JATIMTIMES - Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti memberikan pernyataan mengejutkan soal wacana penundaan pemilu. Kali ini, La Nyalla menegaskan lembaga yang dipimpinnya siap menjadi palang pintu untuk menghadang wacana tersebut.
"Upaya-upaya untuk menunda pemilu pasti kita halangi. Saya duduk di sini, sebagai ketua DPD RI karena dipilih rakyat. Saya tidak ada urusan dengan kepentingan oligarki," tegas La Nyalla dikutip dari video yang diunggah oleh channel YouTube Forum INSAN CITA saat memberikan keynote speech Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita dengan tema "Pemilu 2024: Jadi atau Ditunda?"
Baca Juga : Kapolres Pamekasan Blusukan Cek Stok Migor dan Bahan Pokok ke Pasar Tradisional
La Nyalla melanjutkan dengan cerita saat sebuah koran ternama di ibu kota mempertanyakan bagaimana DPD RI akan menghalangi usulan penundaan pemilu atau perubahan konstitusi melalui amandemen. Sebab, jumlah anggota DPD tak signifikan untuk menghadang jika partai politik kompak.
"Saya katakan, keputusan perubahan pasal dalam amandemen diputuskan dalam sidang MPR. Sedangkan MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD RI. Pertanyaan saya, jika tidak ada anggota DPD di dalam sidang tersebut, apakah masih bisa disebut sebagai sidang MPR?" tanya La Nyalla.
Kalaupun ada upaya-upaya dalam amandemen itu untuk memasukkan agenda perpanjangan masa jabatan presiden atau perubahan isi pasal yang memungkinkan pemilu dapat ditunda dengan mudah, maka La Nyalla memastikan akan menyampaikan secara terbuka kepada rakyat.
"Bahwa ada selundupan seperti ini. Yang menyelundupkan si A dan si B. Saya akan sampaikan terbuka saja. Tidak ada masalah untuk saya. Ini demi kepentingan rakyat dan bangsa," ujar La Nyalla lagi.
Oleh sebab itu, La Nyalla menyebut lembaganya sudah membuat tata tertib bahwa keputusan sidang paripurna DPD RI bersifat mengikat. Termasuk dengan agenda dan kepentingan DPD RI dalam amandemen ke-5 akan diputuskan di sidang paripurna. Sebab, dalam amandemen ke-5 nanti, jika memang terjadi, DPD RI akan mendorong penguatan fungsi dan peran DPD RI sebagai wakil dari daerah, sekaligus wakil dari unsur non-partisan, non-partai politik.
Lebih lanjut, ia mengatakan belum lama ini Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan puluhan juta orang menghendaki pemilu ditunda berdasarkan big data. Namun, La Nyalla membantahnya melalui data yang diperoleh dari big data tersebut.
Baca Juga : Usai 5 Purnawirawan Jenderal dan Sopir Angkot, Kini Giliran Guru Juga Ikut Gugat UU IKN ke MK
"Karena kami di DPD RI juga menggunakan mesin big data sebagai bacaan persoalan-persoalan yang ada di daerah. Jadi kalau saya lihat, upaya-upaya yang dilontarkan melalui pernyataan-pernyataan, baik itu dari ketua partai maupun dari Pak Luhut, sebenarnya adalah agenda setting untuk membentuk persepsi publik, sekaligus membentuk opini di masyarakat bahwa penundaan pemilu memang pantas untuk dilakukan," sanggah La Nyalla.
Menurut dia, hal ini hampir mirip dengan lembaga-lembaga survei, yang merilis hasil survei untuk membentuk persepsi publik atau agenda setting. Bahwa seolah-olah Si A atau Si B mendapat dukungan kuat, sementara Si C dan Si D tidak memiliki elektabilitas.
La Nyalla mengatakan, persoalan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden ini harus ditolak dengan menggunakan kerangka berpikir seorang negarawan. "Bahwa penolakan itu adalah prinsip yang dikehendaki bangsa ini. Bangsa ini sudah sepakat bahwa masa jabatan presiden hanya 5 tahun, dan maksimal 2 periode, bukan 3 atau 4 periode," cetus La Nyalla.
Dikatakannya pula, bahwa pemilu adalah mekanisme evaluasi yang diberikan kepada rakyat setiap 5 tahun sekali, bukan 7 tahun atau 8 tahun.