JATIMTIMES - Pengukuhan profesor kehormatan di bidang Ilmu Manajemen Sumber Daya Alam Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) untuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI Siti Nurbaya Bakar, terdapat secuil cerita yang bermakna.
Perempuan kelahiran Jakarta, 28 Agustus 1956 ini pun menceritakan sekilas perjalanan hidupnya, mulai lulus SD hingga menjelang masuk kuliah.
Baca Juga : Usulan Surya Paloh Duet Pemersatu Bangsa 2024 ke Jokowi Dapat Dukungan dari Partai Politik
Mantan Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI ini menyampaikan, setelah lulus dari SD Muhammadiyah Matraman Jakarta, dirinya selalu menuliskan gelar Profesor dan beberapa gelar akademis lainnya pada nama lengkap yang tertulis pada sampul buku tulisnya.
"Saya sebenarnya dari kecil itu, baru lulus SD sudah berpikir mau jadi profesor. Di buku tulis saya itu sampulnya semuanya tak tulisin Profesor Doktor Insinyur MSc, baru nama saya Siti Nurbaya," ungkap Siti kepada JatimTIMES.com, Sabtu (25/6/2022).
Setelah lulus dari bangku SD, Siti pun mengenyam pendidikan di SMPN 50 Selamet Riyadi, Jakarta. Di bangku SMP ini, Siti terus berupaya untuk mewujudkan keinginannya menjadi seorang akademisi yang memiliki gelar akademik profesor.
"Jadi saya itu nggak ngerti harus gimana, gimana, pokoknya saya mau jadi profesor, mau jadi doktor, mau jadi MSc, mau jadi insinyur," kata Siti.
Ketika disinggung alasannya selalu menyertakan gelar akademik Profesor, Doktor hingga Insinyur, perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini menyampaikan bahwa dirinya sejak kecil gemar membaca koran.
"Karena saya kan dari kecil, ayah saya polisi, ibu saya direktur perusahaan belanda, jadi suka baca koran, ngikutin (informasi terbaru) aja," tutur Siti yang merupakan alumnus SMAN 8 Bukit Duri, Jakarta.
Memasuki dunia perkuliahan, Siti pun menceritakan terdapat kisah yang mengharukan. Pasalnya, lulus dari SMAN 8 Bukit Duri, Jakarta, Siti berkeinginan masuk ke Jurusan Teknik Elektro Universitas Indonesia (UI) dan pada saat itu dirinya telah membeli formulir pendaftaran.
"Kemudian saat pulang, tahu-tahu tanggal 31 Desember 1974 terima panggilan dari IPB (Institut Pertanian Bogor), rupanya ibu saya yang mengirim formulir. Kan dulu modelnya kalau daftar pakai pos wesel. Kemudian dikirim balik formulir.
"Kemudian saat pulang, tau-tau ibu saya bilang nih (panggilan tes) dari IPB (Institut Pertanian Bogor), rupanya ibu saya yang mengirim formulir. Itu tanggal 31 Desember 1974 sore-sore jam 5 ada pos sepeda kring kring, Itu malam tahun baru," jelas Siti.
Kemudian, ketika Siti bertanya kepada sang Ibunda, lalu sang Ibunda Siti pun menjawab bahwa dirinya telah mendaftarkan Siti Nurbaya Bakar masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB). "Lalu di tanggal 1 Januari 1975 nya ibu saya wafat karena kecelakaan. Oh saya pikir ini sudah perintah ibu, jadi saya nggak tes (masuk kuliah) kemana-mana," terang Siti.
Baca Juga : Hadiri Resepsi Bersih Desa di Desa Purworejo Sanankulon, Wabup Blitar Ajak Nguri-uri Budaya
Dirinya yang sejatinya harus mengikuti tes masuk kuliah di Jurusan Teknik Elektro UI pada tanggal 4 Januari 1975 pun membatalkan niatnya tersebut dan lebih memilih menjalankan keinginan sang Ibunda untuk mengikuti tes masuk kuliah di IPB pada tanggal 9 Januari 1975.
"Akhirnya saya ikut tes IPB tanggal 9 Januari. Saya masuk IPB dan keterima dan terus berjalan," tutur Siti.
Lulus dari IPB, Siti pun melanjutkan ke jenjang magister dan berkuliah di International Institute for Aerospace Survey and Earth Science (ITC), Enschede, Belanda. Tidak puas dengan gelar sarjana dan magisternya, Siti pun melanjutkan ke jenjang doktoral di IPB yang berkolaborasi dengan Siegen University, Jerman.
Kemudian, pada Sabtu (25/6/2022) ini, perempuan yang menjabat sebagai Menteri LHK RI sejak tahun 2014 hingga saat ini dianugerahi gelar profesor kehormatan dari Fakultas Pertanian UB. Hal ini menambah jumlah deretan profesor di UB. Siti Nurbaya Bakar pun menjadi profesor ke-30 di Fakultas Pertanian UB dan profesor ke-167 di Universitas Brawijaya.
"Ini juga kok persis di akhir, karena ini (pengukuhan sebagai profesor) juga ada batasan umur 67 tahun. Persis saya di batas 66 tahun," ujar Siti sambil bersyukur dan tersenyum merekah.
Sementara itu, Siti yang mengawali sebagai seorang birokrat sejak tahun 1979 dan di tahun 1981 sudah menjadi Kepala Sub Bidang Analisis Statistik Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lampung ini berpesan bahwa tidak mungkin di dalam birokrasi tanpa ilmu pengetahuan.
"Saya ini kan lama ya menjadi birokrat mulai tahun 1979, itu nggak mungkin birokrasi bekerja tanpa ilmu pengetahuan. Jadi saya dari dulu mencoba akrab dengan akademisi dan mencoba punya scientific sense, jadi itu yang saya coba," pungkas Siti.