JATIMTIMES - Suwarno (51) menjadi salah satu dari banyak peternak sapi perah di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, yang sapinya turut sakit akibat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
Suwarno mengaku sapi miliknya mengeluarkan gejala dalam beberapa waktu terakhir. Total ada tiga ekor sapi perah yang dimiliki Suwarno. Dan ketiga sapi itu punya gejala yang tidak pernah ia jumpai sebelumnya.
Baca Juga : Diduga Ngantuk, Seorang Karyawan Tabrak Pohon di Jalan Pahlawan Tulungagung
Sapi yang pertama gejalanya ditemui pada bagian mulut yang selalu mengeluarkan busa. Sapi kedua, gejalanya ada pada bagian belakang kuku di kakinya. Yakni terdapat bagian putih yang menyerupai nanah. Dengan kondisi tererbut, sapinya tidak bisa menapak dengan sempurna saat berdiri.
Sapi yang ketiga, badannya selalu bergetar atau tremor. Tepatnya di bagian perut dan sekitar kaki. Parahnya, sapinya yang mengalami tremor ini juga sedang hamil.
"Ini kalau berdiri, bergetar (tremor)-nya semakin kencang," ujar Suwarno.
Suwarno mengaku bahwa gejala yang ada pada tiga ternaknya tersebut tidak pernah ia jumpai selama ia berternak sapi perah sejak tahun 1990. "Nggak pernah pernah saya temui yang seperti ini. Ya baru tahun 2022 ini. Biasanya hanya sakit panas biasa. Kalau panas biasa, gejalanya itu sapinya ngrongsong (bernapas ngos-ngosan). Kalau begitu biasanya dikasih obat tradisional berupa kunir dan kuning telur. Itu ng gak lama sudah sembuh," terang Suwarno.
Sementara itu, ramuan tradisional yang sama juga ia berikan untuk sapinya yang saat ini bergejala tersebut. Namun, ternyata tidak banyak merubah kondisi si sapi. Pun setelah diberi semacam antibiotik dari petugas kesehatan KOP SAE Pujon.
Selain itu, nafsu makan sapi perah miliknya juga menurun. Hal tersebut ia tunjukan dengan tumpukan rumput untuk makanan sapi yang masih banyak tersisa.
Baca Juga : Beredar Video Diduga Momen Sebelum Anak Ridwan Kamil Terseret Arus di Sungai Aare Swiss
"Biasanya sekali kasih makan 4 ikat. Itu cepat habis. Ini sudah beberapa hari nggak habis-habis," ujar Suwarno.
Yang lebih memprihatinkan, Suwarno -yang sehari-hari mengandalkan susu dari hasil perahan sapi miliknya- terpaksa harus gigit jari. Sebab, sejak sapinya mengalami gejala sakit tersebut, produktivitas susunya juga menurun.
Biasanya, dalam sekali perah, sapinya bisa memproduksi sapi hingga 35 liter. Namun sejak sakit, hasil perahannya tak pernah lebih dari 15 liter. Apalagi, satu ekor sapinya tidak memungkinkan untuk diperah karena sedang hamil.
Untuk itu, Suwarno berharap segera ada tindakan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang atau dari pihak terkait lainnya. Seperti pengobatan atau vaksin. Tentu agar sapinya bisa kembali produktif menghasilkan susu.