JATIMTIMES - Ratusan sopir dump truk kembali mengepung kantor Bupati Banyuwangi, Senin (25/7/2022) pagi. Para sopir dan pemilik dump truk itu menyampaikan keluh kesah mereka alami selama ini di lapangan.
Mereka yang tergabung dalam Persatuan Dump Truk Banyuwangi (Perdumpwangi) itu, menyampaikan beberapa tuntutan dalam aksi demo yang dijaga ketat personel kepolisian dan Satpol PP.
Baca Juga : Meninggal Dunia, Ahli Waris Guru Ngaji di Kota Blitar dapat Santunan BPJAMSOSTEK
Dari penuturan koordinator aksi Perdumpwangi, ratusan sopir dump truk itu sering terlibat konflik dengan masyarakat, terkait konflik di wilayah tambang.
Mereka meminta keadilan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi karena sebab tidak tegaknya keadilan membuat pihaknya merasa mendapatkan diskriminasi.
Setidaknya ada lima tuntutan dari ratusan sopir dump truk yang ditujukan kepada Bupati Banyuwangi, Ketua DPRD Banyuwangi sampai dengan Kapolresta Banyuwangi.
Khotib, Salah Seorang Koordinator Aksi Demo menyatakan tuntutan pertama mereka adalah meminta Pemkab Banyuwangi bersikap tegas kepada oknum pejabat, perusahaan dan kontraktor yang nakal.
"Kedua, kami menuntut pemerintah berkomitmen dan mewujudkan langkah nyata, bukan hanya rapat-rapat terus," ujar Khotib dengan lantang.
Karena para sopir dump truk tidak mau selalu menjadi korban, pihaknya meminta dalam tuntutan Bupati, Ketua DPRD dan Kapolresta Banyuwangi agar segera menjalankan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 60 Tahun 2021, yang mengatur tentang angkutan barang mobil bak muatan terbuka di Banyuwangi.
"Perbup sudah dibuat, kami minta segera diterapkan di lapangan dan jangan biarkan kami jadi korban," tegas Khotib.
Kemudian ke-empat, mereka menuntut pemerintah melakukan pembatasan muatan maksimal se-Kabupaten Banyuwangi. "Bukan justru kendaraan yang sudah standar dibatasi dan dipersempit ruang geraknya," imbuhnya.
Baca Juga : Kantor Pertanahan Lumajang Bikin Cafe 37, Selain Ngopi Bisa Ajukan Permohonan Sertifikat
Sedangkan yang terakhir mereka menuntut pemerintah daerah secepatnya menerapkan zona merah pada daerah rawan konflik. Seperti di Kecamatan Songgon, Singojuruh dan Sempu.
Yang tidak kalah penting adalah melarang kendaraan truk yang melebihi kapasitas beroperasi di seluruh wilayah Banyuwangi, karena berpotensi dapat merusak jalan yang ada di Bumi Blambangan.
"Kami juga meminta agar pemerintah melawan tegas kendaraan ODOL (Over Dimension/Overloading) beraktivitas pada zona merah tersebut, mengingat Perdumwangi selalu terseret konflik dengan warga setempat," imbuhnya.
Para sopir dump truk itu juga mengharap kepada aparat penegak hukum (APH) agar kooperatif dalam menegakkan aturan agar mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh warga Banyuwangi.
Sampai berita ini dinaikkan, perwakilan sopir dump truk masih melakukan upaya mediasi bersama pejabat Pemkab Banyuwangi khususnya terkait dengan persoalan tambang.