JATIMTIMES - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menunjuk owner Kusuma Agrowisata Batu Edy Antoro untuk menerima Anugerah Revolusi Mental 2022 kategori Penggerak Ekonomi Kerakyatan.
Siapa sosok Edy Antoro?
Baca Juga : Sudah Lama Terkena OTT Hakim Edy Baru Jadi Tersangka, Firli Ungkap Alasannya
Edy Antoro atau akrab disapa EA adalah anak kedua dari 8 bersaudara pasangan Dono Dwiyono dan Nisye Aspiati. Lahir di Rumah Sakit Tionghoa Dokter Iwan pada hari Selasa, 27 Mei 1958 sekitar pukul 23.00 WIB.
Dalam buku “Republik Agro Perjalanan Hidup Edy Antoro” yang ditulis Anwar Hudijono (2014) disebutkan bahwa di dalam darah EA mengalir genetika perpaduan Jawa, Arab dan Banjar.
Dono Dwiyono, ayah EA yang akrab dipanggil Don adalah asli Jawa. Sedang darah Arab berasal jalur ibunya. Kakek buyutnya, Syekh Ali yang berdarah Arab menikah dengan Ny Sareh yang berdarah Banjar. Pernikahan mereka melahirkan Ny Rodiah yang kemudian menikah dengan Amirun Joyosuwito. Dari pernikahan itu lahirlah Ny Nisye, ibu EA.
Selama setahun sejak kelahiran, EA tinggal di Surabaya. Setelah itu dia diboyong ke rumah dinas Kebun Kalisanen, Kecamatan Tempur Rejo, Kabupaten Jember. Ayahnya bekerja di kebun yang berada di bawah bendera PNP XVI kemudian menjadi PTP XII. Pada saat itu bekerja di perkebunan sangat keren. Gajinya bisa lima kali lipat dibanding guru.
EA memulai sekolah langsung di SD Santa Maria Fatima Jember tanpa mengawali dengan TK, meski ibunya mendirikan TK di Kalisanen. Di SD, EA dikenal rajin, rapi dan disiplin. Namun prestasi akademisnya tidak menonjol. Justru yang menonjol adalah kepribadiannya yang suka membuat orang lain senang.
Menamatkan SD tahun 1971. EA melanjutkan ke SMP Katolik Santo Petrus Jember. “Nilai akhir saya landai-landai saja,” kata EA.
Pada saat yang hampir bersamaan, keluarganya pindah dari Kalisanen ke rumah dinas PTP XII di Kaliwates, Kota Jember. Perpindahan itu dilakukan sebagai konsekuensi mutasi ayahnya yang menjadi staf Direksi PTP XII.
Setelah tamat SMP, EA melanjutkan ke SMAN (sekarang SMAN 1) Jember, sekolah favorit di kota itu pada tahun 1977. Ia masuk jurusan IPA. “Lumayan saya masuk IPA D,” ujar EA.
Semasa SMA, EA termasuk anak gaul. Meski tidak menguasai alat musik, tapi dia suka musik. Dia doyan lagu-lagunya grup Bee Gees seperti Night on Brodway, Alive. Lagu-lagunya grup ABBA seperti Fernando. Ia pun terus update perkembangan musik. "Gengsi kalau ketinggalan," sebutnya.
EA pun menjadi penggemar grup asal Swedia, Europe yang ngetop dengan lagunya Final Countdown. Grup Deep Purple dengan lagunya seperti Smoke on The Water. Kemudian Led Zeppelin dengan lagunya Starway to Heaven. Ia juga gemar grup musik Tanah Air seperti Koes Plus, The Mercys.
Sebagai anak gaul, EA juga mengikuti mode trendi seperti rambut gondrong, celana komprang hingga sepatu bermerek. Dua trend anak muda yang tidak pernah diikuti EA yaitu merokok dan masuk geng. Sejak bayi dia tidak merokok hingga sekarang. Salah satu hikmah tidak merokok yang dia rasakan adalah tidak ikut mencicipi narkoba.
