JATIMTIMES - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Jombang menolak wacana perpanjangan masa jabatan Kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Hal itu dianggap menghidupkan lagi sistem orde baru (Orba) dan membuka celah korupsi di desa.
Penolakan periodesasi Kades itu disampaikan Ketua DPC GMNI Jombang Kelvin Arisudin. Ia mengatakan, GMNI telah mengkaji wacana perpanjangan masa jabatan Kades selama 9 tahun itu.
Baca Juga : Gerebek Pesta Sabu di Jombang, Wanita Ini Bawa Narkoba Senilai Rp 10 Juta
Dari hasil kajian yang dilakukan, periodesasi Kades itu berpotensi menghidupkan tatanan pola pemerintahan Orba. Sebab, akan memunculkan politik dinasti di tingkat desa.
"Ini adalah merupakan kemunduran demokrasi. Karena perpanjangan masa jabatan tersebut berpotensi melahirkan dinasti-dinasti baru di tingkatan desa. Dengan begitu, hanya akan menghambat regenerasi kepemimpinan di desa," ujarnya kepada JatimTimes, Kamis (09/01/2023).
Tidak hanya itu, potensi praktik korupsi di tingkat desa akan juga berpotensi terbuka lebar.
"Mengingat, menurut data ICW bahwa kasus korupsi terbanyak terjadi di sektor anggaran dana desa. Menurut saya yang diinginkan oleh masyarakat bukan perpanjangan masa jabatan kades, melainkan keadilan sosial yang merata. Seharusnya, para kades lebih memikirkan tentang persoalan krisis pangan dan sektor pertanian yang justru menjadi masalah sentral saat ini," kata Kelvin.
Sejatinya, periodesasi Kades telah diatur dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2014. Namun, revisi UU Desa tersebut akan direvisi dan telah masuk dalam Prolegnas tahun 2023 ini.
Baca Juga : Panjat Pohon Kelapa Setinggi 15 Meter, Kakek di Tulungagung Ini Ditemukan Tewas Terjatuh
Wacana tersebut disambut oleh aksi para Kades seluruh Indonesia yang tergabung dalam Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi). Aksi unjuk rasa para Kades ini digelar di depan gedung DPR RI pada Selasa (17/01/2023) kemarin. Mereka meminta memasukan poin perpanjangan masa jabatan Kades selama 9 tahun pada revisi UU Desa tersebut.
Kelvin mengingatkan, baik pemerintah ataupun pihak legislatif mengkaji lagi permintaan para Kades. Terlebih lagi saat ini mendekati momentum Pemilu 2024 yang sarat akan kepentingan politik.
"Jika pemerintah dan DPR sepakat tanpa adanya kajian yang jelas. Maka kami akan bangun parlemen masyarakat, parlemen jalanan. Kita konsolidasikan turun aksi," pungkasnya.(*)