JATIMTIMES - Hari ini, Selasa (21/9/2021) tepat 392 tahun meninggalnya Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Pieterszoon Coen atau JP Coen. Hingga kini penyebab kematian JP Coen pun masih menjadi misteri, begitu juga dengan keberadaan makamnya.
Sebagai informasi, JP Coen 2 kali menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda yakni pada 18 April 1618 sampai 31 Januari 1623 dan 30 September 1627 sampai 21 September 1629. Ia lahir di Hoorn, Noord Holland pada 1586.
Baca Juga : Korban Meninggal Lakalantas Tuban Meningkat 2,8 Persen dari Tahun Lalu
Sosoknya dikenal sebagai pemimpin Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang menaklukkan Jayakarta. Bahkan, saat berhasil menaklukkan Jayakarta pada 30 Mei 1619, Coen membumihanguskan seluruh kota pelabuhan yang terkenal pada abad ke-17 tersebut.
Ia lalu mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia (Batavieren) dan membangunnya sebagai kota pelabuhan terkenal sehingga dijuluki 'Queen of the East' atau Ratu dari Timur. Awalnya Coen ingin menggunakan nama Nieuw Hoorn seperti kota kelahirannya, namun usul itu ditolak oleh pimpinan VOC di Belanda.
Dipilih nama Batavia karena untuk menghormati Suku Batavia yang dianggap sebagai leluhur bangsa Belanda dan digunakan sampai 1942. JP Coen yang dijuluki Mur Jangkung diketahui meninggal di Batavia pada 21 September 1629.
Namun, terdapat 2 versi berbeda mengenai penyebab kematian Coen. Menurut versi Belanda, Coen meninggal karena kolera yang kini lebih dikenal dengan muntah darah. Sedangkan versi lainnya meyakini bahwa kematian Coen akibat serangan bala tentara Sultan Agung dari Mataram. Dari kedua versi ini lalu diyakini jika Coen meninggal karena terjangkit wabah kolera yang sengaja disebarkan oleh pasukan Mataram di Sungai Ciliwung.
Diceritakan, setelah penyerangan pertama pada Oktober 1628, Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada 1629. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur berangkat pada Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat Juni 1629.
Kegagalan serangan pada 1628 diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras yang tersembunyi di Karawang dan Cirebon. VOC yang menggunakan mata-mata, Tumenggung Endranata, berhasil menemukan dan memusnahkan semua lumbung beras tersebut.
Pasukan Mataram yang saat itu kurang perbekalan, ditambah wabah penyakit malaria dan kolera yang melanda, kembali mengalami kekalahan. Namun, pasukan Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia.
Sedangkan, Jasad Coen disebut dimakamkan di Stadhius (kini Museum Sejarah Jakarta) lalu dipindahkan ke de Oude Hollandsche Kerk (kini Museum Wayang). Namun, beberapa sejarahwan justru meragukan jasad Coen terdapat di tempat tersebut.
Kendati demikian, ada versi lain yang menyebutkan JP Coen berhasil diculik oleh laskar Mataram di tengah berkecamuknya pertempuran. Kemudian tubuhnya dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Kabarnya bagian kaki dari Coen dikubur di daerah Bendungan Hilir, Jakarta. Kepalanya yang dipenggal lantas dikirim ke Mataram.
Kepala itu dikubur di bawah salah satu kaki tangga di kompleks Makam Imogiri. Ini dimaksudkan agar setiap orang yang menaiki tangga menginjak makam JP Coen, sebagai bentuk penghinaan.
Diketahui, ada sekitar 409 anak tangga di kompleks makam Imogiri dan menjelang puncak menuju makam terdapat undakan batu tidak rata yang mesti diinjak pengunjung. Di bawah batu undakan anak tangga itu, konon ditanam sosok penuh teka-teki.
Versi pertama menyebutkan bahwa sosok yang dimakamkan di deretan anak-anak tangga itu adalah Tumenggung Endranata. Ia merupakan sosok pengkhianat saat Sultan Agung Raja Mataram mengadakan penyerangan ke Batavia pada 1629.
Tumenggung inilah yang memberi tahu pasukan VOC soal lumbung pangan tentara Mataram dan rencana penyerbuan Sultan Agung. Hukuman bagi Tumenggung Endranata yakni tubuh dipancung 3 dan ditanam di beberapa bagian anak tangga menuju makam para raja Imogiri. Yaitu mengarah ke Gapura Supit Urang, di bagian gapura, serta kolam di sisi kanan. Namun, versi lain menyebutkan yang dikubur di sana sejatinya bukan Tumenggung Endranata tapi JP Coen.
Baca Juga : Pelatih Persedikab Akui Kesulitan Cari Pemain
Nama Tumenggung Endranata digunakan hanya sebagai nama samaran atau alias agar pasukan VOC tidak memburu jasad Coen ke Imogiri.
Versi kematian Coen yang dibunuh mata-mata Mataram
Di sisi lain, kematian Coen disebut-sebut dibunuh oleh mata-mata perempuan asal Mataram. Wanita itu diketahui bernama Nyimas Utari Sanjaya Ningrum.
Nyimas Utari Sanjaya Ningrum merupakan agen intelijen Kerajaan Mataram. Kala itu, ia ditugasi oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo untuk membunuh Coen dalam penyerangan kedua Mataram ke Batavia.
Dilansir melalui Historia, dikatakan oleh Ustaz Sukandi yang merupakan tokoh masyarakat Desa Keramat, Tapos (berbatasan Bogor-Depok) tugas itu berhasil dilakukan oleh Nyimas.
Diketahui, makam Nyimas sendiri berada di Desa Keramat tersebut. "Tugas itu berhasil dia jalani. Leher Coen berhasil dipenggalnya dengan golok Aceh," ujar Ustaz Sukandi.
Hal itu pun dibenarkan oleh sejarawan asal Yogyakarta Ki Herman Janutama. Mengutip dari Babad Jawa disebutkan bahwa pemenggalan kepala Coen itu merupakan misi rahasia yang sudah lama direncanakan dengan melibatkan grup intelijen Mataram, Dom Sumuruping Mbanyu (Jarum yang dimasukkan air).
"Orang sekarang mungkin akan kaget kalau dikatakan militer Mataram memiliki kesatuan telik sandi sendiri, tapi bagi kami yang akrab dengan manuskrip-manuskrip tua dan cerita-cerita lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi, hal ini tidak aneh," ujarnya.
Kala itu, Nyimas masuk benteng VOC di batavia dengan kamuflase sebagai pebisnis. Mereka memiliki kapal dagang yang disewa VOC untuk mengangkut meriam dari Madagaskar. Mereka lalu dipercaya Coen sebagai mitra bisnis VOC. Begitu dekatnya, hingga mereka punya akses ke kastil dan bergaul dengan Eva Ment yang merupakan istri Coen dan anak-anaknya.
Hingga akhirnya, pada tahun 1929 Nyimas Utari berhasil membunuh Eva dan anak-anak Coen dengan racun lewat minuman. Lalu mata-mata lain berhasil menyelinap ke ruangan Coen dan membunuhnya.
"Guna bukti kesuksesan misi mereka ke Sultan Agung, Nyimas Utari dengan menggunakan golok kepunyaan rekannya memenggal kepala Coen," tandas Ki Herman.
Sambil membawa kepala Coen, Nyimas Utarai diloloskan pasukan penyelundup Mataram dari dalam benteng VOC. Namun, saat pelarian mereka dihujani tembakan meriam yang menewaskan Nyimas Utari.