JATIMTIMES - Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Probolinggo, Nangkok P. Pasaribu
mengatakan kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2021, melalui komitmen pengendalian konsumsi demi kepentingan kesehatan.
Namun hal ini tetap mempertimbangkan perlindungan terhadap buruh, petani, dan industri dengan meminimalisir dampak negatif kebijakan, sekaligus melihat peluang dan mendorong ekspor hasil tembakau di Indonesia.
Baca Juga : Kota Malang Bertahan di PPKM Level 2, Vaksinasi Lansia Terus Dioptimalkan
Nangkok P. Pasaribu menjelaskan ada beberapa pokok kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2021. Pertama, hanya besaran tarif cukai hasil tembakau yang berubah. Hal itu mengingat 2021 merupakan tahun yang berat bagi hampir seluruh industri, termasuk hasil tembakau.
Kedua, terkait SKM (Sigaret Kretek Mesin) digambarkan dengan memperkecil celah tarif antara sigaret kretek mesin (SKM) golongan II A dengan SKM golongan II B, serta sigaret putih mesin (SPM) golongan II A dengan SPM golongan II B.
Ketiga, besaran harga jual eceran di pasaran sesuai dengan kenaikan tarif masing-masing.
"Pemerintah menetapkan rata-rata tertimbang dari kenaikan tarif cukai per jenis rokok adalah sebesar 12,5 persen," kata S. Nangkok P. Pasaribu dalam acara Sosialisai Ketentuan di Bidang Cukai di Hall Hotel Prima Lumajang, Selasa (2/11).
Pemerintah juga telah menetapkan untuk tidak menaikkan tarif cukai sigaret kretek tangan (SKT), berdasar pertimbangan situasi pandemi Covid-19 dan serapan tenaga kerja oleh industri hasil tembakau (IHT).
Menurut Nangkok, kebijakan ini diambil pemerintah melalui pertimbangan terhadap lima aspek. Kelima aspek itu adalah kesehatan terkait prevalensi perokok, tenaga kerja di industri hasil tembakau, petani tembakau, peredaran rokok ilegal, dan penerimaan negara.
Berangkat dari kelima aspek tersebut, pemerintah berupaya untuk dapat menciptakan kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang inklusif.
"Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap masing-masing aspek pertimbangan," katanya.
Baca Juga : Antisipasi Lonjakan Covid, Nataru di Kota Batu Bakal tanpa Kegiatan Keramaian di Hotel
Dari aspek ketenagakerjaan, pemerintah berupaya melindungi keberadaan industri dalam penyusunan kebijakan cukai hasil tembakau 2021.
“Format kebijakan di atas tetap mempertimbangkan jenis sigaret (terutama SKT) yang sangat berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja,” ujarnya.
Dari aspek pertanian, lanjut Nangkok, besaran kenaikan tarif cukai memperhatikan tingkat serapan tembakau lokal. Oleh sebab itu, kenaikan tarif cukai sigaret kretek lebih rendah dari kenaikan tarif cukai sigaret putih.
Dari aspek industri terdapat kebijakan untuk usaha mikro, kecil, dan nenengah (UMKM) dengan mengalokasikan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) untuk membentuk Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) sebagai langkah preventif terhadap peredaran rokok ilegal.
"Dari aspek peredaran rokok ilegal, agar kebijakan itu tidak menjadi insentif bagi peredaran rokok ilegal," lanjut Nangkok.