JATIMTIMES - Krisis harga dan kelangkaan minyak goreng belum usai. Kali ini pedagang pasar tradisional keluhkan pasokan terbatas dari peritel yang disalurkan lewat distributor.
“Minyak goreng langka, sebab pasokan yang diberikan pedagang tradisional pasar sangat terbatas sementara permintaan pelanggan banyak," cetus Ali pedagang pasar di wilayah Kabupaten Tuban.
Baca Juga : Suguhkan Pengobatan Alternatif, Mbah Gimbal Sambangi Malang
Menurutnya, pedagang pengecer seperti dirinya biasanya hanya mampu menyediakan minyak goreng selama dua sampai 4 hari. Stok ini dikirim dari peritel distributor luar kota.
“Selain harga di patok naik dari Gresik. Pasokan barang terbatas masalah bagi kami, seperti permainan-permainan yang sudah biasa karena tidak berfungsinya pemerintah sehingga distributor dan produsen minyak goreng itu semaunya saja menetapkan harga yang jadi beban pasar tradisional,” jelasnya.
Sebagaimana dilaporkan, masyarakat pada umumnya ibu rumah tangga dan pelaku usaha kecil seperti jajanan, gorengan, makanan siap saji di sejumlah wilayah kesulitan memperoleh minyak goreng kemasan sederhana maupun premium di ritel-ritel modern. Minyak goreng di pasar tradisional pun masih dijual dengan harga pasaran Rp 29 ribu. Persolan yang sudah terjadi bulanan menjadikan pelaku wirausaha produksi kerupuk rumahan memilih menghentikan pembuatan kerupuk alias gulung tikar.
"Sudah dua mingguan libur tidak membuat produksi kerupuk. Bagaimana lagi bahan baku minyak goreng, terigu naik semua. Kalau dipaksa produksi kerupuk sudah pasti tidak bisa menutupi modal awal," tutur Umamah di wilayah kecamatan Senori.
Senada Umamah, seorang penjual makanan siap saji kentucy Kholipah (33) sudah sepekan lebih juga memilih menutup gerai lapaknya yang berdiri di tepian jalan Yani Senori. Pasalnya, harga kentucy masak yang biasanya di jual Rp 4 ribu seiring meroketnya minyak goreng di jual Rp 6 ribu. Hasilnya kentucky tidak laku, secara otomatis juga tidak bisa menutupi modal awal pembelian bahan penggorengan tersebut.
"Minyak goreng kebutuhan utama kalau harga sudah tidak terkendali permintaan (penjualan) jajanan sepi terpaksa berhenti," ujar Maesyaroh.
Nasib serupa juga dialami penjual gorengan Nik (41) di pinggiran lembaga pendidikan sekolah. Tragisnya, selain kesulitan mencari minyak goreng curah saat beralih menggunakan minyak premium di harga Rp 29 ribu. Dirinya mengakui terpaksa jual gorengan Rp 2 ribu dapat 3 biji, juga berdampak pada omzet penjualan. Karena di nilai gorengan mahal.
"Usaha jualan gorengan ini menjadi mata pencaharian kami. Kalau minyak goreng naik (mahal) terus terpaksa porsi gorengan dikurangi. Meskipun dari sisi pembeli juga sepi," keluhnya.
Diberitakan sebelumnya, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa meminta distributor untuk segera menggantikan minyak goreng pasaran dengan produk minyak goreng subsidi di standar Harga Eceran Tertinggi (HET). Bahkan, Khofifah mengklaim stok minyak goreng Jatim melimpah. Sayangnya berjalan waktu selama pekan kedua harga minyak goreng di pasaran Tuban belum stabil.