JATIMTIMES - Koalisi mahasiswa Universitas Tribhuwana Tunggadewi (Unitri) menggelar aksi demonstrasi Selasa (8/3/2022). Mereka menuntut pemotongan SPP 20% tidak dicabut oleh pihak kampus meski nanti kuliah berlangsung luring (luar jaringan) atau tatap muka. Alasan mahasiswa, ekonomi saat ini sedang sulit karena pandemi covid-19.
Wakil Rektor III Unitri Dr Totok Sasongko MM menanggapi aksi mahasiswa itu. Dia menyampaikan bahwa aksi mahasiswa relatif pada kaidah-kaidah kesopanan karena berjalan dengan tertib. Dalam hal ini, Totok menyebut aspirasi yang disampaikan mahasiswa patut diapresiasi.
Baca Juga : Setahun Kepemimpinannya Diberi Rapor Merah, Ini Jawaban Bupati Jember
“Entah nanti pendapatnya itu terakomodasi seratus persen atau berapa persen pun, itu adalah kewenangan pimpinan, yakni Bapak Rektor. Yang penting, masing-masing tidak ada keinginan memaksakan kehendak bahwa pendapat saya yang paling benar. Menyampaikan aspirasi silakan. Jadi, kami tidak menghalangi mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi,” katanya di gedung rekotorat lantai 2.
Lebih lanjut Totok mengatakan, berdasarkan pertemuan hari ini, yang merasa keberatan dengan pembayaran 100% akan diberi tambahan waktu perpanjangan pembayaran registrasi. Namun, apabila mahasiswa sudah telanjur membayar 100% tetapi perkuliahan kembali dilakukan secara daring, maka uang akan diditipkan ke bagian keuangan untuk memenuhi kebutuhan di lain waktu.
Terlepas dari itu, kebijakan pemotongan ini akan diberlakukan dengan memperhatikan perkuliahan yang dilakukan, apakah secara online atau offline. “Kalau dalam waktu dekat ini sudah ada pemberitahuan harus daring, bayarnya cukup 80%. Tetapi kalau dalam waktu dekat ini belum ada keputusan daring atau luring, bayarnya kembali ke 100% . Namun, apabila dalam perjalanannya harus kembali daring, maka yang 20% tadi disimpan untuk membayar kepentingan di kemudian hari," jelasnya.
Totok menambahkan bahwa akan dilakukan pertemuan bersama rektor dan perwakilan koalisi mahasiswa Unitri untuk membahas lebih lanjut dan menjawab aspirasi yang disampaikan.
“Hari ini belum terjawab semua dan masih bersifat sementara. Maka esok akan diadakan pertemuan bersama Bapak Rektor dan tiga perwakilan dari koalisi mahasiswa,” ucap wakil rektor III.
Salah satu koordinator lapangan demo mahasiswa Unitri, Yohanes Bhoka Pega, menyampaikan tuntutan yang disampaikan terkait pencabutan pemotongan SPP 20% harus diwujudkan karena melihat situasi dan kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan di masa pandemi yang masih berlangsung.
“Kami bukan mempersoalkan kuliah luring atau daring, tetapi soal kondisi ekonomi yang memang belum memungkinkan. Kami memang menginginkan adanya kuliah offline. Tetapi situasi ekonomi tidak memungkinkan. Apalagi kuliahnya masih setengah, yakni luring dan daring,” ungkapnya.
Baca Juga : Yudisium Semester Ganjil TA 2021/2022, Dekan FIP Unikama: Peran Guru Tak Bisa Tergantikan oleh Mesin
Di samping itu, koalisi mahasiswa menyampaikan tuntutan tersebut melalui press release yang berisi "keluhan" kewalahan dalam membayar uang SPP secara penuh karena melihat kondisi orang tua dalam situasi covid-19. Berdasarkan hal tersebut, koalisi mahasiswa Unitri menyampaikan permohonan mempertimbangkan Surat Keputusan Nomor:16/TB-KU.340/II/2022.
Ada beberapa tuntutan yang disampaikan koalisi mahasiswa Unitri ke rektorat. Pertama, menolak pencabutan SPP 20% dengan alasan utama adalah kondisi ekonomi orang tua belum stabil sehingga kesulitan mencari dana untuk membayar SPP. Kedua, pengawalan pendaftaran mahasiswa baru melalui pihak ketiga dengan alasan begitu banyak relasi yang memanfaatkan mahasiswa baru untuk memperkaya diri sendiri. Ketiga, fasilitas kampus, sekretariat dan akses wi-fi. Dan keempat, atribut parkiran resmi.
Lebih lanjut, Yohanes mengatakan apabila pihak kampus belum merespons poin tuntutan yang diajukan hari ini, maka koalisi mahasiswa akan mengadakan aksi kembali di Unitri. “Kami akan turun aksi lagi. Meskipun 5 atau 6 orang, kami akan tetap bersuara karena saya pikir itu pernyataan resmi rektorat di depan mahasiswa dan polisi. Pasti kami akan bersuara lagi atau pun lewat media-media propaganda dan lain sebagiannya supaya kampus bisa merespons,” ujarnya