JATIMTIMES - Abdullah bin Nuh adalah salah satu ulama yang yang ahli ibadah di zamannya. Suatu hari ia, berangkat ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Di tengah perjalanan ia kemudian bertemu dengan seorang ulama sepuh atau ulama tua yang kharismatik. Sebut saja ulama itu Syekh Ahmad.
Kharisma Syekh Ahmad membuat Abdullah jatuh hati. Karena itu, ia kemudian meminta izin kepada Syekh Ahmad agar diperbolehkan berjalan bersamanya. Syekh Ahmad pun tidak keberatan atas keinginan Abdullah.
Baca Juga : Ini Cara Umat Islam Memperingati Maulid Nabi di Banyuwangi
Mereka berdua kemudian berjalan bersama. Syekh Ahmad berjalan hanya pada siang hari, hal itupun dilakukan dengan kondisi berpuasa. Sedangkan pada malam hari, ia lebih banyak beristirahat.
Suatu hari, senja tiba, Syekh Ahmad berbuka puasa dan mengambil sedikit makanan dari kantong miliknya. Ia hanya memakan dua atau tiga suap. Iapun kemudian mengajak Abdullah untuk mencicipi makanannya.
Pda suatu kesempatan, ia kemudian sampai ke suatu tempat. Di sana ia melihat keledai. Syekh Ahmad tertarik untuk membeli keledai itu. Ia kemudian memanggil Abdullah utuk membeli keledainya.
"Pergilah ke pemilik keledai itu, belilah keledai itu," tuturnya.
Kemudian Abdullah pergi ke pemilik keledai. Pemilik keledai tersebut kemudian menjual keledainya dengan harga 30 Dinar. Abdullah menyampaikan hal tersebut ke Syekh Ahmad. Ia pun setuju dengan harga tersebut dan membelinya.
"Mana uangnya ?" tanya Abdullah pada Syekh Ahmad.
Syekh Ahmad berkata, "Pergilah ke sana, bawa kantongku ini. Sesampainya di sana, sebutlah nama Allah dan ambillah uang dari dalam kantong ini, bayarlah keledai itu, ".
Berangkatlah Abdullah ke pemilik keledai itu dan dilihatnya dalam kantong terdapat uang 30 Dinar. Setelah itu, Abdullah membayar keledai itu dan membawa keledainya kepada Syekh Ahmad.
Tiba dihadapan Syekh Ahmad, Abdullah kemudian justru diperintahkan oleh Syekh Ahmad untuk memakai keledai itu. Abdullah merasa tak enak hati. Sebab, ia merasa lebih muda daripada Syekh Ahmad.
Abdullah kemudian meminta Syekh Ahmad untuk menaiki keledai tersebut. Hingga akhirnya ia bersama Abdullah tiba didaerah bernama Usfan. Di daerah ituz Syekh Ahmad bertemu dengan seorang ulama sebut saja Syekh Fulan.
Setelah itu, Syekh Ahmad langsung mencari tempat. Abdullah melihat kedua Syekh ini menitikkan air mata. Sebelum berpisah dengan syekh Fulan, Syekh Ahmad meminta wejangan dari Syekh Fulan.
"Kuatkan ketakwaanmu dan selalu ingatlah akhirat, " salah satu isi nasehat Syekh Fulan.
Singkat cerita, kemudian mereka tiba di Mekkah. Syekh Ahmad kemudian meminta Abdullah untuk mencarikan alat tulis. Syekh Ahmad kemudian menuliskan dua buah surat.
Satu dititipkan untuk untuk sahabatnya Syekh Abbad dan satu diberikan kepada Abdullah.
Syekh Ahmad kemudian memberikan syarat agar surat tersebut dibuka pada saat lebaran Idul Adha. Sejurus kemudian, Abdullah pergi meninggalkan Syekh Ahmad dan pergi untuk menyerahkan surat kepada sahabat Syekh Ahmad.
Tiba ditempat sahabat Syekh Ahmad, Abdullah berkata, "Saya ada titipan untuk Anda, dari sahabat Anda, Syekh Ahmad " bebernya.
Kemudian surat itu dibaca sahabat Syekh Ahmad saat itu juga. Selain berisi nasehat, surat itu juga berisi informasi yang mencengangkan, yakni "saya meninggal sekarang. Aku memohon, engkau berkenan mengurus jenazahku".
Informasi ini membuatnya terkaget. Ia kemudian bertanya kepada Abdullah keberadaan Syekh Ahmad.
"Dia ada di Abthah" Abdullah menjawab.
Syekh Abbad bertanya lagi, "apakah dia sakit?".
Abdullah menjawab, "tidak dia baik-baik saja".
Para jamaah, Abdullah dan Syekh Abbad saat itu juga berangkat menuju Abthah. Mereka mendapati Syekh Ahmad dalam keadaan meninggal dunia dan kondisi tertutup jubah menghadap kiblat. Jenazahnya diurus sebagaimana mestinya.
Berjalannya waktu, lebaran idul Adha tiba. Abdullah kemudian membuka isi surat Syekh Ahmad. Selain berisi nasihat, dalam surat tersebut juga meminta Abdullah untuk menyerahkan harta Syekh Ahmad kepada ahli waris.
Baca Juga : Ini yang Terjadi pada Tubuh Manusia Ketika Meninggal di Luar Angkasa
"Serahkan harta peninggalanku kepada ahli waris ku. Mereka berada di Baitulmaqdis".
Abdullah bingung, pasalnya ia tidak mengetahui mana barang-barang peninggalan Syekh Ahmad.
Abdullah kemudian teringat, ketika hendak dikafani, Syekh Ahmad meninggalkan tiga barang. Yakni, tas, tongkat dan gelas. Iapun kemudian berangkat ke Baitulmaqdis dengan membawa barang tersebut. Tiba di sana, ia kembali bingung, siapa yang akan diberi barang tersebut.
Tiba-tiba, seseorang berbicara," hai nak tolong berikan kepadaku barang titipan dari Syekh Ahmad," kata seseorang kepada Abdullah yang disebut saja Syekh Zaid.
Setelah itu, Abdullah memberikan barang itu. Kemudian selepas dari masjid dan berjalan keluar beberapa langkah, Abdullah sadar tidak mengenal jauh Syekh Ahmad yang bersamanya. Menurutnya hal itu adalah sebuah kesalahan dan tak ingin terulang kembali.
Kini ia ingin mengenal Syekh Zaid lebih jauh lagi. Abdullah kembali ke masjid untuk menemui Syekh Zaid untuk membersamainya.
Sayangnya, Syekh Zaid ketika dicari tidak ditemukan. Orang yang ia tanyai juga sama, tak ada yang mengerti sama sekali keberadaan Syekh Zaid.
Abdullah kemudian tinggal di Baitulqadis untuk beberapa waktu. Tujuan sama, yakni ia ingin bertemu dengan Syekh Zaid. Namun karena tak kunjung bertemu, ia kemudian kembali ke Kampung di Irak. Kisah ini terdapat dalam kitab "Uyun Al Hikayat" karya Ibnu Jauzi.
Kisah dari Channel Taffakur Fiddin ini, di mana menunjukkan karomah Syekh Ahmad, juga bisa diambil bagaimana gambaran sikap orang tua pada orang muda dan sebaliknya. Hal ini diharapkan menjadi tauladan sebagai seorang manusia dalam bersikap terhadap mereka sesuai dengan usianya.