JATIMTIMES - Menko Polhukam Mahfud MD mengaku mendapatkan informasi bahwa ada yang bergerilya ingin terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy Sambo dibebaskan. Namun ada juga yang ingin Sambo dihukum.
"Ada yang bilang soal seorang brigjen mendekati A dan B, brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya mayjen. Banyak kok. Kalau Anda punya mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya letjen," kata Mahfud MD, melansir Kompas.com pada Sabtu (21/1).
Baca Juga : Disiapkan untuk Puslatprov, Area Lintasan Sepatu Roda di Kanjuruhan Perlu Perbaikan
Selain itu, Mahfud juga mendengar lobian agar Sambo dibebaskan itu bahkan dipesan memakai huruf dan angka. Namun, Dia pastikan bahwa independensi kejaksaan terjaga.
"Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen," ujar Mahfud.
Mantan Ketua MK tersebut juga sudah mengingatkan agar majelis hakim maupun kejaksaan menjaga independensi dalam penanganan kasus tersebut. Sebab kasus yang melibatkan eks Kadiv Propam Polri itu menurut Mahfud memang membuat banyak orang sangat tertarik.
Oleh karenanya, Mahfud MD menegaskan, siapa pun yang memiliki informasi terkait upaya gerilya itu agar melapor kepadanya.
"Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan 'gerakan-gerakan bawah tanah' itu," kata Mahfud MD.
Sebelumnya diketahui, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menuntut Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup dalam perkara itu pada Selasa (17/1/2023).
Sedangkan terdakwa lainnya yakni Richard Eliezer dituntut selama 12 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (18/1/2023). Richard dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Baca Juga : Kasus Pemerkosaan Pegawai Kemenkop Siap Diambil Alih Kabareskrim
Sementara itu, Kuat Ma'ruf, Bripka Ricky Rizal, dan istri Ferdy sambo yakni Putri Candrawathi dituntut penjara masing-masing selama 8 tahun. Jaksa menganggap kelima terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Selain itu, Ferdy Sambo juga dianggap terbukti melanggar dakwaan kedua pertama primer yakni Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini hanya Richard yang dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). LPSK juga mengajukan permohonan supaya Richard dipertimbangkan sebagai saksi pelaku atau justice collaborator (JC), karena pengakuannya membongkar skenario di balik kasus itu.
Akan tetapi, saat ini LPSK terlibat perdebatan dengan Kejaksaan Agung setelah Richard dituntut 12 tahun penjara. Sebab jaksa penuntut umum menilai Richard sebagai pelaku utama karena mengakui menembak Yosua atas perintah Ferdy Sambo, sehingga dinilai tidak layak untuk ditetapkan sebagai saksi pelaku.