JATIMTIMES - Remaja putri berinisial GR (18) warga Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang melaporkan majikannya ke Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Malang, Selasa (29/3/2022) terkait dugaan penyekapan.
Didampingi kuasa hukumnya Agus Subiyantoro, korban GR mengaku disekap selama sepuluh hari. Dengan detail tiga hari di kunci dalam kamar milik majikannya dan tujuh hari tidak boleh keluar rumah majikannya di wilayah Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.
Baca Juga : Rektor Pro-Anies Baswedan Diperiksa Polda Metro Jaya, Benarkah Gelar Profesornya Palsu?
“Hari ini kami membuat laporan terjadinya penyekapan yang dialami klien kami. Di mana saat kejadian pada akhir Februari 2022 kemarin, GR di kunci dalam kamar selama tiga hari. Hanya diberikan makan satu kali. Lalu kemudian tidak boleh keluar rumah selama tujuh hari juga,” ungkap Agus usai menyerahkan laporan ke Satreskrim Polres Malang, Selasa (29/3/2022) siang.
Agus menceritakan, kliennya tersebut adalah pegawai toko sembako. Saat itu, korban diberi mandat sebagai kepala toko dan diminta memenuhi target penjualan Rp 30 juta sehari.
“Target penjualan ini juga tidak manusiawi. Sehingga, korban menjual harga sembako di bawah harga toko. Akhirnya, oleh majikan pemilik toko dianggap ada selisih keuangan yang justru harus dibebankan pada korban. Kalau memang pihak toko merasa rugi, harusnya ada audit keuangan secara menyeluruh,“ tegas Agus.
Karena menurut majikannya ada selisih uang, korban kemudian dikunci dalam kamar selama tiga hari. Dan tidak diperbolehkan keluar dari rumah selama tujuh hari.
“Korban kemudian disekap dalam kamar selama tiga hari. Dikunci dari luar. Hanya diberi makan satu hari sekali. Apabila korban ingin ke kamar kecil, baru dibukakan pintu setelah korban menggedor gedor pintu. Sementara tujuh hari, setelah dikunci dalam kamar, korban tidak boleh meninggalkan rumah majikan. Jadi korban di sekap dalam rumah selama sepuluh hari," terang Agus.
Kasus ini kemudian mencuat setelah korban memberanikan diri untuk menelepon orang tuanya. Namun oleh pemilik toko, korban dipaksa menandatangani surat persetujuan dan diminta mengganti kerugian keuangan.
“Kami melihat ini seperti perbudakan modern. Dimana saat bekerja, korban ini masih di bawah umur. Jam kerja korban juga lebih dari 8 jam per hari dengan upah di bawah UMR Kabupaten Malang dan tidak ada libur. Korban sudah bekerja 15 bulan. Artinya ada Undang Undang Ketenagakerjaan yang diabaikan oleh pemilik toko,” papar Agus.
Baca Juga : Usai Pulbaket, Kejari Kota Malang Limpahkan Berkas Dugaan Kasus Korupsi PTN ke Itjen Kemendikbudristek RI
Terpisah, Kasi Humas Polres Malang Iptu Ahmad Taufik mengatakan bahwa pihaknya masih akan mendalami kasus tersebut. Karena pihak korban baru mengadukan kejadian tersebut hari ini.
“Untuk pengaduan masih diterima SPKT hari ini ya, kemudian nanti diarahkan ke UPPA untuk kita dalami lebih lanjut apakah yang dialami korban sesuai dengan pelaporan,” ujar Taufik.
Dalam hal ini, pihaknya juga tidak ingin gegabah untuk memberikan statemen. Sebab, hal itu harus dikuatkan dengan pemeriksaan yang dilakukan.
“Masih di dalami, kalau memang ada indikasi sesuai pengaduan, akan kita munculkan laporan Polisi. Namun demikian kita lakukan interogasi dulu, dan tahapan tahapan pemeriksaan untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut,” pungkas Taufik.