JATIMTIMES - Beberapa komunitas relawan di Indonesia, khususnya Jawa Timur, saat ini sedang terkonsentrasi melakukan kerja sosial di Lumajang. Salah satunya Jausan (Jaringan Solidaritas Kemanusiaan) yang juga turun langsung mendampingi korban erupsi Gunung Semeru.
Salma Zahro contohnya. Dia salah satu relawan Jausan yang saat ini mendampingi anak kecil. Di lokasi pengungsian korbam erupsi Semeru, dia melakukan trauma healing sebagai salah satu metode ampuh menghilangkan trauma pada anak.
Baca Juga : Kabar Penjarahan di Rumah Korban Erupsi Semeru, Begini Fakta-faktanya
Sudah beberapa hari ini Salma mendampingi puluhan anak di lokasi pengungsian. Mereka saat ini ditampung di pengungsian SMP Negeri 02 Pronojiwo.
Kepada awak media, Salma menceritakan memang tak ada anak-anak di oengungsian yang sampai kehilangan orang tua. Namun, bagi dia, anak-anak itu harus tetap mendapatkan pendampingan.
"Kami melakukan layanan dukungan psikologis dengan pendekatan permainan sederhana yang bisa dimainkan di tempat darurat sekalipun. Sehingga anak diharapkan akan mengingat hal yang menyenangkan saja," ujarnya.
Di lokasi saat ini, menurut di, tak hanya relawan Jausan yang memberikan pendampingan. Tapi ada juga dari beberapa relawan dari komunitas lainnya serta instansi pemerintahan.
"Dan yang terpenting kami selalu berkoordinasi dengan Dinas Sosial. Terutama jika ada masalah yang pelik," ujar Salma.
Dia melanjutkan, yang utama pastinya diperlukan seorang anak saat ini adalah perhatian. "Karena sebelum kejadian bencana, mereka pasti memiliki masalah psikologis masing-masing dengan berbagai macam latar belakang keluarga mereka. Sehingga karakter masing anak itu tentu memerlukan perhatian khusus dengan pendekatan berbeda," kata perempuan asal Malang ini.
Baca Juga : Viral, Penjarah Rumah Pengungsi Korban Erupsi Semeru Diamuk Massa
Apakah anak kecil tak mengalami ketakutan ketika terdengar suara gunung yang bergemuruh kembali? Untuk mengatasi hal ini, Salma mengaku berusaha membuat agar anak sebisa-bisanya tidak ke luar area sekolahan yang menjadi area pengungsian.
"Sempat di hari pertama saya melakukan pendampingan psikis, terjadi erupsi lagi. Kebetulan kita berkegiatan di dalam ruangan. Jadi, kami usahakan anak sebisa mungkin tidak melihat keributan orang di luar dan tidak melihat debu erupsi," ucapnya.
Ditanya kembali soal adakah anak yang meminta pulang? Sejauh ini imbuh Salma belum ada. "Tidak ada, karena memang anak masih merasa baik saja dengan banyaknya teman. Dan bisa bermain setiap saat karena tidak sekolah. Biasanya pertanyaan itu akan muncul setelah satu-dua minggu pasca-bencana saat mereka bosan dan ingin kembali ke kehidupan normal," imbuhnya.
"Jika ada pendampingan yang baik, maka diharapkan memperkecil kemungkinan untuk bosan. Karena itu, harus ada kegiatan rutin ketika mereka bangun pagi," pungkas perempuan berjilbab ini.