Judul buku : Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja
Penulis : Alvi Syahrin
Penerbit : GagasMedia, Jakarta Selatan
Tahun terbit : 2020
Jumlah halaman : viii+208 halaman
Harga buku : Rp 93.000
Peresensi : Syahrira Mumtaz E. K / 240 / F
JATIMTIMES - Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja merupakan buku ke-3 karya Alvi Syahrin, salah satu penulis ternama di Indonesia. Beliau merupakan pemuda introvert yang bertalenta kelahiran Ambon, 20 Januari 1992 dan sudah menulis buku sejak 2012. Dalam buku ini Alvi Syahrin mengajak kita untuk mengenal arti dari kekecewaan dan kebahagiaan demi mencintai diri sendiri. Beliau berharap agar pembaca dapat merenungkan kembali arti hidupnya sehingga dapat menemukan secercah titik terang dan dapat mengambil hikmah dari segala permasalahan yang telah terjadi dalam kehidupan.
Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja adalah buku bergenre pengembangan diri yang terdiri dari 4 bab besar dengan 45 subbab di dalamnya. Di dalam buku ini, Alvi Syahrin membuat skenario dengan kata-kata yang indah, sederhana, dan mengandung makna tersirat yang sangat menyentuh sehingga pembaca seakan ikut terombang-ambing dalam dunia yang penuh dengan permasalahan kehidupan. Melalui skenario yang dia tulis, buku ini memberikan pelajaran kepada pembacanya bagaimana cara mengatasi permasalahan kehidupan, yaitu dengan menjadi manusia yang pandai sehingga kita bisa bangkit dan tidak mudah putus asa.
Baca Juga : Seminggu, 81 Dosen Baru UIN Malang Digembleng Pekerti
Bab pertama pada buku ini membahas tentang patah hati, pengkhianatan, dan kehilangan. Awalnya, saya mengira pada bab ini hanya sekadar membahas tentang tipikal putus cinta dan kekecewaan seperti cerita pada umumnya. Namun, ternyata bukan hanya sekadar kecewa. Memang akan lebih mudah jika kita mempunyai seseorang disisi kita. Tetapi, beberapa hal di dalam hidup butuh untuk diperjuangkan oleh diri kita sendiri. Pada bab ini Alvi Syahrin mengajarkan bagaimana cara mengikhlaskan orang yang telah pergi dengan benar dan mensyukuri orang-orang yang tetap ada bersama dengan kita.
Selanjutnya, bab kedua bertema letting go atau melepaskan, membahas keadaan mental seseorang setelah melepaskan orang yang pergi. Pada bab ini Alvi Syahrin memberikan beberapa tip agar kita bisa melupakan masa lalu dan menemukan kebahagian kembali, mulai dari melakukan hal-hal kecil seperti menulis, membaca, atau pun mempelajari skill baru. Agar kita dapat bangkit dari keterpurukan maka kita sebaiknya melakukan kegiatan yang bermanfaat serta menghindari rebahan di kasur dengan gadget di depan muka. Hal tersebut hanya akan menambah rasa insecure di dalam diri kita.
Bab ketiga bertema kebahagiaan yang telah lama hilang, membahas standar kebahagiaan yang kita inginkan di dalam hidup. Terkadang kita sering tersakiti karena standar kebahagiaan yang kita tetapkan sejatinya sangat sempit. Kebahagiaan setiap orang berbeda-beda, hanya Allah yang lebih tau kebahagiaan apa yang cocok dengan kita. Saat kita berada pada fase belum bahagia itu adalah hal yang wajar, menangis sedih itu sangatlah lumrah. Di dalam hidup tidak selamanya akan berjalan mulus, tak melulu bahagia. Roda kehidupan akan terus berputar, ada masanya kita berada di atas dan di bawah. Kuncinya adalah harus terus semangat.
Pada bab terakhir, yaitu Self-love memiliki makna kita harus mencintai diri sendiri sebelum memulai mencintai orang lain. Kita seringkali sulit memaafkan diri sendiri karena kesalahan-kesalahan yang kita perbuat. Padahal, tuhan yang menciptakan kita adalah tuhan yang maha pengasih lagi maha penyayang. Kita juga seringkali membenci diri sendiri karena tak sanggup menerima kekurangan yang ada pada diri kita. Padahal tuhan menciptakan kita dengan kebijaksanaan-Nya. Kita harus sadar bahwa kekurangan yang ada pada diri kita bukan hanya untuk diterima, tetapi juga harus diperbaiki agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Bayangkan jika kita tidak memiliki kekurangan. Maka tidak aka nada yang bisa di tingkatkan, hidup akan teraasa sangat datar.
Buku ini sangat layak untuk dibaca karena berisi skenario inspiratif yang di tulis dengan sederhana namun menggunakan bahasa yang lugas. Penulis juga menyelipkan pengalaman pribadinya, sehingga cerita yang disampaikan lebih hidup dan memudahkan pembaca untuk menerima saran yang ingin disampaikan oleh penulis. Selain itu, sampul buku di cetak berwarna gelap dengan ilustrasi yang menarik. Jika buku pada umumnya menggunakan kertas berwarna putih, Buku Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja menggunakan kertas berwarna biru muda sehingga memberikan kesan fresh saat membaca.
Baca Juga : Semuanya Akan Baik-Baik Saja
Sangat disayangkan pada buku Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja terdapat beberapa topik bahasan yang diulang-ulang. Meskupin begitu, terdapat tulisan yang dihighlight biru senada dengan warna pada sampul buku sehingga memudahkan pembaca untuk mendapatkan inti dan kesimpulan yang dibahas pada setiab bab. Buku ini juga masih mengunakan kiat yang sama dengan seri Jika Kita Tak Pernah lainnya.
Buku Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja cocok dibaca oleh semua orang terutama kalangan remaja yang masih gelisah dan terombang-ambing dalam mencari jati dirinya, merasa ada hal yang kurang dalam hidupnya, dan merasa orang lain lebih mudah dalam menjalani kehidupannya. Melalui buku ini Alvi Syahrin mengajak untuk mengurai satu persatu kegelisahan dari pembacanya dan meyelesaikan masalah tersebut. Sehingga tidak ada lagi orang merasa salah jika sedang tidak baik-baik saja. Karena sejatinya untuk tidak baik-baik saja adalah hal yang wajar dialami oleh setiap orang.
Nama : Syahrira Mumtaz Elfikri Khairunnisa
Mahasiswa : Universitas Muhammadiyah Malang
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Program Studi : Farmasi
Dosen Pembimbing : Dr. Daroe Iswatiningsih, M.Si.