JATIMTIMES - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim terus “diserbu” emak-emak Indonesia terkait usulan penghapusan wisuda di jenjang TK sampai SMA. Keluhan yang ditumpahkan emak-emak dalam kolom komentar Instagram Nadiem itu seperti keluhan biaya yang memberatkan orang tua saat wisuda anaknya.
"Hapuskan wisuda dari TK sampai SMA. Biaya sewa gedungnya mahal. Belum tour ke Bali atau Jogja bagi yang tidak mampu diwajibkan bayar walupun tidak ikut tour. Sampai orang tua minjam2 uang kesana kesini sampai ada yang pinjem rentenir," tulis akun handayani2382.
Baca Juga : Ramai di Twitter, Anak Kecil Tulis Surat Broken Home Hanya Karena Disuruh Cuci Piring
Komentar itu pun mendapat dukungan dari emak-emak Indonesia yang lainnya yang merasa senasib dengan Handayani.
"Wow setuju banget tuk TK/PAUD. Tadinya sudah dilarang tapi akhir-akhir ini menjamur lagi. Semua ikutan wisuda, ortu pada happy, harusnya sih ok kali ya," balas lainnya.
"Bener nih seharusnya ga perlu dipaksakan juga bagi yg memang ga mampu.. Jaman aku sekolah, ga ikut ya ga bayar.. ga dikucilkan jg kl ga bisa ikut.. jd ga ada tuh memaksakan sampe pinjem sana sini dan menyampingkan kebutuhan utama," jawab warganet lainnya.
Bukan hanya di Instagram Nadiem Makarim. Protes juga dilayangkan pada Kemendikbud. Lewat unggahan di Facebook, seorang warganet menyoroti soal anak TK, SD, SMP hingga SMA yang harus mengikuti acara wisuda di hari kelulusannya. Salah satu tulisan itu diunggah di grup Facebook dengan nama "Lahm Marbun."
Unggahan tersebut menuai berbagai komentar warganet. Lewat halaman Facebook tersebut, seorang warganet menceritakan keluh kesahnya karena harus mengikuti wisuda anak-anaknya dari jenjang TK sampai perkuliahan.
"Kembaikan wisuda hanya untuk yang lulus kuliah aja. TK, SD, SMP, SMA tidak perlu. Bikin pusing orangtua aja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI," tulisnya pada Selasa, (13/6/2023).
Terkait protes emak-emak dan usulan penghapusan wisuda di jendang TK-SMA itu, berbagai pihak telah memberikan tanggapannya. Dikutip dari berbagai sumber pada Sabtu (17/6/2023), berikut ini tanggapan beberapa pihak soal usulan penghapusan wisuda di jenjang TK-SMA :
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, yang juga putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), tak mempermasalahkan perayaan wisuda kelulusan untuk anak TK, SD, SMP, dan SMA. "Tidak apa-apa, asalkan tidak keberatan dan tidak memberatkan orang tua," kata Gibran di Puro Mangkunegaran Solo, Jumat (16/6/2023), malam.
Gibran menilai, perayaan wisuda di setiap jenjang pendidikan merupakan hal wajar. Sebab, perayaan dilaksanakan dalam satu kali seumur hidup atau setiap jenjang sekolah.
"Asalkan tidak keberatan dan tidak memberatkan orang tua. Anak-anak senang tidak apa-apa. Itu kan momen sekali seumur hidup ya," ujarnya.
Terkhusus di Kota Solo, setelah sejumlah keluhan muncul di media sosial di berbagai daerah di Indonesia, Gibran mengaku saat ini belum ada laporan berkaitan dengan hal tersebut.
"Tidak ada keluhan. Kalau ada, laporkan saja. Kalau ada orangtua yang keberatan, bayar mahal atau apa, laporkan ke saya ya," ujarnya.
Guru SDN Pela Mampang 12 Nurfadilah
Nurfadilah mengatakan, acara wisuda untuk jenjang pendidikan TK, SD, SMP hingga SMA merupakan kegiatan yang bersifat tidak wajib. Menurut dia, apabila pihak sekolah hendak mengadakan, maka harus melibatkan orang tua murid.
“Bagaimana pun orang tua murid harus dilibatkan,” ujar dia, Jumat (16/6/2023).
Guru yang akrab disapa Dila itu menyebut, jika pihak sekolah hanya mengambil keputusan sepihak, dikhawatirkan akan banyak orang tua murid yang merasa terbebani dalam segi biaya, seperti yang saat ini ramai di media sosial.
“Pihak sekolah nggak bisa langsung tiba-tiba mengadakan wisuda tanpa sepengetahuan orang tua murid. Kalau seperti itu, khawatir banyak yang keberatan karena di sekolah itu tidak semua orang tua murid mampu,” imbuhnya.
