JATIMTIMES - Sebagai bagian dari sejarah panjang dinasti Mataram Islam, Kadipaten Mangkunegaran memiliki dua astana sebagai tempat peristirahatan para pemimpin tertinggi. Dua astana itu yakni Astana Mangadeg dan Astana Girilayu yang lokasinya berada di Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Namun tahukah Anda jika ada satu pemimpin tertinggi Mangkunegaran yang tidak dimakamkan di dua Astana tersebut. Ya, sejarah mencatat ada pengageng dan tokoh besar Mangkunegaran yang ternyata dimakamkan di Kota Surakarta. Pemimpin besar Mangkunegaran yakni Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara VI makamnya berada di Astana Oetara yang lokasinya berada di Nayu, Nusukan, Kota Surakarta.
Baca Juga : 5 Film Terlaris Sepanjang Masa, Untung Hingga Triliunan
Menginjakkan kaki di Astana Oetara, peziarah seakan dibawa kembali ke lorong waktu masa lalu. Astana Oetara memiliki keunikan tersendiri dengan desain arsitektur bergaya Art Nouveau perpaduan arsitektur Jawa dan Eropa. Desain itu lah yang membedakan Astana Oetara dengan Astana Mangadeg dan Astana Girilayu.
Pembangunan pasarean seluas lebih kurang 1,4 hektare tersebut dilakukan pada 1926, dua tahun sebelum MN VI mangkat. Di tempat itu tidak hanya ada makam dari KGPAA Mangkunegara VI, tapi juga makam anak keturunan dan pegawainya.
Menariknya lagi, Astana Oetara didesain oleh Ir Soekarno. Di kemudian hari Soekarno menjadi Presiden Pertama Republik Indonesia. Di Astana Oetara terdapat juga makam perintis Kemerdekaan RI, KPH Soejono Handajaningrat, yang tak lain putra KGPAA Mangkunegara VI. Ada juga makam KRMH Jonosewojo Handajaningrat, tokoh reformasi Roy BB Janis, serta para pejuang kemerdekaan dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Di kompleks Astana Oetara terdapat empat bangunan utama. Keempat bangunan itu masing-masing Kedaton Makam KGPAA Mangkunegoro VI, Pendapa Pantjasila Ing Handayaningratan, Masjid Astana oetara, dan Galeri. Pendapa Pantjasila Ing Handayaningratan saat ini menjadi pusat berbagai kegiatan masyarakat.
Kegiatan yang sering dilaksanakan di pendapa ini diantaranya kegiatan kesenian, budaya dan keagamaan. Dilaksanakan pula kegiatan budaya Laras Madyo, Mocopatan, diskusi kebudayaan, kegiatan ibadah dan Grebeg Astana Oetara.
Sedikit ulasan mengenai kiprah Bung Karno di bidang arsitektur. Ya, selain dikenal sebagai pemimpin dan proklamator, Bung Karno rupanya juga seorang arsitek yang mewariskan banyak karya arsitektur nasional.
Bung Karno adalah lulusan Teknik Sipil jurusan Pengairan (Waterbouwkunde) dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun, seorang profesor di ITB membaca bakat Bung Karno dalam menggambar, sehingga diminta menjadi asisten dengan tugas semacam draftman sejumlah proyek arsitektur.
Nama profesor itu adalah Charles Prosper Wolff Schoemaker, yang dikenal juga sebagai arsitek sejumlah bangunan seperti Villa Isola dan Hotel Preanger di Bandung, Jawa Barat. Salah satu rumah yang terkenal menjadi karya mereka berdua adalah rumah Red Tulip.
Belakangan, Sukarno bermitra dengan Ir Anwari, kemudian Roosseno Soerjohadikoesoemo yang dikenal sebagai Bapak Beton Indonesia, sebagai biro konsultan arsitektur. Pengalaman-pengalaman ini membentuk kematangan Sukarno mewujudkan berbagai karya di era berikutnya.
Ketika menjadi presiden, Sukarno banyak mempekerjakan arsitek dalam negeri untuk mewujudkan ide-idenya atas berbagai bangunan publik Indonesia. Salah satunya adalah Sudarsono, arsitek yang memvisualisasikan ide Bung Karno tentang Tugu Monas di Jakarta.
Baca Juga : Wakil Bupati Ngawi Tutup Kejuaraan Pencak Silat Kapolres Cup III tahun 2022
Kembali lagi membahas KGPAA Mangkunegara VI dan Astana Oetara. Sebenarnya apa yang menyebabkan Mangkunegara VI tidak dimakamkan di Astana Mangedeg atau Astana Girilayu? Penyebabnya adalah beliau mendengar bahwa Belanda menyatakan jika putera yang dilahirkan untuk menjadi penerus tahta bukan dari permaisuri. Saat itu putera yang dipersiapkan menjadi penerus tahta adalah KPH Soejono yang lahir dari Istri Mangkunegara VI.
Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu membuat aturan, anak selir tidak boleh menjadi raja, atau kalau di Mangkunegaran pengageng adalah Adipati. Mendengar kabar yang tersiar dari pihak Belanda itu, Mangkunegara VI kemudian memilih mundur sebagai pengageng Kadipaten Mangkunegaran. Beliau kemudian memilih pergi dan tinggal di Surabaya. Di Surabaya semangat perjuangan Mangkunegara VI terhadap penjajah tidak surut. Beliau aktif dalam pergerakan Budi Utomo.
Mangkunegara VI dengan legowo mundur sebagai pengageng Kadipaten Mangkunegaran pada tahun 1914. Beliau mundur dengan lapang dada. Mangkunegara VI wafat pada 25 Juni 1928 setelah menjalani perawatan di RS Darmo, Surabaya. Jenazah Mangkunegara VI dibawa dari Surabaya ke Surakarta menggunakan kereta api dari Stasiun Gubeng.
Sesampai di Surakarta, jenazah Mangkunegara VI disemayamkan di Tiong Ting. Kedatangan jenazah Mangkunegara VI disambut oleh para pengikutnya dan warga China. Persemayaman jenazah Mangkunegara VI di Tiong Ting pada waktu itu dilakukan atas permintaan masyarakat China. Selama hidupnya, Mangkunegara VI dikenal dekat dengan rakyat dari kalangan etnis Tionghoa.
Lalu kenapa jenazah Mangkunegara VI tidak disemayamkan di Istana Mangkunegaran? Ternyata hal ini karena adanya permintaan langsung dari Mangkunegara VI. Beliau merasa sudah tidak lagi menjadi pengageng Kadipaten Mangkunegaran. Oleh sebab itu beliau tidak mau lagi masuk ke Istana Mangkunegaran. Oleh sebab itulah jenazah beliau disemayamkan di Tiong Ting.
Dari Tiong Ting, jenazah Mangkunegara VI kemudian diberangkatkan ke Astana Oetara dengan menggunakan kereta kencana. Lahan di Astana Oetara sudah dipersiapkan sendiri oleh Mangkunegara VI untuk pemakamanya.
Lahan yang digunakan untuk Astana Oetara itu dibeli Mangkunegara VI pada tahun 1909. Lahan itu memiliki luas 14.000 meter persegi. Astana Oetara juga digunakan untuk permakaman anak-anak Mangkunegara VI dan para pengikutnya.
Sebenarnya tidak ada larangan bagi Mangkunegara VI dimakamkan di Astana Girilayu. Namun Mangkunegara VI telah mempersiapkan sendiri pemakamanya di Astana Oetara. Tempat itu dipilih agar MN VI dekat dengan rakyat.