JATIMTIMES - Yoreni, nenek sebatang kara yang tinggal di RT 48, Dusun Rowotrate, Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan (Sumawe), Kabupaten Malang hanya bisa pasrah saat rumahnya diterjang banjir setinggi 1,5 meter, Sabtu (15/10/2022).
Saat kejadian, nenek 83 tahun itu tak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan diri. Namun untungnya, rumah tempat tinggal Yoreni memiliki pondasi setinggi 1 meter. Sehingga air banjir yang masuk ke dalam rumahnya hanya setinggi setengah meter.
Baca Juga : Djoni Sudjatmoko Tak Ingin HPN Terlalu Berpolitik: Cukup 10%
Hal itulah yang setidaknya bisa membuat nenek renta tersebut masih bisa bertahan hidup di tengah kepanikan warga yang sibuk menyelamatkan diri dan mengemasi berbagai barang berharganya masing-masing.
Ketika di temui Jatim Times, Yoreni tidak kuasa melihat rumahnya yang berukuran sekitar 5 x 8 meter itu dipenuhi material banjir berupa lumpur dan air. Dia hanya terdiam menunggu belas kasihan tetangganya yang sebenarnya juga tak bisa berbuat banyak. Beruntungnya, ada anak bungsunya yang membantu menenangkan dirinya usai banjir mulai surut. Dia adalah Yunik Yarwati.
Dengan didampingi anaknya yang kini berusia 48 tahun tersebut, Yoreni menceritakan kondisinya pasca tragedi banjir melanda. "Ini anak ragil (bungsu) saya. Anak saya yang satunya ada di Jakarta," kata Yoreni yang disampaikan melalui anaknya yakni Yunik saat ditemui di kediamannya.
Diceritakan Yoreni, sejak Sabtu (15/10/2022) dini hari, di kampungnya sedang diguyur hujan. Ketika itu, dia masih belum menduga jika akan terjadi banjir. Hingga akhirnya, pada pagi harinya, nenek sepuh itu mendapat kabar jika sungai yang ada di kampungnya mulai meluap. Di saat itulah, dia mulai panik.
"Tadi malam itu, pas tengah malam sekitar jam 12.00 WIB hujan. Hujannya awet sampai jam 10 pagi. Terus sungainya langsung meluap," keluhnya.
Tidak lama kemudian, luapan sungai tersebut luber hingga menerjang ratusan rumah warga. Termasuk tempat tinggal Yoreni. "Saya dapat kabar kalau sungai sudah banjir, kan warga bisa tahu karena lihat HP (handphone). Mereka (tetangga) langsung menyelamatkan diri," katanya dengan menggunakan campuran bahasa jawa halus.
Sedangkan Yoreni, saat itu hanya bisa pasrah saat banjir menerjang kampungnya. Maklum saja, di usianya yang sudah senja dan kondisi badan yang sudah bungkuk membuatnya tidak leluasa untuk menyelamatkan diri
Jangankan berlari mencari tempat aman. Sekedar mengangkat beberapa barang berharganya saja dia tak kuasa. "Ketinggian banjir sekitar 1,5 meter, tapi yang di dalam rumah setengah meter," ucapnya sambil menunjuk arah dagu seolah menunjukkan ketinggian banjir yang ada di depan rumahnya.
Baca Juga : Tak Segera Ditangani dengan Tepat, Dampak Gas Air Mata Bisa Akibatkan Infeksi hingga Glaukoma
Saat itu, Yoreni hanya bisa berdiam diri di dalam rumah sembari berharap air segera surut. Hal itulah yang juga dilakukan oleh tetangganya. Diam di dalam rumah, karena banjir sudah setinggi 1,5 meter membuat mereka terpenjara, tak bisa kemana-mana.
"Selain banjir dan lumpur masuk ke dalam rumah, sumur saya juga tidak bisa digunakan karena kotor terkena air banjir," tuturnya.
Sementara itu, personel gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang dan para relawan, Sabtu (15/10/2022) sore sudah membantu membersihkan rumah kediaman Yoreni. Selain itu, sumur yang selama ini jadi sumber air utama bagi Yoreni juga sudah dikuras menggunakan mesin penyedot air oleh BPBD Kabupaten Malang.
Di sisi lain, kondisi serupa juga dialami oleh lansia yang bernama Sewitanto. Dia tinggal sekitar 20 meter dari rumah Yoreni. Saat kejadian, kakek yang kini berusia sekitar 65 tahun itu juga berjuang melawan kepanikan sendirian. Sebab, dia kini hanya tinggal di rumah sebatang kara usai ditinggal istrinya yang meninggal dunia.
"Saya tinggal sendirian. Istri saya meninggal bulan 7 (Juli 2022) lalu. Dia meninggal setelah menjalani operasi sebanyak 2 kali. Tiga bulan ini saya tinggal sendiri," tukasnya.