Lebih lanjut Dila mengungkapkan, sekolahnya selalu menerapkan sistem voting dengan para orang tua setiap akan mengadakan event seperti wisuda. Ia juga mengungkap, voting itu dilakukan jauh-jauh hari sebelum acara agar orang tua tidak terbebani.
Selain itu, sekolah tempat Dila mengajar juga menerapkan tabungan siswa. Uangnya nanti bisa digunakan untuk membiaya berbagai kebutuhan siswa di sekolah.
“Di sekolah kami, setiap mau mengadakan kegiatan wisuda atau perpisahan, selalu orang tua murid dilibatkan. Mereka diminta voting. Setuju atau tidak,” ungkapnya.
“Biasanya kita gunakan tabungan untuk menjenguk kalau ada siswa yang sakit, membeli perlengkapan kelas, kegiatan study tour hingga wisuda atau perpisahan. Setidaknya tabungan ini sedikit membantu agar orang tua nggak mengeluakan uang terlalu banyak saat ada kegiatan,” pungkasnya.
Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya Holy Ichda Wahyuni
Baca Juga : Pengkab Perbasi Banyuwangi Gelar Penataran Wasit C dan B2
Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Holy Ichda Wahyuni angkat suara terkait problematika yang terjadi di media sosial sekarang.
Holy mengaku kurang setuju dengan prosesi wisuda siswa usia dini yang seperti wisuda mahasiswa. Holy menyebut, siswa boleh saja wisuda namun disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa.
Lebih lanjut Holy mengatakan sebaiknya purnasiswa atau pelepasan siswa terutama di usia dini atau sekolah dasar (SD) dilakukan sesuai dengan perkembangan anak.
"Anak usia dini nuansa pelepasan akhir tahun seharusnya diarahkan pada seremoni yang mendukung penyaluran kreasi siswa," ucap dia dilansir dari laman UM Surabaya.
Holy lalu menyarankan alternatif lain dari wisuda yang bisa dilakukan oleh pihak sekolah. Salah satunya seperti seni tari, membaca puisi, menyanyi, dan aktivitas yang sesuai dengan perkembangan siswa.
"Hal-hal tersebut lebih banyak manfaatnya dalam menumbuhkan rasa percaya diri anak sejak dini," ujar Holy.
Tak berhenti di situ. Holy juga menyarankan agar acara wisuda lebih dikemas agar acara tersebut menjadi sarana intim bagi forum komunikasi guru dan siswa.
Terkait toga yang biasa digunakan pata mahasiswa di jenjang perguruan tinggi, Holy mengatakan apabila tetap ditempatkan pada makna yang sebenarnya justru dapat menjadi value yang memacu motivasi siswa di jenjang PAUD, SD, SMP, maupun SMA.
"Membangun kesadaran dan harapan bahwa perjalanan pendidikan mereka masih panjang. Memacu semangat dan daya juang anak untuk melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi," tukas Holy.
Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbud Ristek Anang Ristanto
Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbud Ristek Anang Ristanto menyatakan kegiatan wisuda mulai dari jenjang PAUD/TK, SD, SMP hingga SMA merupakan kegiatan yang bersifat opsional. Boleh dilakukan, boleh juga tidak.
Dia menyampaikan, Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menyebutkan bahwa kegiatan bersama antara satuan pendidikan yang melibatkan orang tua harus didiskusikan dengan komite sekolah.
"Kemendikbudristek mengimbau agar pihak sekolah dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan komite sekolah dan persatuan orang tua murid dan guru (POMG)," ujarnya Kamis, (15/6/2023)
Menurut Anang, hal di atas perlu dilakukan agar menemukan satu pilihan atau solusi terbaik untuk sekolah seklaigus yang tidak membebani orang tua murid.
Ketua Bidang Politik dan Kebijakan Publik DPP Partai Perindo Heri Budianto
Heri Budianto meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengeluarkan aturan terkait pelaksanaan wisuda pada jenjang pendidikan TK hingga SMA.
Ia menyebutkan, kegiatan wisuda membutuhkan biaya yang tidak sedikit yang kemudian menambah beban finansial orang tua. Terlebih di sekolah negeri yang sudah ada pendanaan dari pemerintah.
"Partai Perindo mendukung penghapusan berbagai macam pungutan-pungutan yang memberatkan masyarakat," kata pria yang diisapa Herbud itu, Kamis (15/6/2023).
Lebih juah ia menjelaskan secara pribadi tidak setuju dengan adanya wisuda TK-SMA. Menurut dia, wisuda identik dengan pendidikan tingkat strata satu ke atas. Untuk itu, jenjang pendidikan di bawahnya tidak perlu menggelar wisuda, namun cukup dengan syukuran sederhana.
"Tidak ada masalah menurut saya dilaksanakan pelepasan (murid), bukan wisuda yang formal seperti strata satu," ujar koordinator juru bicara nasional Partai Perindo itu.
Bagaimana tanggapan kalian soal penghapusan wisuda di jenjang TK-SMA? Setuju atau tidak?