JATIMTIMES - Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo menangis dalam persidangan yang digelar hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (10/1/2023).
Isak tangis Ferdy Sambo pecah usai dirinya mengungkap perasaannya saat menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir N Yosua Hutabarat.
Baca Juga : Jokowi Tanggapi Soal Penangkapan Lukas Enembe oleh KPK
Sambil menangis, Ferdy Sambo mengaku malu lantaran perjalanan kariernya harus berhenti akibat kasus ini.
Pengacara Sambo, Rasamala Aritonang awalnya menanyakan soal karir Ferdy Sambo di dunia kepolisian. Sambo lalu mengatakan bahwa dirinya sudah 28 tahun menjadi anggota Polri. Ferdy Sambo juga diketahui seorang Polri yang menerima Bintang Bhayangkara Pratama.
"Selama berkarier di kepolisian, berapa lama Saudara berkarier di kepolisian?" tanya Rasalama.
"28 tahun," jawab Sambo.
Lebih lanjut, Rasamala meminta Ferdy Sambo menceritakan hal pentingnya di dunia kepolisian.
"Bisa sedikit Saudara jelaskan bagaimana perjalanan karier Saudara selama 28 tahun, singkat saja, terutama di bagian penting perjalanan karier Saudara?" tanya Rasamala.
Mulanya Sambo mengaku malu untuk bercerita. Namun pada akhirnya, ia mengungkap perjalanan karirnya di dunia kepolisian yang terpenting yakni penerimaan penghargaan Bintang Bhayangkara Pratama.
"Sebenarnya saya malu untuk menjelaskan, tapi apa yang saya dapat itu memang harus berhenti di sini, sampai pada penghargaan Bintang Bhayangkara Pratama, itu saya sudah dapatkan tapi harus selesai di sini," kata Sambo sambil menangis.
Isak tangis Ferdy Sambo berlanjut hingga tim pengacaranya memberikan tisu pada Ferdy Sambo.
Sidang berlanjut dengan hakim yang memulai bertanya pada Ferdy Sambo. Pada sidang itu, hakim bertanya apakah Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir N Yosua Hutabarat atau tidak.
Lebih lanjut hakim meminta Ferdy Sambo membandingkan jumlah peluru yang terdapat pada tubuh Brigadir J.
"Apakah saudara ikut menembak tubuh korban?" tanya hakim Wahyu Imam Santoso kepada Sambo, yang diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang pembunuhan Brigadir Yosua di PN Jaksel Selasa (10/1/2023).
Baca Juga : Tiga Lokasi di Kepanjen ini Bisa Jadi Alternatif Relokasi PKL
Dengan tegas Ferdy Sambo lalu menjawab bahwa dirinya tidak ikut menembak Brigadir J.
"Saya sudah sampaikan di depan pimpinan Polri bahwa saya tidak ikut menembak, Yang Mulia. Meskipun di tanggal 5 (Agustus 2022) pengakuan Richard bahwa keseluruhan penembakan itu adalah saya, kemudian berubah di hari saya lupa tanggal 7 (Agustus 2022), saya menembak dua kali dan terakhir saya menembak sekali. Saya bantah, Yang Mulia. Saya tidak melakukan penembakan kepada Yosua," jawab Sambo.
Kemudian, hakim membandingkan pernyataan Ferdy Sambo dengan saksi lainnya yang mengatakan jumlah peluru pada tubuh Brigadir J berjumlah tujuh, yang mana tiga sampai empat peluru milik Eliezer.
"Dihitung pelurunya masih ada 12, kalau yang digunakan senjata Richard itu adalah senjata jenis Glock 17 di mana isinya 17 dan pengakuan Richard adalah dia tidak mengisi penuh senjata itu, atau kalau diisi penuh senjata itu yang keluar hanya lima. Tapi dalam hasil autopsi ada tujuh tembakan. Bisa Saudara terangkan?" tanya Hakim.
Lagi-lagi Sambo membantah tudingan itu dan mengatakan bahwa dirinya tidak ikut menembak Brigadir J.
"Saya sudah sampaikan, Yang Mulia, saya tidak melakukan penembakan terhadap korban Yosua, karena saat itu sudah jatuh, Yang Mulia. Jadi saya tidak melakukan penembakan kepada Yosua pada saat itu. Makanya saya mengambil alih tanggung jawab dan membuat skenario itu," jelas Sambo.
Dalam perkara ini, Ferdy Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma'ruf.
Ferdy Sambo dan terdakwa lainnya diadili dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ferdy Sambo juga didakwa merintangi penyidikan dalam kasus pembunuhan Yosua. Ferdy Sambo didakwa dengan Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan KUHP.