JATIMTIMES - Belajar dari masalah pembangunan tembok Perumahan Green Village Singosari yang menutupi jalan warga, ternyata siteplan tidak boleh diubah sembarangan.
Karena itu, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (DPKPCK) Kabupaten Malang meminta agar para pengembang perumahan bisa mematuhi siteplan yang sudah disahkan dalam membangun perumahannya. Apalagi, sebelum disahkan, siteplan terlebih dahulu telah melalui proses kajian oleh pihak terkait.
Baca Juga : Makin Terang, Pemkot Malang Tambah 399 PJU
Plt Kepala DPKPCK Kabupaten Malang Khairul Isnaidi Kusuma mengatakan, jika pengembang menghendaki adanya sebuah perubahan pada layout perumahan yang sedang dibangun, maka sudah sepatutnya harus melakukan revisi siteplan terlebih dahulu.
"Siteplan itu tidak main-main. Apalagi kalau mengubah sendiri, itu namanya tindak pidana. Memalsukan dokumen berarti namanya. Apalagi kalau revisi siteplan dilakukan saat perumahan yang bersangkutan sudah berdiri," ujar Khairul.
Sementara itu, perubahan-perubahan atau revisi yang dilakukan juga tetap tidak boleh mengubah proporsi dan perbandingan antara lahan efektif dan lahan nonefektif.
Pada perumahan dengan luas lahan di bawah 25 hektare, perbandingannya adalah 70:30. Atau 70 lahan efektif dan 30 lahan nonefektif. Untuk perumahan dengan luas lahan antara 25 hektare sampai 100 hektare, perbandingannya menjadi 60:40. Sedangkan untuk lahan di atas 100 hektare, perbandingannya 50:50.
"Luas taman ini minimal lima persen. Kalau mengubah taman, itu jadi sebuah pelanggaran. Apalagi mengubah taman menjadi kawasan efektif untuk dijual. Untuk mengubah taman menjadi yang lain saja, harus melalui mekanisme revisi kok. Misalnya taman jadi jalan, itu harus revisi," terang Khairul.
Untuk itu, dirinya berpesan agar para pengembang di Kabupaten Malang bisa benar-benar mematuhi apa yang sudah disahkan dalam siteplan. Hal tersebut saat ini juga menjadi salah satu prioritas untuk disosialisasikan.
Baca Juga : Pembangunan Museum PETA, Pemkot Blitar Segera Bangun Landasan Pesawat
"Kalau mau mengubah layout dan segala macam asalkan tidak melanggar aturan, tidak mengurangi minimal ketersediaan PSU (prasarana, sarana, utilitas), harus melalui mekanisme revisi dulu," imbuh Khairul.
Dari pantauannya, selama ini masih ditemui beberapa pengembang yang kurang disiplin. Mereka melakukan perubahan siteplan tanpa melakukan revisi terlebih dahulu. Dan mengatasi hal tersebut, selama ini DPKPCK masih menggunakan cara-cara yang persuasif.
"Kita ini masih persuasif karena semua masih bisa dikomunikasikan. Dan cukup efektif, karena kita libatkan BPN juga. BPN juga sudah paham. Kalaupun pengembang yang bersangkutan ngeyel, maka risikonya perizinan IMB-nya bisa tidak keluar. Atau biasanya juga akan ketahuan saat penyerahan PSU, karena ada cek administrasi dan cek fisik. Biasanya ada yang ketahuan. Misalnya kewajibannya PSU-nya 30 persen. Setelah dicek fisik, hanya 25 persen. Itu akan jadi catatan dan kewajiban pengembang untuk dipenuhi," pungkasnya.