free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Ruang Mahasiswa

Toxic Relationship

Penulis : Cantika Zahra Purnama - Editor : Redaksi

19 - Jun - 2021, 01:20

Placeholder
Ilustrasi by infiniteens.id

Toxic relationship merupakan suatu hubungan yang tidak sehat, karena dapat merusak mental ataupun fisik seseorang dengan membuat salah satu pihak merasa tertekan, tidak didukung, dan direndahkan. 

Definisi toxic relationship menurut saya adalah ketika kita hanya memikirkan diri sendiri. Kebanyakan orang yang sedang berada dalam hubungan toxic ini tidak menyadarinya. Saat ini toxic relationship sudah bukan menjadi hal yang asing lagi karena sudah banyak yang membahasnya di media sosial. 

Baca Juga : Senyum, Cara Terbaik Menutup Luka

Toxic relationship bisa terjadi dengan siapa saja, bisa dengan keluarga, teman, ataupun dalam percintaan. Seseorang bisa dikatakan toxic apabila tidak memberikan dampak positif satu sama lain. Jika hubungan itu terus dilanjutkan tanpa adanya usaha untuk berubah dari masing-masing pihak, maka akan sangat berbahaya untuk kondisi mental dan fisik seseorang.

Sejauh ini banyak orang yang menganggap hubungan toxic hanya terjadi di luar keluarga, padahal di dalam keluarga banyak hal yang bisa dikatakan sebagai toxic. Di mana toxic ini sering tidak dirasakan karena beralasan bahwa itu adalah suatu bentuk adaptasi dalam keluarga. Namun, beberapa hal ini bisa dikatakan sebagai toxic karena dapat membuat seseorang merasa tersinggung dan tidak nyaman, misalnya mencemooh, yang mana hal ini biasanya tidak disadari banyak orang, padahal termasuk dalam bentuk toxic relationship. Hal yang terjadi biasanya ketika orangtua tidak percaya atas kemampuan anaknya yang kemudian dilontarkan begitu saja, dan membuat anak merasa tidak didukung dan direndahkan.

Toxic relationship dalam pertemanan atau biasanya disebut dengan toxic friendship. Sebagai makhluk sosial manusia pasti membutuhkan orang lain, seperti memiliki teman. 

Menurut halodoc, teman bisa membuat hidup lebih bermakna, dimana mereka bisa memberikan dukungan sosial dan emosional, meredakan perasaan kesepian dan membuat kamu merasa lebih bahagia dan lebih puas dalam hidup. Namun, beberapa pertemanan mungkin tidak memberikan efek positif seperti itu. Bahkan ada pertemanan yang benar-benar beracun. Pertemanan yang beracun bisa mengambil bentuk yang berbeda-beda. Namun, biasanya hal itu menguras mental kamu dan cenderung menjatuhkan. Saat ini kita harus lebih berhati-hati dalam berteman agar tidak terjebak dalam toxic friendship. Perbuatan toxic dalam pertemanan misalnya adalah bergosip, di mana saat kita memberitahukan rahasia kita pada teman yang kita percayai dan kemudian kita memintanya untuk merahasiakan tetapi dengan ketidaksengajaan tiba-tiba ia keceplosan pada orang lain. Kemudian ia tidak meminta maaf dan malahan ia terlihat senang menyebarkan rahasia kita.

Toxic relationship dalam percintaan biasanya terjadi pada kalangan remaja, remaja adalah masa dimana peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Menurut jurnal yang saya baca, pada realitanya usia remaja ini dapat membahayakan diri mereka sendiri, karena di usia itu remaja belum mampu untuk mengontrol perasaannya dengan baik. Hal itu dapat berpengaruh pada perilakunya, mereka akan cenderung melakukan sikap-sikap negatif karena tidak mampu mengontrol stress yang mereka rasakan. Bila kita lihat dampaknya itu bisa seperti mereka akan menjadi lebih agresif pada lingkungan sekitarnya.