Ia menamatkan SMA pada tahun 1979. Melalui jalur tes Perintis III ia melanjutkan ke Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Jember (Unej). Jurusan agronomi pada saat itu merupakan “primadona” Unej.
Kuliahnya sempat amburadul di semester satu gara-gara gonta-ganti pacar. Maklum EA kala itu dikenal ganteng, keren, flamboyan. Bahkan dikenal sebagai “Arjuna kampus”.
“Sebenarnya dia itu tidak jago nggombali cewek. Tidak pintar merayu. Kalau nulis surat itu bahasanya jelek. Kelebihan Mas Edy itu memiliki kharisma. Orangnya menyenangkan. Cewek mudah kesengsem sama dia. Bukan hanya saat bujangan, sekarang pun banyak wanita yang mengejar-ngejar dia,” kata Susan Antoro, istri EA.
Susan mengenal betul karena dia kuliah di Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian UJ.
EA pun bertekad bangkit di semester kedua dengan fokus kuliah. Dia berhasil menyelesaikan kuliah selama lima tahun. Banyak orang tidak percaya dia bisa sarjana tepat waktu. EA sendiri mengakui banyak faktor keberuntungan yang menaunginya. Pamannya, Aspiyanto mengistilahkan kalau EA itu jatuhnya selalu di kasur.
Menikah
EA menikah dengan Susan pada Hari Sabtu, 24 Januari 1987 setelah menjalin asmara sejak tahun 1983. Cinta mereka penuh dramatika. Dari pernikahan itu diberkahi tiga anak Gideon Andhika Satrio, Priska Andhina Kusumawardani, dan Abednego Andhana Prakosajaya.
Kini sudah berkembang dengan lahirnya cucu sebanyak lima orang. Dari Gideon dua cucu, dan dari Priska 3 cucu yang dua di antaranya kembar Nana dan Nene.
Anak ketiga Abednego belum menikah dan masih melanjutkan studi S2 di London, Inggris. Ia tidak memilih bidang bisnis seperti saudaranya yang lain, melainkan memilih bidang arkeologi dan sejarah.
Berani Berinovasi
EA memulai kariernya sebagai karyawan percobaan di PTPN XXVI tahun 1985. Ia masuk melalui tes. Berdasar hasil tes psikologi didapati, ia sosok yang produktif, bisa bekerja keras, disiplin tinggi, banyak inisiatif, berdaya inovasi kuat. Ia menyukai obyektivitas, efisiensi dan produktivitas. Integritasnya kuat. Tidak terlalu suka prosedur yang ribet, yang penting hasilnya bagus.
Ia ditempatkan di Kebun Pasaweran, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi. Tugasnya menangani persemaian karet yang sesuai dengan skripsi sarjananya.
Setelah dua bulan, dia dipindah ke bidang penanganan bedeng kopi. Naluri inovasinya mulai bersemi. Tapi saat dia melakukan inovasi, harus berbenturan dengan kultur feodalisme di perkebunan yang terbentuk sejak zaman Belanda. Yang lebih menekankan sikap manut dan narima ing pandum. “Saya malah disalahkan. Dimaki-maki. Meskipun hasil percobaan saya bagus,” kata EA.
Selanjutnya dia dipindah ke bagian pembibitan coklat di Afdeling Wangkal Secang. Lagi-lagi dia melalukan inovasi. Ia mau membuktikan bahwa kegiatan di lapangan tidak cukup tergantung dengan teori tetapi banyak ditentukan oleh feeling, intuisi, kreativitas, keberanian uji coba, dan bertanggung jawab baik benar maupun salah.
Komisaris PTPN XXVI, Ong Cheng Li menyatakan kekagumannya atas model pembibitan yang dilakukan EA. Tentu saja sikap Ong ini mengejutkan banyak pihak karena biasanya Ong yang mantan Direktur Utama PTPN XXVI ini dikenal galak.
