JATIMTIMES - Semerbak wangi dupa nampaknya tidak seperti dulu. Sebab saat ini perajin dupa di Kabupaten Malang merasakan penjualan yang merosot. Kondisi itu dirasakan mulai 2020 lalu atau tepatnya sejak corona tiba.
Salah satu perajin dupa di Desa Kalisodo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Sutamin (40) mengaku bahwa penjualan dupa yang ia produksi saat ini merosot dibandingkan dengan waktu sebelum corona mewabah.
Baca Juga : Wabup Gresik Minta Guru Awasi Siswa saat Jalani Vaksinasi
Dulu Sutamin mengaku bahwa ia dapat mengirim 100 karung dupa setiap bulan. Tapi kini ia hanya mampu mengirim setengahnya.
“Lagi sepi pemesanan mungkin karena corona ini. Jadi kami menyesuaikan pesanan yang ada saja,” ujar Sutamin (40) ketika ditemui di kediamannya, Jum'at (14/1/2022).
Diakui Sutamin, pemesanan paling banyak yang ia terima berasal dari Pulau Dewata, Bali. Menurutnya, memang Bali menjadi pasar terbaik selama puluhan tahun ia menjadi produsen dupa.
Sembari bekerja, Sutamin menjelaskan bahwa tiap karung berisi dupa 40 kilogram. Per karung, ia mematok harga sejumlah Rp 250 ribu. Padahal, ia juga dihadapkan pada kenaikan bahan baku yang kerap terjadi sewaktu-waktu terutama menjelang hari besar.
“Kami banyak mengirim ke Bali, memang sejak dulu sudah kirim ke sana. Banyak yang pesan kalau di sana,” kata pria yang mendapat keterampilan membuat dupa sejak turun temurun ini.
Menurut pria yang bekerja cukup cekatan ini, untuk membuat dupa membutuhkan proses yang cukup panjang dan tidak mudah. Ada beberapa tahapan wajib yang harus dilalui untuk memproduksi dupa. Salah satunya adalah pemilihan bahan bambu yang berkualitas.
Setelah itu, Sutamin menghaluskan serbuk kayu untuk selanjutnya ditempelkan ke tusuk bambu tersebut. Kayu yang digunakan beragam, menurut Sutamin, kayu jati adalah yang terbaik. Setelah itu, dupa tersebut dijemur hingga kering. Proses ini memakan waktu 1 hingga 2 hari.
“Tergantung cuaca, kalau bagus dan cerah ya paling cepat 2 hari. Kalau musim hujan ya bisa lebih dari itu,” terang Sutamin.
Menariknya, dari ribuan bahkan jutaan dupa yang ia produksi selama puluhan tahun itu, Sutamin memilih tidak memperkerjakan karyawan dalam menjalankan produksi. Setiap produksi, Sutamin bahu-membahu bersama istrinya. Seluruh rangkaian produksi dupa dilalui bersama hingga penjualan.
Baca Juga : Nyi Roro Kidul Disebut Ratu Pantai Selatan, Ini Yang Sebenarnya
Hal tersebut dilakukan untuk memperkecil biaya produksi. Sehingga biaya pembayaran gaji karyawan bisa dialihkan sepenuhnya ke pemenuhan biaya produksi.
Sementara itu, Sutamin mengaku untuk pewangi dupa, ia bisa menggunakan kayu gaharu. Menurutnya wangi kayu gaharu begitu kuat hingga menjadi favorit para pemesan. Akan tetapi, Sutamin juga melayani penjualan dupa yang tidak dilengkapi wewangian.
“Karena Bali sudah ada pengepul. Biasanya ada yang di sana itu diberi wewangian baru sebelum didistribusikan ke daerah lain. Jadi bisa kami produksi dupa yang masih mentah, belum ada wanginya. Tergantung konsumen pilihnya gimana,” papar Sutamin.
Disinggung apakah ada pekerjaan lain selain menjadi produsen dupa, Sutamin menuturkan dirinya tidak akan beralih profesi. Sebab, pembuatan dupa sudah melekat di dalam keluarganya. Bahkan ia juga tak berminat bekerja di bidang lain.
“Usaha ini turun-temurun dari kakek saya dulu. Jadi saya teruskan hingga kini,” beber Sutamin.