JATIMTIMES - 46 persen dari 1.020 responden, ternyata tak memahami perihal Social Commerce. Social Commerce merupakan sebuah aktivitas penjualan produk dan layanan yang dilakukan pedagang dengan memanfaatkan kanal-kanal sosial digital melalui daring maupun secara langsung.
Hal ini terungkap dari sebuah survei dari Populix, sebuah perusahaan riset berbasis digital. Mereka yang mengetahui platform Social Commerce, hanya sebesar 35 persen.
Baca Juga : Tunggu Keputusan Gubernur, UMK Kabupaten Malang Diusulkan Naik Rp 225 Ribu
Mereka yang telah aware dengan Social Commerce, mengunakannya untuk berbelanja berbagai kebutuhan, seperti membeli pakaian ataupun produk kecantikan. Disisi penjual, social commerce memungkinkan mereka untuk menjangkau calon pelanggan yang lebih luas.
"Sebagian masyarakat Indonesia mengetahui dan pernah mencoba berbelanja melalui social commerce untuk transaksi sehari-hari, seperti membeli pakaian dan produk kecantikan," kata CEO dan Co-Founder Populix Timothy Astandu dikutip dari Tech in Asia.
Kebanyakan mereka para pengguna Social Commerce berada di wilayah spesifik dan telah menggunakan platform seperti yang sudah diketahui sebelumnya.
Ada tiga platform Social Commerce yang paling mendominasi dalam penggunaan oleh netizen, yakni Evermos 22 persen, Kitabeli 14 persen, Dusdusan 12 persen.
Sementara itu, wilayah yang banyak pemakainya yakni, Evermos banyak didominasi oleh para pengguna yang berasal dari Bandung, Kitabeli banyak didominasi oleh pengguna yang berasal dari Surabaya dan untuk platform Dusdusan banyak didominasi oleh pemakaiannya dari Semarang.
Baca Juga : Cara Download Video Tiktok Tanpa Watermark
Platform Social Commerce lainnya yang juga telah digunakan oleh para responden di antaranya adalah, Dagangan 9 persen, mapan delapan persen, Selleri 7 persen, grupin 7 persen, CrediMart 5 persen, Woobiz 5 persen.
Bandung menjadi lokasi paling banyak penguna yang sudah terbiasa menggunakan platform social commerce. Pada urutan selanjutnya, Semarang sebesar 25 persen, Medan 21 persen dan Jakarta 21 persen. Kelas bawah 24 persen menjadi pengguna terbanyak untuk layanan social commerce. Dari seluruh pengguna yang mengunakan Social Commerce, 24 persen berada diusia 26 sampai 35.