Di usia remaja seseorang pasti sedang berada dalam perasaan bucin atau dimabuk cinta, namun, perasaan itu pada akhirnya membuat mereka tidak sadar jika sedang berada dalam hubungan toxic. Penyebab awal seseorang menjadi bucin adalah ketika adanya perasaan tidak dicintai oleh orang lain, kemudian bertemu seseorang yang bisa membuat bahagia dan mencintai kita. Hal tersebut menjadikan seseorang menjadi takut untuk kehilangan dan berusaha untuk melakukan apa saja agar bisa mempertahankannya. Menurut saya, mencintai seseorang itu boleh saja asal tidak berlebihan, karena segala sesuatu yang berlebihan itu bisa menjadikan dampak yang buruk untuk diri sendiri.

Ciri-ciri toxic pada hubungan percintaan yang sering terjadi di usia remaja, menurut pengalaman saya yaitu, rasa cemburu yang berlebihan, sulit menjadi diri sendiri, posesif yang berlebihan, suka membanding-bandingkan, Insecure, komunikasi yang buruk, dan mempunyai keinginan untuk balas dendam. Hal itu jika tidak disadari akan menyebabkan pada hal-hal yang kurang baik seperti, sakit hati, stress, tertekan dan bahkan hubungan bisa berakhir.

Apabila sudah berada dalam hubungan yang toxic seseorang akan merasa tidak bahagia, penuh rasa sedih, marah dan tidak nyaman. Kemudian upaya seorang untuk mematikan karakter diri kita dengan terus menerus dan mengontrol secara berlebihan bagaimana kita bersikap juga merupakan sebuah toxic dalam suatu hubungan. Namun, banyak orang yang masih bertahan dengan hubungan yang toxic dengan alasan berharap bisa kembali ke awal, ke masa dimana hubungan masih terasa hangat.

Baca Juga : Efek dan Tantangan Pembelajaran Sekolah di Masa Covid-19

Hubungan toxic bisa diselamatkan ketika kita bisa saling terbuka dan mempunyai kemauan untuk melakukan perubahan, menyadari kesalahan dan bertanggung jawab untuk meminta maaf dan merubah diri agar hubungan menjadi lebih baik.

Cara mengatasi Toxic Relationship menurut teori Eric Berne, dengan menggunakan Strategi Self Awareness. Karena seorang individu perlu memiliki kesadaran bahwa setiap individu memiliki 3 ego state (parent, adult, child). Sebagai individu yang sehat maka seseorang harus memiliki kesadaran akan ego statenya dan paham kapan egonya tersebut dapat dikeluarkan dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi yang dialami. 

Jika dilihat toxic relationship bisa terjadi karena individu itu tidak dapat memiliki ego state yang tepat ketika sedang berinteraksi dengan orang lain atau pasangannya, hal ini kemudian dapat memicu untuk melakukan bentuk-bentuk toxic relationship seperti mental ataupun fisik. Dengan cara menerapkan strategi Self Awareness, maka individu akan mampu memilih ego state-nya yang tepat ketika berinteraksi dengan orang lain. Siapapun mereka yang mampu menempatkan ego state-nya secara tepat akan mampu terhindar dari hubungan yang toxic.

Untuk para pembaca disarankan agar lebih peka terhadap lingkungan pergaulan karena jika lingkungan tersebut tidak berdampak positif maka akan membuat diri kita menjadi toxic. Sebelum memulai hubungan baru dengan seseorang sebaiknya selesaikan masa lalu terlebih dahulu dan berdamai, karena hal itu akan menghindarkan kita dari hubungan yang toxic. 

Lantas, bagaimana jika sudah terjebak dalam hubungan yang toxic? 

Nah, sekarang ini sudah banyak informasi di media sosial mengenai toxic relationship, maka gunakan dengan baik agar bisa tanggap mengenali ciri-ciri toxic relationship, karena hal itu akan membantu kita untuk keluar dari hubungan toxic. Setelah tahu ketika kita berada dalam hubungan yang toxic sebaiknya berkomunikasilah dengan pasangan, agar segera mencari jalan keluarnya. Dan yang terakhir mampu menyadari ego state dalam diri dan tau kapan ego itu harus dikeluarkan.


Topik

Ruang Mahasiswa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Cantika Zahra Purnama

Editor

Redaksi