free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Jelang Muktamar PBNU, Gus Fahrur: NU Harus Kembali ke Pesantren

Penulis : Riski Wijaya - Editor : Pipit Anggraeni

26 - Oct - 2021, 22:56

Placeholder
Wakil Ketua PWNU Jatim, Gus Fahrur. (Foto: Istimewa).

JATIMTIMES - Jelang Muktamar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tahun 2021 ini, Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH. Dr. H. Ahmad Fahrur Rozi menekankan agar keberadaan Nahdlatul Ulama (NU) harus dikembalikan pada dunia pesantren.

Pria yang akrab disapa Gus Fahrur ini menjelaskan, hal itu sesuai dengan pesan dari RKH. Nurul Huda Jazuli yang disampaikan kepada Gus Yahya Staquf, saat dirinya sowan ke Pondok Pesantren (Ponpes) Al Falah, Ploso Mojo Kediri, Senin (20/9/2021) lalu. 

Baca Juga : Lapas Blitar Dilempar Sabu, Kalapas Sebut Ada Bandar Narkoba Berupaya Masuk Lapas

Dimana Kyai sepuh berusia 90 tahun itu mewanti wanti, agar pengurus PBNU mendatang diisi oleh para kader alumni Pesantren Diniyah tradisional “Salafiyyah” berhaluan Ahlussunnah sebagaimana era KH Hasyim Asy’ari. 

"Kembalikan NU ke Pesantren. Karena Marwah NU adalah pesantren," tegas Gus Fahrur, Selasa (26/10/2021) siang. 

Menurutnya, pesan tersebut mengingatkan bahwa ulama dan ponpes adalah pendiri dan cikal bakal lahirnya jam’iyah NU. Nahdlatul Ulama didirikan oleh para ulama pesantren yang memiliki kesamaan wawasan keagamaan dan kebangsaan di Indonesia.

"Kesamaan itu meliputi  tata cara pemahaman, pandangan dan sikap perilaku dalam pengamalan ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah menghadapi berbagai macam aliran sempalan yang timbul saat itu," terang Gus Fahrur.

Menurut Gus Fahrur, karena kesamaan tersebut, mereka menggabungkan diri menjadi satu dalam sebuah wadah untuk memperjuangkan tegaknya akidah aswaja dan membangun kemaslahatan masyarakat. Kemudian memperjuangkan kemajuan bangsa dan ketinggian harkat martabat manusia di bidang dakwah, agama, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan  ummat.

“Sejak awal mulanya memang terdapat kaitan erat antara Nahdlatul Ulama dengan pondok pesantren, bahkan sangat dekat menyatu ibarat ikan dengan air,” beber Gus Fahrur.

Dimana keduanya menurut dia tidak mungkin untuk dapat dipisahkan. NU dan pesantren merupakan rumah besar bagi segenap warga masyarakat nahdliyyin. Karena sejak awal didirikannya NU dan pesantren merupakan wadah perjuangan para ulama dalam membina akidah Islam aswaja dan mengajarkan Akhlak mulia. 

Terutama dalam kehidupan masyarakat dengan ajaran islam moderat yang dikenal sebagai ukhuwah Islamiyah, wathoniyah dan basyariyyah, sering di ibaratkan bahwa pesantren adalah NU kecil dan NU adalah pesantren besar.

Persamaan tersebut menurut Gus Fahrur ada dalam pola kepemimpinannya yang sama-sama berpusat kepada seorang Kiai. Jika di dalam sebuah ponpes, Kiai memiliki peran yang sangat menentukan, maka di dalam Nahdlatul Ulama dikenal Kepemimpinan Syuriyah yang terdiri dari para ulama atau Kyai selaku Pemimpin tertinggi.

Keduanya menempatkan Kyai atau ulama dalam posisi tertinggi dalam struktur kepemimpinan. Karena ulama adalah mata rantai pembawa ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah. 

"Di dalam Nahdlatul Ulama, para Kyai atau ulama dipahami sebagai tokoh yang paling kuat yang mempunyai keunggulan  dan kelebihan dalam bidang spritual, ilmu, amal,  dan akhlak keagamaannya," terang Pengasuh Ponpes An Nur 1 Bulawang, Kabupaten Malang ini. 

Selain itu, pengaruh yang dimiliki oleh para Kiai pengasuh pondok pesantren di lingkungan masyarakat menjadi kekuatan pendukung bagi Nahdlatul Ulama. Hubungan antara Nahdlatul Ulama dengan pondok pesantren, terlihat dalam struktur masyarakat santri yang selama ini tampil sebagai pendukung dan penyangga kekuatan Nahdlatul Ulama. Yakni Kiai, Pondok Pesantren dan kaum santri merupakan Pilar kuat Yang Dimiliki organisasi NU. 

Baca Juga : Kiai Tanpa Titel Mendirikan Pesantren Wisata Pertama di Lumajang

Di sisi lain, kalangan santri senantiasa patuh berada di bawah garis kepemimpinan para ulama pesantren yang mendirikan Nahdlatul Ulama. Dimana hubungan antara seorang santri dengan gurunya, yaitu para ulama Pesantren tidak pernah terputus dengan selesainya proses belajar mengajar. 

Karena hubungan batin dan silaturahmi antara ulama dengan santrinya, senantiasa berlangsung terus-menerus meskipun mereka sudah pulang kerumahnya dan mendirikan pesantren baru di berbagai daerah.

“Dari sini kami menangkap adanya kekhawatiran di benak kyai sepuh ketika kepengurusan NU berada ditangan aktifis karbitan Non santri, yang lebih banyak mendahulukan logika rasional namun miskin keberkahan spritual,” jelas Gus Fahrur.

Kondisi itu menurutnya akan menyeret NU ke pusaran konflik partai politik dan perebutan kekuasaan. Mereka memanfaatkan wibawa NU untuk mencapai tujuan pribadinya dalam mencari jabatan dengan mengatasnamakan NU.

"Sehingga telah santer terdengar gosip miring adanya oknum petinggi NU terlibat makelar proyek dan jabatan," urai Gus Fahrur. 

Dirinya juga menilai bahwa para ulama ingin menjaga kemurnian akidah aswaja dan tidak ingin NU disusupi oknum berpaham Liberal ataupun radikal. Terlebih pasca muktamar ke 31 di Solo tahun 2005 lalu, pihaknya ikut mengantar almarhum RKH Idris Marzuqi (Lirboyo) bersama rombongan para kyai sepuh untuk sowan kepada KH Sahal Mahfudz, Rois Aam terpilih di Muktamar Solo ketika itu, agar beliau menolak masuknya kader liberal kedalam struktur kepengurusan PBNU. 

"Tentu saja kepengurusan mendatang juga harus di isi kaum intelektual dan pemikir visioner. Namun mereka harus memiliki sanad keilmuan yang jelas. Pernah menuntut ilmu di pesantren dan mengalami lelaku akhlaq spritual pesantren. Atau bersekolah dan mempunyai gelar akademik asli, bukan sekedar gelar bayaran," ucapnya.

Untuk itulah menurutnya para profesional ini perlu diakomodir di dalam lembaga dan banom strategis NU. 

"Namun untuk menjadi pengurus harian PBNU, diperlukan jenjang meritokrasi atau sistem yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan, prestasi dan rekam jejak pengabdian di NU. Bukan sekedar aktivis dan makelar yang karena masuk kepengurusan PBNU mendadak bergelar kyai," pungkas Gus Fahrur.


Topik

Peristiwa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Riski Wijaya

Editor

Pipit Anggraeni