JATIMTIMES - Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Gerakan Persaudaraan Pemuda (Gema) Keadilan Jawa Timur (Jatim) secara tegas menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang ditetapkan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada Minggu (4/9/2022) lalu pukul 14.30 WIB.
Setidaknya terdapat enam jenis BBM yang dilakukan penyesuaian harga oleh pemerintah. Dikutip dari laman MyPertamina, BBM yang mengalami kenaikan per liternya yakni pertalite dari harga Rp 7.650 naik menjadi Rp 10.000; solar dari harga Rp 5.150 naik menjadi Rp 6.800; pertamax (RON 92) dari harga Rp 12.500 naik menjadi Rp 14.500.
Baca Juga : Hadir di Mypertamina Mechanical Competition 2022, Pemkot Kediri Ingin Siswa SMK Bersaing Jadi Mekanik Andal
Sedangkan BBM yang mengalami penurunan per liternya yakni Pertamax Turbo (RON 98) dari harga Rp 17.900 turun menjadi Rp 15.900; Dexlite dari harga Rp 17.800 turun menjadi Rp 17.100; Pertamina Dex dari harga Rp 18.900 turun menjadi Rp 17.400.
Ketua DPW Gema Keadilan Jatim Ahmad Fuad Rahman menyampaikan, tidak tepat pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM di tengah menurunnya harga minyak dunia dan kesulitan ekonomi masyarakat Indonesia pasca pandemi covid-19.
Pasalnya, sejak Juni 2022 hingga hari ini, data harga minyak dunia di oilprice.com terus mengalami penurunan hingga mendekati USD 80 per barel. Sedangkan angka tersebut masih berada di bawah harga Indonesian Crude Price (ICP) atau rata-rata harga minyak mentah Indonesia yang pada APBN Perubahan 2022 sebesar USD 100 per barel.
Pihaknya pun mengeluarkan empat poin pernyataan sikap dari DPW Gema Keadilan Jatim untuk merespons kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM.
Pertama, situasi ekonomi Indonesia saat ini masih sangat terpuruk akibat buruknya tata kelola keuangan negara dan ditambah oleh pandemi covid-19 dua tahun terakhir yang membuat berbagai sendi perekonomian Indonesia terpukul.
Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka (tpt) dan terhambatnya pertumbuhan ekonomi berimbas pada meningkatnya indeks kemiskinan di Indonesia.
Di Provinsi Jawa Timur sendiri, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per bulan September 2021 tercatat jumlah penduduk miskin sebesar 4,259 juta orang yang mengacu pada garis kemiskinan dengan pendapatan sebesar Rp 445.139,-/kapita/bulan dengan rata-rata rumah tangga miskin di Jawa Timur memiliki 4,14 orang anggota rumah tangga.
"Sehingga besarnya garis kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah dengan pendapatan sebesar Rp 1.842.875,-/rumah tangga miskin/bulan. Mereka yang berpendapatan rendah tersebut antara lain terdiri dari kalangan petani, nelayan, buruh, tenaga honorer, usaha mikro, sektor informal," jelas Fuad dalam keterangan tertulis, Kamis (8/9/2022).
Kedua, kenaikan harga BBM yang diberlakukan oleh lemerintah berefek domino terhadap komoditas ekonomi lainnya. Kenaikan harga komoditi tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya biaya produksi dan/atau distribusi.
Baca Juga : Kulineran di Lamongan, Cak Imin Tegaskan Koalisi Gerindra dan PKB Masih Solid
Menurutnya, hal ini dapat memicu inflasi dan memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia serta berisiko mengurangi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.
"Padahal konsumsi rumah tangga merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini. Sehingga disimpulkan kenaikan harga BBM sangat memberatkan bagi kelompok masyarakat kelas menengah kebawah," ucap Fuad.
Ketiga, bantuan langsung tunai (BLT) pengalihan subsidi BBM yang dicanangkan oleh pemerintah sebesar Rp 600.000, akan diberikan dalam dua tahap kepada 20,65 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan 16 juta pekerja sebagai bentuk kompensasi atas naiknya harga BBM.
Anggaran ini dialokasikan dari dana sebesar Rp 12,4 triliun dari total penambahan dana bansos sebesar Rp 24,17 triliun. Di Jawa Timur sendiri, Pemerintah akan memberikan BLT kepada 1,7 juta keluarga penerima manfaat.
Hal ini tentu sangat timpang mengingat dampak buruk yang diberikan atas kenaikan BBM lebih besar daripada manfaat BLT yang diberikan oleh Pemerintah.
Selain itu, pemberian BLT terkesan tendensius dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan utama yang disampaikan oleh pemerintah berkaitan dengan tidak meratanya subsidi BBM. Apalagi data BLT penerima bansos masih karut marut dan berpotensi tidak tepat sasaran.
"Dengan seluruh alasan tersebut diatas, maka dengan ini Gema Keadilan Jawa Timur sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia dan masyarakat Jawa Timur menyatakan untuk menolak keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dan akan melakukan aksi penolakan secara nyata baik secara mandiri maupun bersama dengan elemen bangsa lainnya," tegas Fuad.