JATIMTIMES - Sejak peralihan ke musim penghujan akhir tahun 2024 lalu, sejumlah petani di Kota Batu masih mengeluh sulitnya akses pupuk bersubsidi. Terlebih harga pupuk non-subsidi juga masih dinilai kurang terjangkau.
Hal tersebut menjadi kekhawatiran kalangan petani yang selama ini cukup bergantung dengan keberadaan pupuk subsidi. Sebab sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan pertanian pangan dan perkebunan.
Baca Juga : Loker Makin Sulit, Ini Pesan Penting Rektor Unitri Dihadapan 400 Wisudawan
Seperti yang dirasakan Suwarno, petani di Desa Oro-oro Ombo Kota Batu. Ia harus memutar otak untuk tetap bertani juga berternak dan menggunakan sebagian lahan miliknya untuk tanaman pakan.
"Yang tanam jagung, tapi setengahnya kolonjono (pakan ternak). Di sampingnya, sulit pakan kalau nggak sama nanam sendiri," ujar Suwarno saat ditemui, belum lama ini.
Ia memiliki lahan sekitar 2,500 meter persegi. Sebagian ditanam jagung dengan sistem tadah hujan. Menjelang peralihan musim, dirinya baru menanam untuk memastikan mendapatkan air yang cukup.
"Air sulit, kalau sekarang karena musim hujan saja, tanam," katanya.
Baginya, pupuk berperan penting untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman di lahannya agar tetap subur dan segar. Selain kebutuhan air pada lahan-lahan di dataran tinggi. "Pupuk agak sulit sampai sekarang, kadang jadi mahal. Kalau ikut kelompok tadi kadang dipermudah, tapi nggak semua," jelasnya.
Ia menyampaikan jika pengelolaan pupuk subsidi agar jatahnya merata sangat penting untuk diperbaiki. Terlebih dirinya baru saja masuk di kelompok tani untuk bisa lebih mudah mendapatkan pupuk.
Harga yang ia dapat untuk membeli pupuk, termasuk mahal. Yakni sekitar Rp35 ribu untuk urea dalam takaran 5 kilogram. "Itu termasuk mahal. Saya baru saja di kelompok tani. Semoga dipermudah (akses pupuk subsidi)," harapnya.
Baca Juga : Wabup Didik Beri Pesan Moderasi Beragama di Perayaan Natal Oikumene Korpri Kabupaten Malang
Hal serupa juga dirasakan Sanadi, juga petani di Desa Oro-oro Ombo. Ia mendapati harga pupuk urea sekitar Rp40 ribu untuk 5 kilogram, atau sekitar Rp8.000 per kilogram. Harga pupuk dirasa lebih mahal sejak lima tahun terakhir.
"Pupuk urea, kadang pakai NPK. Dulu Rp4.000 per kilonya. Bisa sekalian beli 25 kilogram Rp90 ribu. Sekarang nggak bisa kalau nggak ke subsidi," ucap Sanadi.
Baginya, akses yang mudah jauh lebih penting dibandingkan harga murah jika mengalami kelangkaan. Ia berharap, agar harga pupuk dan ketersediaannya untuk diakses petani kelas bawah dapat diperbaiki. Sehingga bisa kembali mudah mendapatkan pupuk subsidi sengan harga yang terjangkau.
"Barangnya yang penting ada, nggak sulit. Karena kadang sulit karena ada yang sudah dapat, dapat lagi. Tapi yang belum dapat, nggak kebagian," imbuhnya.