Mantan Administratur Afdeling Wangkal Secang Sigit Prakoso mengakui hasil pembibitan EA itu mau melejitkan produksi. Jika biasanya per hektar 3 kuintal, naik menjadi 1,2 ton.
Setelah menjalani masa percobaan lima bulan, dia diangkat menjadi karyawan dengan pangkat sinder. Pengangkatan secepat itu karena kinerjanya yang bagus. Ia dipindah ke Afdeling Kampung Malang, Perkebunan Kalisat Jampit di kawasan Gunung Ijen, satu-satunya tempat budidaya kopi arabica.
Mendobrak feodalisme perkebunan
Lagi-lagi EA berani melakukan inovasi. Tanaman kopi dibuahkan dalam umur 3 tahun. Kalau ketahuan manajemen PTPN bisa disalahkan. Karena mengikuti protap sejak zaman Belanda, kopi baru boleh dibuahkan pada umur 4 tahun. Hasil inovasinya luar biasa. Produksinya meroket dari 1 ton kering lepas kulit menjadi 2 ton.
Inovasi EA itu mementahkan “tesis” Belanda bahwa kopi baru boleh dibuahkan umur 4 tahun. Inovasi ini akhirnya dijadikan standard operasional perkebunan.
Baca Juga : Resmi Dikukuhkan, Bendum Ansor Jatim: Solid Satu Barisan dengan Pusat
Bukan hanya pembaruan budidaya saya yang dibawa EA. Yang lebih fenomenal adalah keberanian dia mendobrak tatanan sosial perkebunan yang cenderung feodalisme ekstrem.
Saat itu kalau mau tahu sisa tatanan sosial warisan Belanda, lihatlah perkebunan. Mau lihat pemikiran struktural yang siklistis, lihatlah perkebunan. Di perkebunan pula hubungan antar strata sosial bernuansa hubungan tuan-hamba.
EA mencoba mengubah struktur feodalisme menjadi struktur sosial yang egalitarian. Hubungan antara stakeholders itu bersifat mitra. Ia lebih mengedepankan struktur fungsional. Tidak membuat jarak dengan karyawan yang berada di tataran paling bawah sekalipun.
Keberanian dia seperti gugusan ombak yang membentur batu karang sehingga pecah menjadi serpihan air. Tindakan EA dinilai menyalahi tatanan sosial yang sudah establis. Hal itu bisa mengancam hegemonik para petinggi perkebunan.
Karena merasa sudah tidak tahan, EA mendapat pemantik lomba karangkitri perumahan perkebunan. Ia memprotes penilaian yang tidak adil. Karena protesnya seperti berteriak di tengah padang pasir yang luas alias tidak direspon, akhirnya dia mundur.
Mula-mula dia mengutarakan niat mundur itu ke ayahnya. “Terus terang Papa sangat keberatan saya mundur dari perkebunan. Alasannya saya ini satu-satu penerus tradisi kami bekerja di perkebunan. Saya matur, perkebunan itu bukan milik kita. Artinya tidak masalah kalau pada akhirnya tidak ada keluarga kita yang bekerja di perkebunan,” kata EA.
Saat niat mundur sudah membulat, dia dipindah ke Perkebunan Belawan. Ia pun boyongan ke Belawan. Tetapi di tengah jalan, truk yang membawa barang-barangnya langsung disuruh ke Malang. Ia pun menyerahkan surat pengunduran diri tanpa menunggu jawaban.
“Saya sudah berusaha mencegah. Apalagi dia sudah mau dipromosikan menjadi sinder kepala. Tetapi dia pada keputusannya,” ujar Amirin, Administratus Kebun Belawan.
