JATIMTIMES - Kepulan asap gas air mata yang ada di tribun membuat ratusan nyawa Aremania melayang. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengaku ada 11 tembakan gas air mata yang dilakukan oleh anggota Polri. Mayoritas ditembakkan ke tribun selatan Stadion Kanjuruhan Malang.
Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan bahwa tembakan gas air mata itu dilakukan karena semakin bertambahnya penonton yang turun ke lapangan. Personel Polri itu menembakkan gas air mata, terutama ke tribun ekonomi berdiri dan tribun selatan.
Baca Juga : Peduli Insiden Kanjuruhan, GPA Siap Beri Pendidikan Gratis hingga Lowongan Pekerjaan Bagi Korban
“Beberapa personel menembakkan gas air mata. Terdapat 11 personel yang menembakkan gas air mata. Ke tribun selatan kurang lebih 7 tembakan, tribun utara 1 tembakan dan ke lapangan 3 tembakan,” kata Listyo, Kamis, (6/10/2022) di Mapolresta Malang Kota.
Perwira tinggi Polri dengan pangkat bintang empat di pundaknya ini membenarkan bahwa tembakan gas air mata itulah yang mengakibatkan penonton panik karena matanya pedih. Karena panik, penonton berusaha untuk meninggalkan stadion. Tapi Listyo menjelaskan bahwa tembakan gas air mata ini juga untuk mencegah kerumunan di lapangan.
“Tentulah ini yang kemudian mengakibatkan para penonton terutama yang ada di tribun yang ditembakkan tersebut, kemudian panik merasa pedih. Dan kemudian berusaha untuk segera meninggalkan arena. Di satu sisi tembakan tersebut dilakukan dengan maksud untuk mencegah adanya penonton yang kemudian turun ke lapangan itu bisa dicegah,” ujar Listyo.
Listyo juga membeberkan bahwa banyaknya korban meninggal dunia itu karena terluka, penonton berusaha keluar dari tribun namun terhalang akses pintu yang sempit. Bahkan saat penonton keluar dari stadion tidak ditemukan penjaga pintu atau match steward yang bertanggung jawab.
“Penonton yang kemudian berusaha untuk keluar, khususnya di pintu 3, 11, 12, 13, 14, sedikit mengalami kendala. Karena ada aturan di tribun ataupun di stadion ini ada 14 pintu. Seharusnya 5 menit sebelum pertandingan berakhir maka seluruh pintu tersebut seharusnya dibuka. Saat itu, pintu dibuka namun tidak sepenuhnya hanya berukuran kurang lebih 1,5 meter dan para penjaga pintu atau steward tidak berada di tempat,” tutur Listyo.
Berdasarkan pasal 21 regulasi keselamatan dan keamanan PSSI lanjut Listyo, disebutkan bahwa steward harusnya sudah berada di tempat selama penonton belum meninggalkan stadion.
Kemudian, berdasarkan hasil investigasi terdapat besi melintang setinggi kurang lebih 5 centimeter di pintu yang dapat mengakibatkan penonton atau suporter menjadi terhambat pada saat harus melewati pintu tersebut.
“Apalagi kalau pintu tersebut dilewati oleh jumlah penonton dalam jumlah banyak sehingga kemudian terjadi desak-desakan yang menyebabkan kemudian terjadi sumbatan di pintu-pintu tersebut hampir 20 menit, nanti akan dijelaskan akan terlihat di CCTV. Dari situlah kemudian banyak muncul korban. Ada korban yang mengalami patah tulang yang mengalami trauma di kepala, dan juga sebagian besar yang meninggal mengalami asfiksia,” beber Listyo.
Baca Juga : Dadang Minta Maaf: Tidak Ada Maksud Menolak Kehadiran Bonek
Penetapan 6 tersangka buntut tragedi Stadion Kanjuruhan telah melalui hasil penyelidikan dan penyidikan. Bahkan, Polri juga telah melakukan gelar perkara atas kasus ini.
“Telah dilaksanakan gelar perkara meningkatkan status. Berdasarkan gelar perkara dan permulaan bukti cukup, maka ditetapkan saat ini enam orang tersangka,” kata Listyo.
Enam orang tersangka yaitu Direktur Utama PT. Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita (AHL), Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Abdul Haris (AH), Suko Sutrisno selaku security officer, Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS, Hasdarman selaku Danki 3 SatBrimob Polda Jawa Timur dan Bambang Sidik sebagai Kasat Samapta Polres Malang.
Listyo pun menegaskan bahwa timnya akan terus bekerja dalam kasus ini. Bahkan, tidak menutup kemungkinan bahwa pelanggar pidana juga akan bertambah.
“Tentunya, tim akan terus bekerja maksimal bahwa kemungkinan penambahan-penambahan pelaku apakah itu pelaku pelanggar etik maupun pelaku karena pelanggaran pidana, kemungkinan masih bisa bertambah dan tim terus bekerja,” tutup Listyo.