JATIMTIMES - Jajaran Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Malang Kota telah menetapkan tujuh orang tersangka dugaan kasus persetubuhan dan penganiayaan anak di bawah umur yang bernama Mawar (bukan nama sebenarnya).
Di mana tujuh tersangka tersebut merupakan termasuk 10 terduga pelaku yang telah diamankan oleh Satreskrim Polresta Malang Kota mulai hari Senin (22/11/2021) malam.
Baca Juga : Jelang Nataru, Pemkot Malang Optimistis Angka Pertumbuhan Ekonomi Masih Positif
Kasat Reskrim Polresta Malang Kota Kompol Tinton Yudha Riambodo menuturkan, penetapan tujuh tersangka tersebut sudah melalui proses gelar perkara dan naik ke tingkat penyidikan sejak hari Selasa (23/11/2021) siang.
"Iya benar, ada tujuh orang yang telah ditetapkan tersangka," ungkap Tinton, Selasa (23/11/2021) malam.
Pihaknya pun tidak berkenan menyebutkan identitas ketujuh tersangka. Pasalnya, tujuh tersangka tersebut masih dalam kategori anak yang juga harus dilindungi identitasnya.
"Tujuh orang pokoknya, termasuk pelaku percabulannya," kata Tinton.
Lebih lanjut, tiga terduga pelaku sisanya tidak dipulangkan melainkan saat ini masih dalam proses pemeriksaan secara intensif oleh jajaran Satreskrim Polresta Malang Kota. "Belum, masih kita proses untuk kelengkapan saksi-saksi," terang Tinton.
Dalam kasus ini, para tersangka penganiayaan anak di bawah umur dikenakan Pasal 80 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak atau Pasal 170 ayat 2 KUHP dan atau Pasal 333 ayat 2 KUHP.
Baca Juga : Fakta Baru Pesta Miras Berujung Pembunuhan, Pelaku dan Korban Ternyata Teman Dekat
Kemudian juga Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang RI nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Ancaman hukuman lima tahun sampai sembilan tahun penjara terhadap kekerasan anak dan yang melakukan persetubuhan penjara selama-lamanya 15 tahun penjara.
Sementara itu, Ketua Tim Kuasa Hukum korban Leo A Permana menyampaikan, dalam proses hukum pidana yang menjerat anak-anak tersebut, nantinya akan ada proses diversi. Di mana hal itu mempertemukan antara pihak korban dan pelaku untuk mediasi.
"Dengan diversi, klien kami sudah tidak mau diversi mas. Memang undang-undang menyarankan untuk diversi, tetapi kalau korban tidak mau, ya tidak bisa apa-apa (proses hukum berlanjut)," pungkas Leo.