MALANGTIMES - Layanan pengaduan kekerasan seksual yang terjadi di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) oleh Polres Batu direspons baik Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Rombongan Komnas PA dipimpin oleh Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait ini mendatangi Polres Batu, Rabu (9/6/2021).
Kedatangan Arist ke Polres Batu ini untuk memberikan informasi tambahan kepada pihak Satreskrim Polres Batu mengenai kasus kekerasan seksual yang dialami beberapa siswa SMA SPI Kota Batu.
Baca Juga : Vaksinasi di Banyuwangi Menyasar Pelaku Jasa Transportasi
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan bahwa pihaknya mendapatkan beberapa informasi tambahan pada hari Selasa (8/6/2021) dari tiga korban dengan total 14 korban kekerasan seksual dan juga eksploitasi ekonomi yang diduga dilakukan oleh Pemilik SMA SPI berinisial JE yang telah melapor ke Polda Jawa Timur.
"Ini serangan kekerasan seksual, bukan pemerkosaan lagi. Jadi mereka dipanggil satu-satu dengan ancaman dengan tekanan dan ada bujuk rayunya nanti dijanjikan sebuah tanah dan ini sudah dilakukan lebih dari 15 kali," ungkapnya kepada MalangTIMES.com.
Ternyata tidak hanya kekerasan seksual yang dialami oleh korban. Berdasarkan hasil penuturan dari para korban, terdapat kekerasan fisik yang dialami oleh para korban dari SMA SPI Kota Batu berupa penyiraman.
"Ada kekerasan jika ada tamu terus ada kesalahan bicara ke tamu, disiram dan ditendang. Apalagi anak-anak ini kan masih sekolah kadang ngantuk kemudian tidur sembunyi-sembunyi ketahuan langsung disiram dan yang menyiram itu pihak pengelola," terangnya.
Selain kekerasan seksual dan kekerasan secara fisik yang dilakukan oleh pihak pengelola SMA SPI Kota Batu kepada para korban, pihak pengelola juga melakukan eksploitasi ekonomi yang berbentuk mempekerjakan anak dibawah umur.
"Eksploitasi ekonomi korban dipekerjakan tetapi sekolahnya diabaikan. Misalkan ada tamu mereka justru melayani tamu padahal jam 09.00 adalah jam sekolah. Artinya itu mengabaikan sekolah pendidikannya," ungkapnya.
Berdasarkan kesaksian para korban yang ditemui oleh Komnas PA, para siswa-siswi yang bekerja di unit usaha SMA SPI Kota Batu bekerja lebih dari tujuh jam dan dibayar dengan upaya yang tidak layak.
"Mereka hanya diberi reward berupa tabungan. Dia merinci untuk siswa kelas satu diberi reward Rp 100 ribu per bulan, kelas dua diberi reward Rp 200 ribu per bulan dan kelas tiga diberi per bulan Rp 500 ribu," jelasnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Porles Batu AKP Jeifson Sitorus ketika ditemui MalangTIMES di lobi Polres Batu enggan menyebutkan jumlah siswa SMA SPI Kota Batu maupun identitas yang menjadi korban dalam kasus tersebut. "Jadi untuk identitas, jumlah laporan dan lain sebagainya kami tidak memberikan. Karena menurut kami itu bukan informasi publik," ujarnya.
Baca Juga : Pelaku Curanmor Beraksi di Kota Batu, Korban Akui 2 Kali Kemalingan
Sesuai dengan Pasal 92 di Undang-Undang Sistem Peradilan Anak disebutkan bahwa jika terdapat masyarakat yang membuka identitas dari korban yang sebelumnya dirahasiakan dapat dipidana.
"Jika rekan-rekan lihat di hotline kita sendiri, hotline pengaduan yang kita buka tidak dikhususkan kepada salah satu yayasan yang saat ini sedang dilaporkan ke polda. Tapi ini kita buka semua masyarakat yang merasa menjadi korban kekerasan seksual khususnya," jelasnya.
Merujuk pada aturan pada Undang-Undang Sistem Peradilan Anak tersebut pihak Polres Batu mengatakan bahwa terdapat korban yang mengadu ke Polres Batu.
Namun ketika ditanya apakah korban merupakan siswa atau siswi aktif dari SMA SPI Kota Batu, Jeifson tidak memberikan data detail. "Nanti kita cek kembali. Kita pastikan dulu," pungkasnya.