JATIMTIMES - Upaya penanganan bencana yang terjadi di Kabupaten Malang pada Senin (17/10/2022) lalu terus dilakukan. Selain melakukan assestment terhadap dampak terjadinya bencana tersebut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang juga memetakan kemungkinan yang menjadu penyebab terjadinya bencana tersebut.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Kabupaten Malang, Nur Fuad Fauzi mengatakan, setidaknya ada 3 hal yang menjadi penyebab terjadinya bencana tersebut. Yakni pendangkalan sungai, cuaca ekstrem dan luas tutupan lahan yang juga semakin berkurang.
Baca Juga : Waspada Area Blackspot, Begini Teknik #Cari_Aman Berkendara di Area Blackspot
"Yang pertama memang intensitas hujan yang tinggi, kedua pendangkalan sungai dan yang pasti iklim yang terjadi saat ini. Disamping itu juga tutupan lahan juga semakin berkurang," jelas Fuad, Jumat (28/10/2022).
Fuad mengatakan, dalam kondisi cuaca yang ekstrem hingga menyebabkan hujan turun dengan intensitas yang tinggi, air hujan yang bertemu dan mengalir ke sungai, ternyata juga tidak bisa begitu saja langsung menuju ke lautan. Sebab pada kondisi tersebut, biasanya air laut juga dalam kondisi pasang.
"Nanti saat air lautnya mulai surut, baru air sungai ini bisa masuk ke laut," imbuh Fuad.
Sementara itu, dengan kondisi tersebut pihaknya tentu melakukan langkah mitigasi, seperti melakukan pengerukan atau normalisasi sungai. Meskipun, ada sejumlah kendala yang membuat upaya tersebut tidak dapat dilakukan secara langsung.
"Kalau pengerukan atau normalisasi misalnya, itu kan ada yang bukan kewenangan kita (Pemkab Malang). Sebagian juga ada yang menjadi kewenangan BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai)," jelas Fuad.
Namun begitu, terkait bencana pada 17 Oktober 2022 lalu, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan pihak yang berwenang. Hasilnya, dalam waktu dekat akan dilakukan pengerukan atau normalisasi di beberapa titik sungai.
"Kita sudah bersurat dan berkoordinasi. Hasilnya, informasinya akan segera dilakukan pengerukan (sungai)," imbuh Fuad.
Sementara itu, berdasarkan catatan media ini, salah satu wilayah yang terdampak cukup parah atas banjir luapan tersebut adalah Desa Sitiarjo. Informasi yang dihimpun di lapangan, banjir di desa ini terjadi akibat luapan air di Sungai Panguluran yang melintas di Desa Sitiarjo.
Kepala Desa (Kades) Sitiarjo, Mamik Misniati (56) mengatakan, sebenarnya ada hal yang bisa dilakukan, setidaknya untuk mengurangi dampak banjir luapan tersebut. Terutama agar dampaknya bisa diminimalisir.
Baca Juga : Mensos Risma Kembali Kunjungi Kota Malang, Salurkan Bantuan untuk Korban Tragedi Kanjuruhan
Yakni dengan melakukan percabangan pada aliran sungai yang berada di desa yang letaknya di atas Desa Sitiarjo. Salah satunya, di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan.
"Menurut kami kalau di sungai Desa Tegalrejo atau desa lain tidak ada percabangan, ya tetap akan banjir," jelas Mamik.
Sementara itu, wilayah yang juga cukup parah terdampak banjir adalah di Desa Pujiharjo Kecamatan Tirtoyudo. Dimana kurang lebih ada sebanyak 400 KK yang terdampak banjir bandang pada 17 Oktober lalu.
Kepala Desa Pujiharjo mengatakan, Hendik Arso mengatakan, banjir bandang yang terjadi di desanya berasal dari aliran dua sungai yang melintas di Pujiharjo. Yakni Sungai Tundo dan Sungai Purwo.
Kondisi sungai yang dinilai sudah cukup dangkal, dinilai menjadi salah satu hal yang menyebabkan naiknya debit air sungai sampai meluap dan menggenangi rumah warga.
"Jadi ya agar banjir enggak jadi langganan, harapannya ada pengerukan sungai atau normalisasi itu yang maksimal. Yang cukup lama, bukan sebentar-sebenar lalu pergi, jadi kurang maksimal," jelas Hendik belum lama ini.