JATIMTIMES - Rencana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) yang semestinya digelar pada tahun 2024 mendatang, dikhawatirkan dapat membawa negara Indonesia pada kondisi otoriterianisme. Pasalnya, rencana tersebut hingga saat ini banyak mendapat penolakan dari masyarakat.
"Bahaya jika penundaan pemilu terjadi, kita akan kembali ke otoriterianisme. Cirinya, ketika pemerintah atau penguasa mengambil keputusan itu tidak mengajak ngomong rakyat atau tidak disetujui oleh sebagian besar rakyat. Itu akan kembali ke otoriterianisme, itu yang tidak boleh," ujar Pengamat Politik dan Pemerintahan Universitas Brawijaya, Wawan Sobari Ph.D.
Baca Juga : Survei LPMM: Airlangga Unggul Jika Head to Head dengan Prabowo dan Ganjar
Salah satunya, berdasarkan survey dari Saiful Mujani Research and Consulting yang menyebut bahwa sebesar 78,9 persen publik menolak rencana penundaan Pemilu. Rencana itu sendiri digulirkan dengan 3 alasan. Yakni terkait dengan Ibukota Nusantara (IKN), Pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi.
"Jadi apapun alasannya, yang dikemukakan oleh para pendukung rencana penundaan pemilu yakni berkaitan dengan IKN, pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi, dari hasil Survey Saiful Mujani Research and Consulting sebanyak 70 persen lebih masyarakat tidak setuju dengan penundaan pemilu. Apapun alasannya," terang Wawan.
Dirinya juga menilai bahwa gelombang penolakan dari kalangan mahasiswa terkait rencana tersebut adalah respons yang wajar. Menurutnya, penolakan dari mahasiswa itu adalah bagian dari 70 persen masyarakat yang menolak rencana penundaan pemilu.
Terlebih menurutnya, jika rencana itu jadi dilakukan, yang dikhawatirkan adalah kembalinya kondisi Indonesia seperti era sebelum reformasi. Sedangkan di sisi lain, sudah lebih dari 20 tahun, Indonesia telah banyak melakukan reformasi di setiap lini untuk berdemokrasi.
"Katakanlah hal itu terjadi, kita kembali ke situasi sebelum reformasi. Apakah kita mau seperti itu, apakah kita tidak rugi, perjalanan reformasi, perjalanan demokrasi 20 tahun lebih itu hanya ambisi perpanjangan masa jabatan," jelasnya.
Baca Juga : Ramadhan Membawa Berkah, Penjual Takjil Online Kebanjiran Pesanan
Apalagi, jika gelombang penolakan terus mengalir tidak hanya dari mahasiswa, yang dikhawatirkan adalah munculnya konflik horizontal, antara masyarakat yang menolak rencana tersebut dan masyarakat yang mendukung rencana penundaan pemilu.
"Saya terus terang khawatir, jika isu itu terus dipaksakan, dan mendapat penolakan dari gelombang mahasiswa, ormas, itu jika nanti akan terjadi. Nah risiko buruk, ingat masih ada masyarakat yang setuju. Pendukung pemerintah, pendukung rezim itu kan masih ada yang mengatakan setuju, risikonya konflik horisontal antara yang mendukung dan yg tidak mendukung. Bukannya penundaan pemilu untuk konteks pertumbuhan ekonomi, menjaga momentum ekonomi, malah berisiko menjadi menjadi instabilitas karena situasi yang menimbulkan konflik," pungkasnya.