Inisiasi Kebun Apel di Daerah Panderman
Setelah mundur dari perkebunan dia sempat menganggur. Pada akhir dekade 1980 dia mulai mengolah tanah milik mertuanya seluas 1,8 hektar di lereng Gunung Panderman, Batu. “Tanahnya campur bebatuan dan masih semak belukar,” kata Wiyono, saksi hidup EA saat mengolah tanah.
Dia menggembleng diri untuk tidak takut menghadapi tanah demikian. Dia ingin membuktikan kemampuannya yang tidak bisa direalisasi di perkebunan. Dia bermimpi menjadi juragan apel. Orang kayanya Batu saat itu mesti juragan apel.
Keberanian dia mencoba budidaya apel dianggap gila. Panderman bukan daerah apel karena termasuk pegunungan kering dan sulit air. Tanaman apel di Batu berada di sebelah utara yang masuk lereng Arjuna. Ia mengalami dua kali gagal produksi. EA pun menjadi bahan tertawaan.
Tapi dia tidak putus asa. Kerja kerasnya membuahkan hasil tahun 1993 yakni tanaman apelnya berproduksi. Sukses EA menjadi inspirasi petani untuk mengubah tanamannya yang umumnya singkong menjadi kebun apel. Maka tanaman apel di Kota Batu pun meluas sampai di kawasan selatan.
Perluasan areal dan meningkatnya produksi memiliki efek harga jatuh setiap musim panen. Lantas di situlah EA berpikir untuk mengembangkan wisata petik apel. Kebun apel di Batu memang banyak tapi baru EA yang menjadikan agrowisata yaitu wisata petik apel. Hasilnya jauh lebih tinggi daripada apel dijual secara ventura.
Sukses itu menginspirasi masyarakat untuk ikut mengembangkan wisata petik di kebun masing-masing. Jadi kalau Kota Batu disebut Kota Wisata dengan primadonanya agrowisata, maka Edy Antoro perintisnya.
EA pun menjadi pionir, bahkan menjadi trend setter. Suluh bagi masyarakat Batu. Bukan hanya budidaya apel dan agrowisata tapi setiap inovasinya diikuti warga masyarakat seperti mengembangkan green house, tanam strawberry, wisata petik buah, memproduksi dodol apel, cuka apel, hingga pertanian organik.
Tidak berlebihan kalau EA disebut tokoh kebangkitan kedua wisata Kota Batu setelah masa emas Selecta sejak zaman Belanda berakhir.
Dari tanah 1,8 hektar berkembang lebih kurang 100 hektar. Di antaranya ia mendirikan hotel bintang 4 Kusuma Agrowisata Hotel and Convension. Dua Presiden yaitu Megawati dan SBY pernah menginap di hotel ini. Ia membuat pabrik minuman sari apel Siiplah.
Selain itu, EA juga banyak membangun wahana wisata. Membuat perkebunan kopi arabica di Batu. Bahkan bergerak ke bisnis properti seperti real estat.
EA memperkerjakan ratusan orang untuk banyak lapangan kerja yang dimilikinya. Ia memprioritaskan warga Batu. Ia ingin masyarakat Batu menjadi pelaku geliat perkembangan daerah itu. "Jangan sampai termarginalkan. Jangan hanya menjadi penonton pembangunan," tegasnya.
EA tipikal orang yang fokus di bidangnya yaitu bisnis. Sebenarnya dia punya kemampuan dan peluang untuk mendiversifikasi profesinya. Ia pernah diminta menjadi calon wakil Walikota Batu bersama Imam Kabul, tapi dia menolak. Setiap ada pemilihan walikota Batu dia selalu diminta oleh masyarakat, tapi EA selalu menolak dengan alasan bukan bidangnya.
Di samping konsisten mengurus bidangnya, salah satu kesenangannya adalah membimbing mahasiswa, kelompok tani atau siapapun yang belajar, magang di Kusuma Agrowisata. Bagi EA merupakan kebahagiaan tersendiri bisa membagikan ilmu pengetahuannya kepada orang lain.