JATIMTIMES - Setelah pengumuman UMP pada Senin (28/11/2022) lalu, sejumlah organisasi dan partai buruh melakukan aksi penolakan.
Mereka menilai kenaikan UMP tersebut masih terlalu sedikit dan tidak bisa menutupi kebutuhan mereka.
Baca Juga : Pengendara Roda 4 Nekat Lewat Jurang Susuh, Padahal Ditutup Pasca Tanah Ambrol
Aksi penolakan itu dilanjut dengan gelaran demo besar-besaran yang dilakukan oleh sejumlah organisasi serikat buruh dan Partai Buruh.
Demo buruh rencananya digelar mulai hari ini hingga Rabu pekan depan, 7 Desember 2022.
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan sejumlah alasan kalangan buruh menolak kenaikan UMP DKI Jakarta yang berlaku pada 1 Januari 2023 tersebut.
Menurut Said, kenaikan UMP 5,6 persen atau sebesar Rp 259.944 akan membuat buruh semakin miskin.
Sebab, menurut dia, selama pandemi Covid-19 tidak ada kenaikan upah sama sekali, sementara harga-harga barang melonjak akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
Dampaknya bagi daya beli buruh kecil anjlok hingga 30 persen. Sehingga kenaikan 5,6 persen itu menurut Said malah membuat daya beli buruh makin kebawah.
“Kenaikan 5,6 persen di bawah nilai inflasi tahun 2022. Karena kenaikan UMP tersebut menggunakan inflasi year-to-year, bulan September 2021-September 2022 sehingga hal itu tidak bisa mendeteksi kenaikan harga BBM yang diputuskan bulan Oktober,” kata Said dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (30/11/2022).
Said juga mempersoalkan kenaikan UMP di Jakarta yang sangat kecil ketimbang daerah lain seperti Bogor.
Pemerintah kota Bogor merekomendasikan kenaikan upah sebesar 10 persen. Selain itu ada sejumlah daerah lain yang kenaikan UMP-nya lebih tinggi dari DKI Jakarta adalah Subang, Majalengka, dan Cirebon.
Selanjutnya, Said menilai Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono telah gagal dalam meningkatkan daya beli kaum buruh dan masyarakat.
Baca Juga : SDN 2 Pagedangan Kenalkan Potensi Sekolah Melalui Lomba Konten Kreator
Justru menurut Said keputusan itu malah membawa kaum buruh dan masyarakat berada dalam ekonomi yang paling rendah.
“DKI itu ibu kota negara. Bagaimana mungkin naik upah hanya 5,6 persen, lebih rendah dari inflasi tahun berjalan dan hanya setengah dari dari kenaikan upah Bogor yang direkomendasikan 10 persen,” ucap Said.
Selanjutnya, Said membandingkan penerapan kebijakan Heru dengan penjabat DKI sebelumnya. Terutama terkait dengan upah minimum dan beberapa kebijakan untuk orang kecil.
“Kebijakan Pj Gubernur ini tidak berpihak pada orang kecil," ujarnya.
Sebelumnya, Heru telah mempersilahkan para kaum buruh untuk melakukan aksi penolakan kenaikan UMP.
"Iya enggak apa-apa, itu hak mereka," ujar dia di Gedung DPRD DKI, Selasa, (29/11/2022).
Heru menjelaskan bahwa kenaikan UMP yang telah ia terapkan sudah sesuai dengan pengarahan dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).
"Kan udah penetapannya sesuai dengan pengarahan dari Kemenaker, Rp 4,9 juta," jelas Heru.