JATIMTIMES - Sebuah lahan hutan pinus di Dusun Arjosari Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang berhasil disulap menjadi tempat wisata yang cukup menarik. Hutan pinus itu saat ini diberi nama Hutan Pinus Semeru (HPS).
Pemberian nama HPS juga bukan tanpa alasan. Lantaran letak wisata tersebut berada di lereng Gunung Semeru, dan wilayahnya berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Baca Juga : Tahun Baru, Nongkrong di Mbale Seduh Jarakan Akan Dimanjakan Kuliner dan Pesona Udara Sejuk Persawahan
Lokasinya yang tersembunyi menjadi keunggulan tersendiri. Suasana tenang yang jauh dari keramaian menjadi alternatif wisata jika bosan dengan pantai atau wisata buatan. Terutama, bagi wisatawan yang sudah penat dengan problematika perkotaan.
Sebelum disulap menjadi HPS, wisata tersebut awalnya hanyalah hutan belantara biasa. Hingga sekelompok pemuda desa bersama mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) dari salah satu perguruan tinggi di Malang mencetuskan ide tersebut.
"Dulu hutan biasa, hutan Pinus Semeru ini awalnya ya iseng-iseng anak muda, dibantu anak KKN waktu itu, untuk dibikin semacam lokasi foto-foto," ujar Ketua Pengelola Wisata HPS, Fathurrozi Zainul Ansori.
Menurut Zainul, saat itu mahasiswa KKN kebingungan mencari program kerja (proker) untuk dilakukan di Desa Sumberputih. Kemudian para mahasiswa ini diajak ke lokasi hutan pinus tersebut.
Mendapati suasana dan kondisi lahan yang dinilai cukup memiliki potensi, para mahasiswa bersama pemuda desa mulai menyusun rencana untuk mengembangkannya. Hingga pada awalnya dibuatlah tempat-tempat swafoto di lokasi dengan memanfaatkan pepohonan yang menjulang tinggi pada area seluas 8 hektare (ha) tersebut.
"Akhirnya kita beli payung dan nyewa hammock. Lalu kita gantung payung dan hammock dan kita bagikan di media sosial. Kok akhirnya banyak penggemar jadi terus dikembangkan," terang Zainul.
Menurut Zainul, pemanfaatan hutan menjari tempat wisata ternyata berdampak cukup positif terhadap perekonomian masyarakat sekitar. Dimana pengunjung yang datang biasa mencari oleh-oleh yang bisa dibeli dari warga sekitar sepanjang jalan dari hutan pinus.
Selain oleh-oleh, di sekitar lokasi juga terdapat persewaan hammock. Tarifnya cukup terjangkau, yakni Rp 5.000 per jamnya. Selain itu, disediakan wahana flying fox bagi yang menyukai tantangan bisa mencoba wahana ini dengan merogoh kocek Rp 15.000 saja untuk sekali permainan.
"Pengunjung yang turun dari HPS itu biasanya cari oleh-oleh. Dan di sini banyak yang jual bunga, itu pasti laku," imbuh Zainul.
Baca Juga : Tak Pulang hingga Tengah Hari, Pencari Pakan Kambing Ditemukan Tewas Dekat Candi Dadi
Namun ternyata, upaya untuk menyulap kawasan itu menjadi wisata sempat membuat kesalahpahaman dengan Perhutani. Hal tersebut mengingat wilayah itu berbatasan dengan TNBTS. Dan pohoh-pohon pinus yang ada di situ telah ditanam oleh Perhutani sejak tahun 2000 an.
"Dulu kita awalnya gak ngerti prosedur. Jadi kita waktu itu ditegur sama Menterinya Perhutani karena tidak ada konfirmasi terlebih dahulu," kata Zainul.
Bermula dari teguran itu, ternyata membuag pihaknya untuk membuat sebuah ikatan kerjasama. Hal itu diperoleh usai upaya konfirmasi sampai ke KPH Malang untuk mengajukan surat kerjasama.
Sayangnya, saat pandemi dua tahun belakangan, kondisinya sepi, hingga saat ini mulai dipromosikan kembali untuk beberapa aktivitas wisata dan olahraga. Diantaramya menjadi lokasi offroad di sekitar hutan.
Zainul mengatakan, kedepannya HPS akan dilakukan pengembangan lanjutan hal ini demi mendorong HPS agar kunjungannya meningkat.
"Kedepan ada penataan ulang, terutama fasilitas tambahan. Seperti tempat duduk, gazebo baru," pungkas Zainul.