidak jutaan manusia yang dapat prototipe vaksin covid. 

Dia juga membandingkan prototipe helikopter dari tukang las di Sulawesi. "Ada tukang las dari Sulawesi yang bikin prototipe helikopter. Bisa terbang helikopternya?  Bakal dapat sertifikat dari FAI nggak? Dari Kemenhub gak untuk jadi helikopter yang dipakai? Nggak," tandasnya. 

"Sekarang pertanyaannya, kenapa jutaan penerus bangsa kita, kita biarkan menjadi monyet percobaan (Kurma)? Kalau kita lihat dari yang sekolah penggerak sendiri ada 2.500 sekolah. Menghitung gampangnya satu sekolah 400, itu sudah  1 juta anak dijadikan percobaan kurikulum prototipe," sambung Indra. 

Indra pun mempertanyakan mengapa produk belum matang tapi dipaksa diterapkan ke anak. "Apa dasarnya? Yang matang dulu saja masih banyak perdebatan. Buktinya masih banyak orang yang gak mau divaksin. Kan itu produk yang matang," ujarnya. 

"Ini jelas produk yang nggak matang tapi dipaksa, dikonsumsi oleh anak-anak kita dan dibiayai oleh uang rakyat. Kenapa? Ini hal-hal mendasar, yang menurut saya butuh pertimbangan yang sangat mendalam. Terutama dari Bapak Ibu sekalian, para anggota dewan sebagai wakil kami untuk mengingatkan," tegasnya. 

Baca Juga : Dukung Energi Baru Terbarukan, FIFGROUP Lanjutkan Pasang Solar Panel yang ke-12

Indra pun menyinggung pengamat pendidikan lain, yang disebut sering mengingatkan soal sistem pendidikan di Indonesia.  "Beberapa kali Prof Johar kan mengingatkan kalau kita bangun jembatan, salah bangunnya, perbaikinya gampang. Tapi kalau jutaan anak kita, kita didiknya salah, satu generasi yang akan hilang," tandasnya. 

Menurut Indra, Indonesia punya potensi ke arah salah pendidikan. Pasalnya, Ia menilai Kurma ini memang tidak disiapkan secara matang. 

"Bukan obat yang tepat, apalagi masih prototipe. Tetapi sudah dipaksakan di jutaan anak kita. Karena sekarang sudah dalam tanda kutip mendorong semakin banyak sekolah di luar sekolah penggerak untuk menggunakan Kurma ini. Padahal masih prototipe," ujarnya. 

Lebih lanjut Indra juga bingung soal perubahan K13 menjadi kurikulum darurat dan menjadi kurikulum prototipe.  "Terus terang saya bingung Bapak Ibu (DPR), jadi ibaratnya dari kemeja ukuran XL inikan K13 ya, katanya mau dikecilkan ya kan, disederhanakan jadi ukuran M, tapi kok produk akhirnya jadi sweater. Kan begitu," ujarnya. 

"Gimana caranya bisa muncul dari K13 disederhanakan, tiba-tiba terus muncul kurikulum yang baru dan digunakan untuk obat sebagai pemulihan pembelajaran," imbuhnya. 

Selain itu, Indra mengomentari soal pakar Murma yang bisa membuat kurikulum secara cepat. Jadi, pada 31 Agustus 2020 ada kurikulum darurat, kemudian pada 1 Februari 2021 sudah ada peluncuran sekolah penggerak dengan Kurma. 

"Jadi luar biasa sekali, saya ingin berkenalan dengan pakar pembuat Kurma ini, gimana caranya bisa bikin kurikulum baru dalam waktu 6 bulan," tanyanya. 

"Karena pengalaman Pak Tias, Prof Hamid Hasan itu berapa tahun, Pak? satu setengah tahun itu dengan kondisi normal (tidak pandemi) kan begitu," sambungnya. 

Selain itu, Indra menilai pakar pembuat Kurma ini tidak pernah dikenal. Padahal saat pembuatan K13 banyak pakar pendidikan di Indonesia yang diikutsertakan.  "Ditambah lagi sekarang, pakarnya siapa (Kurma) kita nggak pernah kenal? Dulu (K13) itu pakarnya jelas ada Pak Tyas, ada tadi Prof Yohanes Surya, Prof Hamid Hasan, banyak kita. Kita googling, itu kita tahu pakarnya. Itu pun tidak langsung diterima kan. Itu perdebatannya juga panjang K13. Artinya kita memang mau mencari yang terbaik," jelasnya. 

"Tapi sekarang pakarnya siapa, kita nggak tahu, pembuatnya siapa, kita nggak tahu. Tiba-tiba muncul Kurma, yang dikatakan kalau ini itu adalah obat yang paling mujarab untuk meningkatkan literasi, numerasi, sains kita. Bisa langsung naik di atas rata-rata dunia. Kok jadi kayak jualan nggak ini?" sindir Indra. 

Lebih tegas Indra mengingatkan bahwa soal kurikulum yang dikritisi ini adalah demi generasi penerus bangsa. "Jangan sampai lost generation, hanya karena keinginan kelompok tertentu," ujarnya. 

Indra juga mengklaim jika istilah Kurma mirip dengan kurikulum operasional sebuah sekolah di Jakarta.  "Kurma ini istilah-istilah nya mirip dengan istilah kurikulum operasional sebuah sekolah di Jakarta kan. Capaian pembelajaran, fase, modul ajar, tujuan pembelajaran kok mirip gitu loh. Mirip dengan sebuah sekolah di DKI Jakarta itu," ungkapnya.  

"Yang kita takutkan jangan-jangan ini adalah kurikulum operasional, milik sebuah sekolah, terus dibikin nasional. Padahal sekolahnya sekolah mahal, kan beda sama sekolah yang tiba-tiba ada kambing ikut belajar, yang atapnya bocor ini," pungkas Indra. 


Topik

Pendidikan Kurikulum Kurikulum Merdeka Kurikulum 13



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Binti Nikmatur

Editor

Yunan Helmy