JATIMTIMES - Pemerintah mentargetkan penurunan angka stunting hingga 14 persen pada 2024. Jumlah kasus stunting di Indonesia di 2019 mencapai 27,67 persen. Angka itu berhasil ditekan dari yang awalnya 37,8 persen pada 2013.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto menjelaskan, bahwa secara teoritis, pandemi dinilai berpengaruh terhadap peningkatan angka stunting di Indonesia.
Baca Juga : Aksi Nyata, Ini Kontribusi Mahasiswa KKN-T Unikama Majukan Desa Buring
“Tapi kita perlu melihat hasil survei yang terbaru dulu,” ujar Agus dalam dialog secara daring, Selasa (30/11/2021) kemarin.
Stunting, menjadi tantangan baru banyak dihadapi oleh pemerintah terlebih lagi di masa pandemi. Salah satu faktor utamanya adalah akses terhadap makanan bergizi, sanitasi, maupun air bersih, yang dialami keluarga berpenghasilan rendah maupun kehilangan pendapatan selama pandemi.
Penurunan stunting tentu bukan hanya menjadi tanggung jawab satu instansi, melainkan butuh kerja sama multipihak, terlebih di tengah pandemi.
Maka dari itu, kata Agus, edukasi stunting diharapkan tidak hanya berfokus pada bayi atau anak, melainkan juga pada kelompok risiko, yaitu remaja anemia, calon pengantin, pasangan usia subur, ibu hamil, anak yang baru lahir. Hal ini dikarenakan status gizi calon pengantin juga ibu hamil akan mempengaruhi bayi yang akan dilahirkan, agar lebih sehat.
Untuk menyokong kesejahteraan masyarakat dan memastikan ketersediaan pangan bagi kelompok rentan secara penghasilan, Agus menjelaskan jika di masa pandemi pemerintah telah menyalurkan bantuan sosial termasuk Sembako bagi masyarakat yang membutuhkan.
“Untuk mencapai target 14 persen, orientasi edukasi kita harus ke hulu lagi,” tegasnya.
Agus juga menekankan bahwa edukasi di bidang gizi sangat dipengaruhi kebudayaan setempat.
“Karena itu, edukasi sebaiknya dilakukan oleh warga setempat,” tuturnya,
Terkait dampak pandemi terhadap stunting, Plt Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, Kartini Rustandi menyoroti kekhawatiran masyarakat untuk mengunjungi Puskesmas semasa pandemi.
Meski dalam situasi pandemi, Kartini mengatakan beberapa upaya tetap dapat dilaksanakan guna memastikan anak bertumbuh dengan sehat. Di antaranya, mempersiapkan dan memantau pertumbuhan serta perkembangan anak dengan baik, melalui Posyandu dengan disertai prokes.
Baca Juga : Mayoritas Penderita HIV/AIDS Kota Malang Berusia Produktif
“Di daerah-daerah tertentu para kader dan tenaga kesehatan juga datang dari rumah ke rumah,” imbuh Kartini.
Selain itu, dengan memanfaatkan teknologi, bisa dilakukan telekonseling, agar nakes tetap aman namun kesehatan anak-anak juga terpantau. Kemudian, ibu hamil juga dapat datang ke Puskesmas dengan perjanjian dan mengedepankan prokes.
Kepada ibu hamil, Kartini memberikan beberapa saran agar bayi terlahir sehat. Di antaranya, pemeriksaan kesehatan secara berkala, menjaga kesehatan, asupan makanan yang baik, juga menjaga lingkungan agar tetap sehat, termasuk bebas dari asap rokok.
Ia menjelaskan banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting, bukan hanya pada asupan makanan, melainkan juga pola asuh, pola makan, budaya setempat. Sebagai contoh, pemahaman lokal yang salah seperti makan ikan bisa mengganggu kesehatan.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, M Adib Khumaidi juga menegaskan pentingnya edukasi sebagai bagian dari upaya preventif promotif dalam hal kesehatan, termasuk mencegah stunting.
“Problematika utama mengatasi kesehatan adalah dengan upaya preventif promotif, bukan upaya kuratif,” ujarnya.
Ia menegaskan, seharusnya dapat ditemukan kasus anak yang kurang gizi, bukan mendapatkan anak kurang gizi yang mendatangi fasyankes. Untuk itu, ia mengharapkan revitalisasi peran Puskesmas dalam upaya tersebut.
“Puskesmas adalah manajer wilayah, perwakilan Kemenkes di satu wilayah. Itu peran yang harus dikedepankan,” pungkas Adib.